Pelukis Senyum

3.5K 253 39
                                    

Biasakan memberi vote sebelum membaca!

Happy reading!

🍁🍁🍁

Setelah acara perkenalan CEO baru selesai dan seluruh karyawan kantor pusat kembali keruangan masing-masing, terjadi sedikit kehebohan di pantry.

"Pantesan gue ngerasa familiar banget sama mukanya. Ternyata dia Syamil!" Bang Asrul geleng-geleng kepala seakan tak percaya jika apa yang dialaminya hari ini adalah nyata. Sosok OB dengan kacamata tebal yang terlihat sangat cupu dan polos ternyata adalah anak sultan yang selama ini dikaguminya.

"Ampun dah, berarti selama ini gue kerja sama bos gue sendiri," sahut Ridho takjub. Diantara beberapa orang OB, Ridho memang salah satu sosok yang sering bekerja dengan Syamil. Tak heran jika ia merasa paling shock diantara yang lain.

"Berarti selama ini saat kita ghibahin pak Daven, pak Davennya sendiri ikutan nimbrung, Bang!" Kini giliran Mia yang mendadak diserang ketakutan berlebihan saat tau jika Syamil adalah Daven.

"Iya, Mi! Lo bener banget," jawab Bang Asrul tak kalah heboh." Gue takut dipecat jadinya," keluh bapak tiga anak yang biasanya tegas kini justru nampak lemas bukan kepalang.

Namun sehebat apapun rasa terkejut yang mereka alami, tidak dapat melebihi apa yang Nayla rasakan saat ini. Dunia yang dipijaknya seakan berguncang membuat kepalanya seakan nyaris pecah dengan tubuh yang ambruk kelantai.

"Gue sering banget liat Syamil ke ruangan Pak Hanif sendirian trus baliknya lama banget. Telpon di pantry juga sering bunyi dan itu dari Pak Hanif yang minta Syamil ke ruangannya," bisik Nayla pelan.

"Syamil itu punya keahlian pijat refleksi. Jadi Pak Hanif sering minta pijitin kalau lagi kecapean."

Sekilas Nayla teringat kembali obrolannya dengan Mia beberapa bulan yang telah lewat. Lalu percakapannya dengan Syamil beberapa hari yang lalu saat mereka tengah menikmati makan siang mereka di sebuah pusat perbelanjaan.

"Baru juga jadi divisi acounting sudah belagu amat. Padahal sama-sana budak korporat juga'kan." Syamil mencibir sebelum memasukkan potongan ayam berlumur saos ke mulutnya.

"Tapikan gajinya otomatis lebih banyak dari kita, Syam!"

"Ya tapi gak seharusnya meremehkan karyawan biasa seperti kita. Gue pecat baru tau rasa."

"Lo mau mecat Pak Radit, Syam?"

"Aduh, udah deh Syam gak usah cari masalah ama pak Radit. Kerjaan kita bakal jadi taruhannya."

"Jadi waktu dia bilang mau pecat Pak Radit itu serius... ?"

Nayla kembali memijat kepalanya yang mendadak pusing dengan minyak kayu putih yang tersimpan di dalam loker miliknya. Hatinya kembali bertanya tentang skenario apa yang sebenarnya sedang Tuhan rancang untuknya kali ini.

"Nay boleh gue jatuh cinta sama lo?" tanya Syamil tadi pagi sebelum sosok tersebut pergi bekerja usai mereka menyantap sarapan.

Sejatinya hati Nayla bersorak saat kalimat manis itu terucap dari bibir bebas zat nikotin milik Syamil. Mendapati kenyataan jika debaran yang tengah bergejolak di hati bukanlah debaran satu arah semata, tidak bisa tidak membuatnya merasa ratusan, bahkan ribuan kupu-kupu seakan beterbangan di perutnya.

Namun sebagai wanita yang terkenal dengan gengsi yang tinggi, alih-alih mengangguk. Nayla justru pura-pura terkekeh dengan pertanyaan yang Syamil ajukan. "Kita baru kenal dan dekat. Lo terlalu dini bilang cinta ke gue," jawabnya kalem.

Mas OB, I Love You! (TAMAT)Where stories live. Discover now