AETERNUS - 3

50 12 10
                                    

| AETERNUS |

><

| AETERNUS 3

Bel pulang sekolah sudah berbunyi dari beberapa menit yang lalu, namun kini Theo dan Jemy baru saja keluar dari kelas mereka sebab masih mengurus beberapa tugas yang sempat keduanya tinggal di minggu kemarin.

Jinan pun memutuskan untuk menjemput Adek-Adeknya saat nanti mereka mengabari seperti yang disepakati mereka dan mendapat laporan jika Archiko menghabiskan bekalnya membuat Jinan cukup tenang. Dia juga masih mengurus beberapa pasien.

Keduanya berjalan menjauhi kelas, dengan Jemy yang berniat menghubungi si sulung. Namun langkah kelimanya meninggalkan kelas, larian siswa dari lawan arah dengan napas yang terengah membuat keduanya segera mendekat, "Gi? Kenapa ada di sini?"

Yang ditanya masih mengatur napasnya. Itu Giom, teman sekelas Archiko yang dari awal telah berbagi tempat duduk dengan Archiko. Sudah bisa ditebak semelelahkan apa Giom sebab kelas Archiko yang berada di lantai dasar, sedangkan kelas mereka di lantai 3 - kelas tingkat akhir SMA.

"Permisi K-Kak maaf, Chiko demam tinggi dan tadi sempat memuntahkan isi perutnya." Keduanya tersentak kaget, bahkan kini Theo dengan cepat berlari menuruni tangga demi tangga diikuti Jemy yang menarik pelan tangan Giom, "Kita jalan cepat aja, lo juga masih kelihatan capek."

Membuat Giom mau tak mau menganggukkan kepalanya, "Gua juga izin untuk pulang Kak, semoga Chiko baik-baik aja." Hatinya sedikit lega mendapati Kakak dari temannya yang kini berlari cepat menuruni tangga. Giom mengkhawatirkan teman baiknya itu.

"Terima kasih Giom," ucapnya tulus.

"Theo, hati-hati turun tangga curamnya," tegur Jemy. Dan kini ia mulai mendial nomor Abangnya namun hanya suara operator yang menyahuti.

"Abang pasti masih di rumah sakit," batin Jemy.

Theo tak memedulikan peringatan Jemy, terus memacu lariannya yang kini lantai dasar terasa sangat jauh. Ini mungkin kesalahannya yang tak lebih dulu mengabari Adeknya atau sekadar bertanya keadaan bocah itu sebab waktu istirahat tadi, Archiko mengatakan sudah lebih baik dan terbukti dengan makannya bocah itu yang nampak lahap. Mengesampingkan keadaan lemah Archiko di pagi hari tadi untuk menyelesaikan tugas-tugasnya yang tertinggal bersama Jemy.

Theo memasuki kelas yang sudah sangat sepi, hanya ada Archiko yang kini menelungkupkan wajahnya di atas meja.

"Koo," panggilnya pelan. Mengusap lembut bahu bocah itu yang kini telah basah akan keringat.

Archiko mengerjap sayu, pandangannya sekejap memburam dengan mata yang terasa sangat panas.

"Koo baik? mana yang sakit Koo?" Theo merunduk di samping meja Archiko, dengan beralasan lantai yang nampak basah mungkin bekas muntahan Archiko yang sudah dipel bersih.

"Kakak, Koo pusing," adunya sayu.

"Iya ini Kakak sayang, ayok Kakak gendong. Kita pulang ya?" Archiko hanya mengangguk sayu, merentangkan tangannya di depan Theo yang kini melapangkan punggungnya untuk dinaiki si bungsu.

Theo nampak bergetar saat merasakan panas tubuh bocah itu yang kini merambat memeluk tubuh belakangnya. Demi apapun meski semenyebalkan apapun Archiko, tetap saja ia sangat menyayangi Adeknya ini, tak ingin lagi senyum merekah dengan bibir secerah delima hilang digantikan rintihan serta pucat putih bibir anak itu.

"Kakak Jemy sedang kemari, kita akan pulang dan Abang akan obati Koo."

"Nda, nda mau," ucapnya lemah. Dengan kepala yang hanya tergolek lemah di perpotongan leher Theo, Archiko melirik sekilas pada Kakaknya untuk memohon satu hal, "Jangan pulang, jangan beri tau Abang. Koo besok mau sekolah lagi Kakak, mau main hompipa-hompipa bareng Giom lagi," adunya.

AETERNUS || KEABADIANWhere stories live. Discover now