22. Mangkat

365 58 6
                                    

Semua orang berbondong-bondong datang ke gapura istana setelah kabar bahwa mantan prabu putri mangkat. Tribhuwana Tunggadewi, ibu dari Sri Hayam Wuruk meninggal pagi tadi.

Sungguh kabar yang mengejutkan bagi semua orang, prabu putri menang sudah tua. Namun, yang sering sakit-sakitan adalah sang suami.

Semua anggota keluarga berkumpul untuk menyaksikan pemakaman prabu putri. Banyak sekali rakyat yang menangisi kepergiannya, mengingat bagaimana perjuangan prabu putri pada Majapahit.

"Prabu, semuanya telah siap!" ujar Gajah Enggon.

Dengan bantuan para pemimpin agama, Hayam Wuruk memegang sebuah obor untuk pembakaran. Langkah kakinya mendekati pada tumpukan kayu di mana jenazah sang ibu berada di atasnya.

"Bhre Wirabhumi! Kemarilah!" panggil Hayam Wuruk. Aji yang ragu tetap berjalan mendekat.

Hayam Wuruk menyerahkan obor di tangannya kepada Aji. Semakin bingung Aji dibuat oleh keadaan. Terlihat dari kejauhan permaisuri yang menatapnya tajam dan beberapa petinggi yang menatapnya tak percaya.

Hayam Wuruk menuntun sang putra untuk memulai. Aji yang dari masa depan tidak mengerti apapun yang terjadi saat ini. Dirinya hanya mengikuti apa yang di katakan oleh Hayam Wuruk.

Jauh di lubuk hati seorang permaisuri, menyimpan sebuah amarah. Sang suami benar-benar ingin menjadikan Menak Jinggo itu raja. Tanpa Aji ketahui siapa yang memimpin upacara pada kematian seorang raja adalah pewaris selanjutnya.
***

Duka masih menyelimuti Majapahit sebulan lamanya. Bahkan Raden Cakradhara diam-diam menangisi kepergian sang istri tercinta. Mulutnya selalu menggerutukan penyesalan, mengapa bukan dirinya saja yang pergi terlebih dahulu.

Sedangkan Hayam Wuruk selalu termenung di istana kanan.

"Kangmas!" panggil biniaji ketika melihat Hayam Wuruk hanya menatap makanannya.

Netranya beralih menatap sang istri dan tersenyum. Senyuman yang mengatakan jika dirinya baik-baik saja, meskipun kenyataannya biniaji tau pikirannya tidak berada di sini.

"Dinda, nanti malam adalah waktu di mana aku menjanjikan pernikahan pada putriku," jelas Hayam Wuruk seusai sarapan.

Jantung biniaji berdetak kencang, ada rasa takut dan khawatir mengenai rencana tersebut.

Waktu berjalan begitu cepat untuk hari ini, matahari telah berganti bulan. Di tempat Kepatihan di jaga ketat oleh prajurit. Hanya mereka yang mendapat titah langsung dari raja yang bisa masuk.

Tidak hanya jantung biniaji yang berdetak kencang, Aji pula merasakan hal tersebut. Seumur-umur peristiwa yang membuat jantung berdetak ketika dia terlempar ke sini.

"Sebenarnya apa yang terjadi di masa ini?" pikiran Aji terus saja bertanya. Meskipun dia tidak menyukai sejarah, tapi Aji tau siapa yang bersanding dengan Kusumawardhani. Namun, hari ini? Pernikahan kakaknya dengan laki-laki yang dirinya saja belum tahu siapa.

Semua orang yang berada di dalam menunggu, sampai akhirnya yang ditunggu muncul dari pintu masuk. Seorang pria yang gagah, menuntun Ibunya yang sudah renta serta ayahnya.

Di sudut lain Kusumawardhani tampak tersipu melihat kedatangan sang kekasih. Acara lamaran tersebut berjalan dengan lancar secara tersembunyi.

"Kau siap jika aku nikahkan dirimu dengan putriku malam ini juga?" tanya Hayam Wuruk kepada Sargara.

Lelaki calon mantu raja Majapahit itu terkejut, begitu pula dengan semua orang yang ada di situ.

"Aku tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya, setidaknya aku telah selesai menitipkan putriku pada lelaki dambaannya," ujar Hayam Wuruk.

Sargara mengangguk patuh, tidak ada keraguan darinya. Malam itu juga mereka sah sebagai suami istri.

Perayaan yang secara diam-diam itu selesai ketika waktu menunjukkan tengah malam. Semua orang pergi ke kediaman masing-masing, sementara pengantin baru memasuki kediaman yang telah biniaji siapkan.

"Kau tidak ingin menikah juga Wirabhumi?" Aji yang berjalan di belakang ayah dan ibunya terdiam.

Mereka berjalan menuju istana kanan yang sebenarnya tidak begitu jauh dari tempat mereka berdiri. Namun, di lontarkan pertanyaan seperti itu, rasanya pulang kurang 2 kabupaten lagi.

"Hamba menjawab ayahanda, belum ada pemikiran untuk mewujudkan hal seperti itu," jawab Aji.

"Kenapa? Tidak adakah wanita yang menarik hatimu?"

Biniaji hanya menyimak pembicaraan dua laki-laki tercintanya itu.

"Ada."

"Oh ya? Siapa itu kalau ayahanda boleh tau?" kini Hayam Wuruk berbalik menatap putranya.

Lalu beralih menatap Jagapati, "kau tau siapa Jagapati?"

"Hamba prabu, mohon maaf hamba tidak tahu."

Hayam Wuruk mengangguk, kembali memusatkan netranya kepada sang putra yang hanya diam menatapnya.

"Tidak hari ini ayahanda," ucap Aji.

"Kenapa? Gadis desakah dia? Tidak masalah."

"Aku sangat bersyukur jika dia memang gadis biasa di masa ini ayah, tapi dia memiliki darah yang sama denganku," batin Aji. Dia tersenyum menatap Hayam Wuruk dan ibundanya.

"Terimakasih atas kebaikan ayahanda, tapi bukan sekarang. Ananda pamit undur diri terlebih dahulu," setelah mengucap pamit, aji benar-benar melangkah pergi.

Jagapati melakukan hal yang sama dan segera menyusul Aji. Sementara di tempat Hayam Wuruk berdiri, matanya tidak lepas melihat kepergian putranya.

"Aku akan membantu kanda bertanya pada Wirabhumi nanti," suara biniaji menyadarkan Hayam Wuruk.

Tersenyum Hayam Wuruk mendengarnya, mereka kembali melangkah di ikuti oleh beberapa prajurit dan emban.

Meskipun begitu, ucapan sang putra tadi tidak langsung hilang dari pikiran Hayam Wuruk. Masalah perjodohan Kusumawardhani bisa padam setelah pernikahan hari ini, tapi sepertinya masalah baru akan timbul.

Entah mengapa Hayam Wuruk khawatir akan putranya. Mereka tidak dekat karena beberapa pihak iku andil menjauhkan putranya darinya. Membuat laki-laki itu lebih nyaman bermain di luar istana ketimbang berada di dalam istana.

Meskipun begitu Hayam Wuruk begitu terpengarah oleh Wirabhumi. Laki-laki yang sering di lihat oleh Mahapatih Gajahmada benar-benar tumbuh menjadi lelaki yang perkasa.

Keyakinan menjadikan Wirabhumi sebagai penerus begitu besar. Di tambah sekarang sudah ada Sargara yang bisa dia jadikan kandidat baru dan aman.

"Aku akan kembali ke kediamanku, dinda istirahatlah," tutur Hayam Wuruk ketika mereka sampai di istana kanan.

"Ini terlalu larut untuk kembali kanda, apa tidak beristirahat dulu di sini?" Hayam Wuruk menggeleng. Tangannya mengusap puncak kepala dan pipi sang istri. Meninggalkan sebuah kecupan singkat di puncak kepala biniaji, setelah itu pergi.

Jika seperti ini, biniaji tidak bisa mencegah. Mungkin Hayam Wuruk masih ada urusan lain. Patih Gajah Enggon setia menemani langkah rajanya.

Kembalinya mereka dari istana kanan, Hayam Wuruk meminta untuk ditemani oleh patihnya saja. Jadi, hanya mereka berdua yang berjalan menuju kediaman Hayam Wuruk sekarang.

"Paman, tolong bantu aku. Cari tahu siapa yang di sukai oleh Wirabhumi."

"Sendika prabu!"

"Untuk yang terjadi malam ini, biarkan besok Kusumawardhani dan Sargara memasuki istana meminta restu. Terserah mereka memberi atau tidak, jangan biarkan mereka mengganggu kehidupan anak-anakku!"

"Sendika dawuh prabu!" Percakapan itu benar-benar berakhir ketika Hayam Wuruk memasuki kediamannya.

.
.
Berhubung saya galau sebagai salah satu keluarga fandom teume, jadi update. 🥲

Vilvatikta 2Where stories live. Discover now