Chapter 15-Office Lyfe Drama

51.6K 5.6K 227
                                    

Happy reading 🌻🌻🌻

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading 🌻🌻🌻

"Aria, kamu sekarang bantu saya juga untuk cost control ya. Bianca udah kewalahan, harus handle pembayaran juga," kata Brian menunjuk Aria, "Pertama, coba minta budget plan yang dibuat oleh divisi marketing, deh," lanjut Brian, "Kemudian pastikan juga dari divisi purchasing, sanggup buat menyiapkan."

Pasukan divisi finance sedang berada di ruangan Brian, CFO mereka di kantor. Hari Senin memang seolah tanpa jeda. Brian langsung mengumpulkan timnya untuk menyampaikan target-target yang harus dikerjakan di minggu ini. Target semester 2 memang sudah memanggil-manggil di depan mata. Aria saja pusing. Apalagi bosnya.

"Saya, Pak?" tanya Aria menunjuk dirinya sendiri sementara Desta terkekeh geli.

Pak Brian mendongak dari layar laptopnya dan berujar, "Emang ada berapa Aria disini?"

Aria tersenyum masam, "Iya, Pak, dengan Pak Evan?"

Pak Brian kembali menekuni deretan jurnal di hadapannya, "Kata Evan, tadi sedang dikoreksi lagi oleh Pak Satriya. Konfirmasi ke Evan aja, Ar," sahut Brian.

Brian masih menyampaikan beberapa hal lagi termasuk merapikan dokumen penagihan dan memastikan sistem akuntansi berjalan dengan baik sebelum mengakhiri briefing dadakan pagi ini.

"Aku ke divisi marketing sekalian, No," ujar Aria yang diangguki Enno, "Kamu siapkan dulu rekap yang diminta Pak Brian tadi. Download aja dari aplikasi kita. Nanti aku cek."

"Siap, Mbak Aria, salam ya buat babang tamvan, Pak Evan," cengir Enno yang membuat ingatan Aria terlempar pada Evan memergoki hubungannya dengan Satriya. Entah bagaimana dia harus menghadapi Evan sekarang.

Aria memantapkan hati dan tak lama terdengar derap high heels menuju divisi marketing. Desain interior divisi marketing berbeda dengan divisi-divisi lain yang cenderung membosankan. Disini, Aria langsung merasa nyaman. Mereka bahkan punya meeting room sendiri dengan karpet hijau terang dan kursi-kursi berwarna ungu. Kontras. Aria berdecak. Begini Satriya sering protes sama warna sprei pilihan Aria. Dasar menyebalkan.

Aria melangkah menuju meja kerja Evan. Bahkan di ruang marketing, para stafnya tidak duduk di cubicle melainkan memiliki meja dengan tatanan yang artsy. Sungguh menyenangkan. Aria pasti bakalan betah.

"Mas Evan," sapa Aria berdiri di depan meja Evan.

Evan mendongak dan berseru kaget, "Eh, Bu Aria. Gimana, Bu? Bisa saya bantu?"

Aria mendelik, "Mas, gila deh. Biasa aja, dong," bisik Aria.

Evan tergelak, "Aku kaget, Aria. Gimana-gimana? Nyari paksu? Ada tuh di ruangannya," kata Evan menunjuk sebuah ruangan khusus dengan dinding kaca dan sticker sandblast yang ditempati Satriya.

God Gives Me YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang