[18] HAMPIR KETAHUAN

783 137 11
                                    

Sora menjinjing tasnya begitu masuk ke apartemen milik Askar. Ia melihat apartemen itu yang tidak terlalu luas namun sedikit berantakan. Ada Sofa di tengah ruangan dan televisi, ada dua pintu yang ia yakini sebagai kamar. Di paling ujung, bagian belakang sofa, ada dapur.

"Lo duduk di sofa dulu ya?"

Sora memberi anggukan. Ia menatap Askar yang masih basah kuyup kini beranjak ke dapur. Cowok itu tampak sibuk membuat minuman. Ia bisa melihat dengan jelas karena tidak ada sekat. Beberapa saat kemudian Askar kembali membawa dua cangkir teh hangat.

Cowok itu tersenyum kecil. "Minum gih."

Sora mengangguk. Menerima satu cangkir yang Askar beri. Rasa panas memberi kehangatan pada tubuhnya yang sejak tadi kedinginan. Dia sama sekali tidak kehujanan, mereka pulang setelah hujan benar-benar reda, tapi tetap saja tubuhnya begitu dingin.

"Gue mandi dan ganti baju dulu."

Sora kembali memberi anggukan, sejak tadi tidak banyak suara yang ia keluarkan selain respon singkat. Ia masih mencoba memperbaiki hati dan pikirannya. Seperginya Askar, Sora mencengkram kuat cangkir itu dan menyesapnya sedikit. Matanya terpejam dengan lolosan nafas berat.

"Gue benci trauma ini," gumamnya pada angin. Ia kemudian terkekeh. "Lo masih lemah," makinya pada diri sendiri.

Askar datang beberapa saat kemudian. Tidak sampai sepuluh menit cowok itu di kamar, kembali dengan setelan kaus hitam dan jeans cokelat susu dengan tampilan lebih segar. Askar mengambil duduk di sofa lain.

"Udah mendingan?"

"Udah kok."

Askar mengangguk. Ia beralih mengambil juga teh-nya dan menyesapnya.

"Askar?"

"Hm?"

"Jangan bilang Bokap Nyokap gue, atau Bang Vanzo, atau siapapun dari keluarga gue tentang tadi."

Sebelah alis Askar naik.

"Jangan kasih tahu mereka." Tatapan Sora memohon. Askar menatap wajah Sora yang masih pucat, namun sorot cemas dan ketakutan tu sudah sirna. Cewek itu sudah lebih tenang sejak hujan kian reda.

Sora tadi juga menolak saat akan diantar Askar ke rumah. Makanya Askar membawa Sora ke apartemennya. Katanya ia baru akan pulang setelah dia baik-baik saja.

"Boleh gue tanya sesuatu?"

Askar mencondongkan tubuhnya. Sebelah alis Sora naik. Sejak tadi benaknya terus bertanya, apa maksud trauma yang Sora bilang. Pun dia beberapa tahun tidak peduli pada Sora, tapi Askar terus mengawasi. Ia tidak pernah tahu Sora punya trauma.

"Trauma apa yang lo maksud?"

Sora terlihat kaget dengan pertanyaannya. Ia kemudian menggeleng. "Gue nggak mau bahas."

"Kenapa?"

"Bakal ingetin gue sama trauma itu."

"Kita temanan dari kecil Sora, gue nggak pernah lihat lo kayak tadi."

Sora terdiam sesaat. Ia mengalihkan tatap. "Lo kan nggak peduli gue. Lo nggak tahu banyak tentang gue Askar."

"Tapi-"

"Lo nggak perlu tahu kan? Lo benci gue."

Gantian Askar terdiam.

"Janji jangan kasih tahu keluarga gue soal ini."

***

"Askar, Askar."

"Nggak usah sentuh gue," deliknya pada tangan Sora yang memegang lengannya erat.

Itu Bukan Aku [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang