40. Rencana Raina?

24.3K 2.8K 44
                                    

Raina meletakkan kembali ponselnya di atas meja belajar, ia yang baru saja menyelesaikan panggilan, dan mengobrol lumayan lama dengan Alric. Mereka saling melepas rasa rindu, walaupun hanya lewat panggilan telepon. Rasa rindu mereka sedikit menipis.

Baru terhitung dua hari Alric pergi ke luar kota untuk menyelesaikan proyeknya, tapi pria tampan itu selalu mengeluh jika dirinya sangat merindukan Raina. Pria itu selalu menyempatkan mengirimkan pesan dengan deretan kata-kata manis untuk Raina. Walau saat membalas pesan balasan dari Raina, pria itu begitu selow respon, tetapi Raina mengerti akan hal itu, dan rupanya Alric sangat begitu menghindari kerenggangan hubungan merekaㅡpria itu selalu menyertakan kata maaf.

Senyum yang sedari tadi terukir di bibirnya itu belum memudar juga, Raina tak pernah menyangka akan memiliki rasa cinta begitu besar pada Alric. Ia merasa sangat beruntung dicintai laki-laki seperti Alric.

Raina melirik ponselnya saat melihat layar benda pipih itu menyala, dan bergetar. Satu notifikasi masuk dari Liaㅡpacar Arlan yang sejak kemarin mereka menjadi dekat, dan berteman?

Ia kembali meraih ponselnya, lalu mengetik untuk balasan pesan dari Lia.

Raina tak sempat membalas pesan Lia yang kedua kalinya karena suara ketukan pintu kamarnya mampu mengalihkan perhatiannya. Setelah meletakkan kembali ponselnya Raina dengan segera membuka pintu kamarnya.

Raina terdiam melihat siapa orang yang mengetuk pintu kamarnya, kedua matanya tanpa sadar meneliti orang di depannya itu.

Pakaian rapi bermerek dan ber-make up.

Lengkap.

Sambil tersenyum manis, orang itu berkata, "Kak ... disuruh Bunda turun."

Raina berdehem, kemudian mengangguk sambil menutup kembali pintu kamarnya. Berjalan keluar dari kamarnya, dan turun untuk menemui bunda Rika. Sebelum itu, Raina mendengarkan Sharen berkata lagi, tapi tak ia hiraukan.

"Malam ini aku sama Bunda mau pergi, kita mau beli beberapa keperluan buat acara ulang tahunku empat hari lagi. Kakak nggak perlu ikut, nggak apa-apa kok. Lagian aku sama Bunda nggak pergi buat jalan-jalan."

Siapa juga yang mau ikut?

Ketika Raina sudah berada beberapa langkah lagi ke ruang tamu, ia melihat bunda Rika sedang melakukan panggilan dengan seseorang. Raina tak tahu siapa orang dalam telpon itu, tetapi saat samar-samar mendengar panggilan yang biasanya bunda berikan kepada ayahnya, Raina jadi tahu kalau bunda sedang menelepon ayahnya.

"Iya, Mas. Aku usahakan nggak sampai malem banget kok nanti pulangnya, kaloㅡnggak, nggak perlu jemput aku. Aku udah sama sopir, Mas langsung pulang aja, di rumah ada Raina. Iya? Ohh, iya ..."

Raina tersenyum saat bunda Rika menyuruhnya untuk mendekat. "Iya udah aku tutup dulu telponnya, keburu tambah malem. Iya, iya, heh! Jangan macem-macem kamu, inget umur!" Raina tertawa geli melihat bundanya yang kini tengah mencabik kesal, ia tebak pasti ayahnya baru saja menjahili bunda tersayangnya.

"Bunda mau keluar sama Gina, kamu mau ikut?" tanya bunda Rika seraya mengelus surai hitam panjang putrinya.

Raina mengeleng. "Raina di rumah aja, udah mau ngantuk nih."

"Sekarang ngantuk, nanti giliran ditelpon Alric sampe pagi juga masih kuat itu matanya." Raina tertawa menanggapi sindiran bundanya, memang benar, sih.

"Mau nitip--"

"Bunda ... ayo berangkat, keburu tambah malem." Gina berjalan menuruni tanggal sambil sibuk mengotak-atik ponselnya, kemudian menatap bunda dengan tatapan melas.

"Iya, sayang sebentar. Raina mau nitip apa? Nanti Bunda belikan." Lagi-lagi pertanyaan bunda Rika mendapatkan gelengan dari Raina. "Nggak ada, Bun. Raina bisa beli sendiri nanti kalo pengen apa-apa, kebetulan perutnya lumayan laper," jawab Raina kemudian menyengir lucu.

Bunda Rika tersenyum sambil mengangguk, kemudian mengusap bahu Raina. "Telpon aja ya kalo Raina butuh apa-apa, Bunda berangkat dulu."

Raina mengangguk, melambaikan tangannya saat bunda Rika dan Gina keluar dari pintu rumah. Detik itu juga, Raina langsung berbalik dan berlari menaiki tangga, kembali ke dalam kamarnya. Untung saja di dalam rumahnya hanya ada dirinya, sedangkan satpam rumahnya sedang ngopi ria di pos satpam.

Jadi, tak ada yang menegurnya ketika berlari dengan tergesa-gesa saat menaiki tangga.

Melihat mobil yang ditumpangi bunda dan Gina sudah keluar dari pagar rumah, Raina langsung menutup pintu balkon kamarnya. Meraih gaun yang berada di atas kasurnya yang memang sudah ia siapkan. Berjalan cepat masuk kamar mandi untuk berganti baju.

Selang beberapa menit, Raina keluar dengan gaun biru dongker yang panjangnya di atas lutut. Tanpa lengan, sehingga memperlihatkan bahu putih serta tulang selangkanya yang mulus. Raina menelan ludahnya kasar saat melihat dirinya di depan cermin, kapan terakhir kali dirinya berpakaian seksi yang memperlihatkan lekukan tubuhnya seperti ini?

Setelah selesai merias wajah yang ia buat senatural mungkin, menata rambut panjang yang kini ia gerai, serta memasang beberapa aksesoris Raina bergegas meraih high heels miliknya, lalu memakainya. Ia kembali menatap dirinya di depan cermin, tiba-tiba perasaan takut serta khawatir menghampirinya. Bagaimana jika dirinya ketahuan?

Raina mengeleng, kemudian meyakinkan pada dirinya sendiri. Ini sudah ia rencanakan jauh-jauh hari, ia juga tahu konsekuensi nantinya, dan Raina harus siap.

Tangannya meraih hoodie merah mudah yang juga sudah ia siapkan. Tidak lucu bukan jika dirinya bilang kepada satpam rumahnya kalau ingin pergi keluar dengan pakaiannya yang seperti ini? Dan detik itu juga ia pasti akan langsung disekap oleh ayahnya, rencananya malam ini akan hancur!

Matanya melirik paper bag yang ada di bawah meja belajarnya, ia segera mengambilnya. Raina melepas high heels-nya, lalu memasukkannya ke dalam paper bag tersebut. Ia tak jadi memakai langsung sepatu hak hinggi itu, sekarang ia memilih sandal biasa yang ia gunakan untuk keluar, dan baru akan memakai high heels-nya nanti saat sudah berada dalam mobil.

°°°°°

"Non, mau kemana?"

Pertanyaan itu langsung ditujukan kepada Raina yang kini menghentikan mobilnya, dan menurunkan kaca mobilnya tepat di depan pos satpam dalam rumahnya.

Raina menyengir. "Mau cari makan, laper nih."

Pak Broto tampak mengerutkan keningnya, dan itu mampu membuat Raina merasa was-was. "Lagi pengen makan sate, hehe ..." tambah Raina lagi masih sambil menyengir.

"Ealah, Non, kenapa nggak suruh Bapak aja, sih? Udah malem loh ini," kata Pak Broto mengkhawatirkan putri majikannya ini.

"Nggak apa-apa kok, sambil nyari angin. Bosen di rumah sendirian, aku bakalan sampai rumah sebelum Bunda balik, kok. Pak Broto tenang aja," jelas Raina meyakinkan pak Broto.

Walau ada sedikit perasaan yang tak meyakinkan pak Broto akhirnya mengiyakan. Membuka lebar gerbang rumah untuk mobil yang ditumpangi Raina, sebelum itu pak Broto pesan agar Raina berhati-hati dalam berkendara.

Raina melirik kaca spion mobilnya, merasa mobilnya telah berada lumayan jauh dari area rumahnya Raina menghentikan mobilnya setelah menepi. Ia meraih paper bag yang ia taruh di bawah kakinya, mengambil high heels-nya, kemudian memakainya.

Hoodie merah muda ia lepaskan dari tubuhnya, menyisakan gaun biru dongker. Raina menata kembali rambutnya, setelah itu ia memasukkan kembali hoodie-nya ke dalam paper bag bersama dengan sandalnya.

Ia sempat melihat jam sebelum akhirnya menjalankan kembali mobilnya. Sekarang tujuannya hanya ada satu tempat, club malam.

•••••


Hayoloh, mau ngapain tuh Raina pergi ke club malam... 🌚🌚

Hello, Liebling!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang