📍| 2

197 25 1
                                    

Dua hari setelah berjalan-jalan bersama, Ze pergi ke New York karena sebuah urusan pekerjaan.

Awalnya ia tak ingin pergi, karena Rea yang memaksanya ia mau tidak mau harus pergi.

Selama di sana banyak sekali berita yang keluar, entah itu paras Ze ataupun lekuk tubuhnya.

Ze sangat tampan, di tambah setelan jas dan sepatu yang ia gunakan saat hari pertama di New York.

"Asetku yang berharga, kenapa dia pakai setelan seperti itu!" Kesal Rea melihat Ze yang ramai di bicarakan sebab gaya berpakaiannya.

"Liat saja nanti" monolognya lagi.

Drrrt...drrrt..

Bunyi dering dari ponsel Rea, Rea yang melihat siapa penelfon tersebut sangat enggan untuk menjawab.

"Halo" ucap seseorang di sebrang sana.

"Apa maksudnya kamu pakai pakaian seperti itu Zeno Bimora!!!" Teriaknya kesal.

"Astaga, dia marah ya" batinnya.

"Itu baju sayang, modelnya aja kayak gitu" belanya.

"Baju? Jelas-jelas itu rotimu kelihatan, dan kamu bilang baju?! You kidding me?" Rea kesal dengan jawaban Ze.

Bukankah itu terlihat jelas kalau itu bukan baju, bisa-bisanya dia mengelak.

"Bukan aku yang memilih baju sayang, aku sendiri juga terkejut" bela dirinya lagi.

"Ini baru hari pertama, besoknya? Besoknya lagi? Dan besoknya lagi?" Omelnya.

"Sayang maafkan aku, aku sungguh tidak tau" rengek Ze di telfon.

"Sudahlah aku kesal denganmu" Rea memutuskan sambungannya.

Sementara Ze dia sudah kalang kabut di sana.

"Kak bagaimana ini" Bingung Ze.

"Apanya Ze?" Ikut bingung juga.

"Ish Rea marah kakakk" hentak kakinya.

"Kenapa Rea bisa marah, coba cerita" Ze menjelaskan apa yang terjadi barusan.

"Astaga, memang benar sih kalau Rea marah" tawa pecah dari sang kakak.

"Kak Gigi mah gitu, ini gimana?" Prustasi sudah Ze.

Ia juga tidak bisa pulang karena urusannya belum selesai.

"Wanita mana yang mau prianya memperlihatkan asetnya hah? Tidak ada Ze" Ze berpikir sejenak.

"Tapi itu juga bukan salah Ze kakak, salahkan yang membuat baju kenapa harus bolong-bolong" ikut kesal Ze.

Sang kakak hanya bisa tertawa melihat tingkah Ze.

📍
📍
📍

Sehari telah berlalu dan berita muncul kembali, membuat Rea kesal kembali.

"Astaga, kemarin yang depan. Sekarang belakang, besoknya lagi gak pakaian pasti" sudah sangat kesal Rea melihatnya.

"Seharusnya aku tidak mengizinkan dia untuk pergi saat itu" sesalnya.

Tanpa sadar bunyi telfon Rea berdering kembali, melihat siapa yang menelfon Rea sungguh enggan untuk menjawab.

Berulang kali Rea melihat seseorang yang menelfon ya tapi ia tak kunjung jawab.

"Biarkan saja dia menelfon, aku tidak akan menjawab" pergi meninggalkan HP-nya sendiri di ruang tamu.

Di sisi lain pria tersebut resah karena sang gadis tak kunjung menjawab telfonnya.

"Ze ayo, nanti kita terlambat" salah seorang di sana menyuruh Ze untuk cepat bersiap.

Tanpa ia duga lagi, pakaian yang ia pakai kali ini sungguh membawa bencana.

"Mati sudah aku" ronta batinnya.

Di dalam mobil Ze hanya menatap layar ponselnya membuat orang yang berada di sampingnya berkerut.

"Kenapa lagi Ze?" Zeno menoleh dengan tatapan mata memelas sambil melihat ke arah baju yang ia pakai.

"Pfft, apa-apaan muka mu itu" tawa gelak terdengar di dalam mobil tersebut.

"Kakak jangan meledekku" pintanya.

"Ahaha, salahkan wajahmu itu. Kenapa kau bertingkah seperti anak kecil" Ze yang di Katai anak kecil pun mengerucutkan bibirnya.

"Aku rasa ketika aku pulang aku akan tidur di luar" tatapnya ke arah jendela.

"Sudahlah, nanti aku bantu jelaskan. Sekarang kita fokus saja pada acara ini sekarang" mencoba membantu agar Ze tidak terlalu gelisah.

📍
📍
📍

Berlalu sudah, kini Zeno Bimora pulang kembali ke Korea.

Ia berharap akan ada yang menyambutnya di bandara, tapi siapa sangka hanya bodyguard dan juga supir yang menantinya.

Yah, ia sudah menduga gadisnya itu masih kesal dan marah padanya.

Di dalam mobil Ze juga terus menghubungi Rea namun tak kunjung Rea angkat.

"Hah.." sang supir yang melihat itu mengulum senyum.

"Nona, baik-baik saja tuan. Ia sedang tidur saat ini" Ze mengernyitkan alisnya.

"Nona kemarin lembur Tuan, Nona baru kembali dini hari" Ze mengangguk.

Ada perasaan lega di hati Ze, ia pikir gadisnya mengabaikan telfon darinya karena marah tapi ternyata karena sibuk.

Setibanya di rumah Ze bergegas menuju kamar, ia dapati gadisnya tengah meringkuk di sana di temani selimut dan boneka kesayangannya.

Pelan-pelan ia naik ke ranjang dan memeluk gadisnya dari belakang.

Sesekali Ze mengecup bagian belakang gadisnya. Ia sangat rindu pada gadisnya ini.

Rea yang merasa ada sesuatu yang mengganggunya pun membuka mata.

Ia dapati tangan kekar tengah memeluk dirinya erat.

"Kau mengganggu tidur ku" ucap Rea ketus.

Ze sudah mengira bahwa gadisnya ini masih marah, ia balik gadisnya menghadap dirinya.

"Masih marah hm?" Tatapnya.

"Pergi, jangan dekat-dekat" usir Rea.

"Tidak mau, aku mau di sini" dengan wajah melas ya.

"Aku tidak terpengaruh TUAN MUDA ZE" penuh penekanan.

"Ish, sayanggg" matanya memohon kepada Rea.

"Kenapa jadi lembek gini sih, kan gak tega jadinya" batinnya kesal.

"Haish, iya iya di maafin" ucapan Rea tersebut membuat Ze sumringah.

"Masih ngantuk?" Rea mengangguk.

"Yaudah ayo tidur lagi" Ze menarik Rea lebih dekat.

Belum semenit, Ze merasa ada yang tidak beres di perutnya.

"Nakal ya" Rea tidak menghiraukan ucapan Ze dan asik bermain dengan perut Ze.

"Ngantuk banget ternyata" Ze terkekeh, tidak berlangsung lama Ze juga menyusul Rea ke alam mimpi.





















































Next part →

Tuan Muda Ze Where stories live. Discover now