📍| 7

134 18 3
                                    

Siang hari tiba, Ze sudah selesai bergulat dengan berkas dokumen yang ada.

"Banyak banget sih, perasaan pergi gak selama itu kenapa numpuk banyak!!!"

"Brak!"

"Kurang ajar, kaget lailah" amuknya.

"Gak usah sok kaget, ini masih belum kelar. Selesai kan lagi ya bosku bye-bye" Han melenggang pergi.

Mata Ze melotot melihat berkas dokumen yang menumpuk dua kali lipat dari sebelumnya.

Ze meraih hp ya lalu menelfon seseorang, sungguh dia ingin memukuli seseorang sekarang ini.

'halo'

'sayang tangan aku sakit' adunya.

'kok bisa? Kamu ngapain aja hm'

'si Han ngasih berkas dokumen dari tadi gak berhenti, hiks sakit'

'itukan salah kamu sendiri, ngapain kamu ngilang gak ada kabar'

'jadi gak boleh dong kamu salahin orang'

'kok kamu jadi belain Han sih, seharusnya kamu kan belain aku' omelnya tidak terima.

'aku gak ada belain siapa-siapa, tapi emang kamu salah'

'kamu bahkan ninggalin aku'

'maksud aku kan gak gitu ih'

'iya tau, tapi tetep aja kamu salah. Kamu nyuruh aku buat jujur kalau aku ada masalah'

'tapi kamu sendiri? Enggk kan, kamu malah ngilang ninggalin semuanya'

'kita panik disini, kita coba hubungi kamu tapi gak bisa'

Ze terdiam mendengar penuturan dari kekasihnya itu, ia sadar bahwa dia salah . Tidak seharusnya ia membuat orang yang ia sayangi khawatir karena dirinya.

'maaf, aku gak bermaksud gitu' Ze menangis layaknya anak kecil ditelfon.

'aku gak ada niatan bikin kalian semua khawatir sama aku, aku minta maaf sayang hiks'

Rea menarik nafasnya dalam-dalam, ia tidak tega mendengar suara Ze yang menangis seperti itu.

'iya aku maafin, kamu masih dikantor sekarang?'

'hiks iya, dokumennya banyak hiks'

'ya udah kamu selesai in pelan-pelan, aku ke sana bentar lagi'

'kamu belum makan kan pasti'

'iya belum hiks'

'cup cup, sayangnya Rea gak boleh nangis lagi ya'

'mau hug' pintanya ditelfon.

'iya bentar lagi ya, ini aku beres-beres dulu'

Setelah itu sambungan telfon keduanya terputus, Ze melanjutkan aktifitasnya sembari menunggu Rea datang.

Dua puluh menit kemudian Rea sudah berada di parkiran kantor Ze.

Ia berjalan untuk memasuki kantor Ze, di sana ia disambut ramah oleh para karyawan.

Tok...tok

"Masuk" suara Ze mempersilahkan ya masuk.

Rea masuk ke dalam "sayang"

Ze menoleh kearah sumber suara tersebut dan menghampiri Rea.

"Udah dong nangisnya, masa cengeng banget sih" sambil mengusap air mata Ze.

"Kamu marah sama aku"

"Enggk, aku gak marah kok"

"Beneran?" Rea mengangguk.

"Hug me please" pintanya sambil merentangkan tangan.

Rea tersenyum dan memeluk bayi besar yang ada didepannya dengan erat, Ze juga tak kalah erat memeluk Rea.

...

"Udah ih peluknya, duduk yang bener. Gak selesai-selesai makannya nanti" Ze menggeleng.

"Sayang lepas ya aku sesek tau" pinta Rea lagi.

"Ish no no, aku mau hug kamu. Aku kangen tau..."

Rea menghela nafasnya, ia tidak bisa berkutik ketika Ze sudah dalam mode manja.

"Kok diem sih.. kamu gak kangen aku ya" cemberutnya.

"Kamu liat wajah aku ini, liat-liat!!" Kesal Rea.

"Kok kamu kesal sih" ikutan kesal.

"Ya kamu, aku bilang lepas dulu tapi gak mau. Pegel tau kamu hug aku posisi kek gini"

Bagaimana tidak pegal, posisi Rea saat ini berada dipangkuan Ze.

Sementara Ze asik makan sambil disuapi Rea yang kesusahan bernafas.

"Lepas dulu bentar, abisin ini makannya yang bener. Baru nanti aku hug lagi" pinta Rea lagi.

"Yaudah yaudah aku lepasin" akhirnya Ze menyerah, ia tidak ingin Rea marah.

Karena jika Rea marah bisa-bisa dia di diamkan selama seminggu, ia kalau seminggu kalau lebih kan gak dapat jatah hug.

Lima menit kemudian Rea sudah selesai menyuapi Ze.

Belum sempat berdiri tangan Rea sudah ditarik oleh Ze membuat ia terduduk dipangkuan Ze.

"Aku hampir jatuh loh" Ze tidak mendengar dan asik mendusel Rea.

Rea hanya bisa pasrah dengan kelakuan kekasihnya "Dasar big baby"


















































...

Next part 😗

Tuan Muda Ze Where stories live. Discover now