21. Bermanja Dalam Rindu

47 9 0
                                    


Baru sepekan jauh dari cinta pertamaku. Tapi, rasanya bak sudah berjauhan sewindu. Aku memang masih menyimpan rasa untuknya namun, ternyata menanggung rindu pada cinta pertama, rasanya lebih menyesakkan dada.

_Alifa Soraya_

Alifa dan ayahnya sudah berada di ruangannya. Sepasang cinta pertama dan sibiran tulang itu baru saja selesai menunaikan empat rakaat dhuhur. Dua orang itu terlihat masih bertahan duduk di atas karpet tebal, yang baru saja mereka gunakan untuk salat.

Alifa sudah merapikan pakaian salatnya. Kini ia tengah merebahkan diri dengan berbantalkan paha ayah tercinta yang meluruskan kakinya. Tangan yang mulai keriput itu, nampak mengelus dengan sayang, kepala putrinya yang tertutup hijab.

"Adek? Ayah rindu sekali sama adek. Adek gimana nggak ada ayah? Baik-baik aja, kan?" tanya ayah dengan suara bergetar.

Alifa yang mendengarnya tercengang. Ia segera bangkit dari berbaringnya, lalu duduk menghadap ayahnya. Benar saja yang baru ia dengar, ayahnya tengah menahan tangis walaupun bibir beliau tengah tersenyum tipis.

Ia raih tangan yang telah membesarkannya itu. Ia genggam penuh rasa, tangan yang selalu ada di saat ia dalam berbagai suasana. Namun, sayangnya, saat ini dirinya malah menepikan diri dari pemilik tangan penuh jasa itu.

"Adek juga rindu sekali pada ayah, bunda, juga kakak. Insya Allah adek selalu dan semoga senantiasa baik. Adek beruntung karena di pertemukan dengan orang-orang baik di sana. Sehingga adek nggak mengalami kesulitan yang berarti" terang Alifa panjang lebar.

"Alhamdulillah, dek. Apa adek, nggak ingin kembali ke rumah? Itu rumah adek juga. Adek nggak mau nemenin masa tua ayah sama bunda?" tanya ayah beruntun dengan suara lirih sarat akan perasaan sedih.

"Maaf ayah, adek belum bisa melakukan itu. Adek masih pengin belajar mandiri. Suatu saat adek pasti kembali tapi, nggak sekarang ya?."

"Baiklah, ayah mengalah. Adek bisa pulang kapan aja semau adek. Sekarang kita makan dulu, ya? Tadi ayah udah bawakan makanan kesukaan kamu."

"Iya, ayah. Makannya di temani ayah, ya?."

"Iya. Ayah juga pengin nyuapin kamu makan. Anggap aja sebagai pengobat rindu ayah pada adek."

"Oke!."

Setelahnya Alifa mengambil rantang yang ada di atas meja, lalu mulai membukanya. Ia keluarkan satu persatu rantang berisi nasi dan lauk pauk tersebut.

Ayah menepati keinginannya. Beliau segera mengambil sendok yang berbungkus tisu tersebut, kemudian membuka tisunya, lalu mulai menyendok makanan yang ada di dalam rantang itu.

Dengan telaten ayah Bayu menyuapi Alifa, yang dengan senang hati menerima suapan dari ayahnya.

"Ayah juga makan, dong. Adek nggak habis lah, kalau makan segitu banyak."

"Iya, ini ayah makan."

Akhirnya ayah dan anak tersebut makan bergantian dengan ayah yang menyuapi putri dan dirinya sendiri. Obrolan kecil sesekali menyelingi kegiatan hangat mereka berdua.

🌞🌞🌞

     Waktu kembali bergulir, kali ini sudah mencapai angka empat tiga puluh sore. Itu artinya, jam kantor Alifa sebentar lagi berakhir. Perempuan itu saat ini tengah merapikan meja kerjanya.

Pergilah Tanpa Hati (Open PO, 14-24 Mei 2023)Where stories live. Discover now