Bab 10. Aku sayang tante

167 6 0
                                    

Udaranya semakin dingin dan dijam dua belas malam lewat ini Devin belum juga beranjak dari sana. Ia tengah tertidur dengan berbantalkan akar pohon. Berulang kali ia menggeliat geliat dan merapatkan kaos yang dikenakannya.

Ia nampak menggigil kedinginan dan wajahnya yang mulai memucat. Ia nampak tertidur dengan hanya seorang diri sementara gadis bernama bunga itu telah dulu pergi entah kemana.

Begitu kasihan melihat Devin seperti itu, dengan hanya mengenakan kaos pendek dan celana jeans selutut, ia menerjang dinginnya malam dengan tetap berada di sana tanpa ingin beranjak. Ia tertidur pulas walau nampak kedinginan seperti itu.

Sementara di rumah, Linda nampak tertidur tepat diatas paha Devan dengan Devan yang juga tertidur dengan menyenderkan punggungnya ke sofa. Mereka telah menunggu Devin sedari matahari masih nampak hingga malam suntuk tapi tak kunjung didapatinya keponakannya itu pulang.

Mereka cemas, dan takut terjadi sesuatu padanya. Sebab Devin memang bukan anak yang baik tapi Devin juga bukan anak yang nakal. Ia takkan pergi tanpa pamit dan sulit dihubungi seperti ini kalau tidak sedang ada masalah.

Mereka cukup mengenal Devin, tapi mereka tak mengenal hatinya. Devin sebenarnya membutuhkan kasih sayang yang lebih dari mereka tapi dari sifat yang ditunjukkannya ia nampak dingin dan tak peduli. Padahal nyatanya ia tidaklah begitu.

Lalu di tengah tidurnya sayup sayup Linda mendengar ada suara pintu terbuka dan langkah kaki yang kian mendekat. Ia bangkit dari posisinya dan membuka terpaksa matanya yang telah lengket. Ia menajamkan pandangannya pada sosok itu, berharap jika ia adalah Devin. Tapi saat sudah mulai terlihat, Linda pun tersentak, dan matanya membulat sempurna. Ya sosok itu bukanlah Devin melainkan suaminya dan juga selingkuhannya yang baru saja pulang dalam keadaan mabuk berat.

Mereka berjalan sempoyongan seraya melewati Linda yang masih terpaku akan kedatangan mereka.

Ia kembali sakit hati, dan sakit itu amat teramat sakit, sebab semenjak hari itu darto membawa Bianca kerumah, ia memutuskan tuk mengajak Bianca turut tinggal dengan mereka.

Memang rumah ini adalah rumah milik keluarga darto, tapi posisinya Linda masih istri sahnya, jadi ia berhak dong untuk diberitahu dulu. Tapi nyatanya darto sama sekali tak meminta pendapatnya dan main mengajaknya tinggal begitu saja.

Malahan dengan tak tahu malunya darto mengajak Bianca dan Linda tuk turut tidur dalam satu ranjang dengan darto yang ada di tengah. Sungguh, Linda amat sangat jijik saat membayangkannya. Terlebih selepas hari itu Linda pun mengalah dengan membiarkan darto sekamar dengan Bianca sementara dirinya akan pindah ke kamar tamu.

Ia rela dan pasrah asalkan darto tak menceraikannya sebab ada alasan kuat baginya tuk tetap bertahan dalam posisi ini.

Lalu saat Linda tengah berjalan di tangga, dan akan ke kamarnya di lantai dua terdengarlah olehnya sayup sayup erangan kecil Bianca dari dalam kamar mereka. Hatinya begitu sakit mendengar itu, ia pun berjalan tergesa seraya menyeka air matanya yang menetes.

Beberapa saat setelahnya...

Saat Linda tengah tertidur kembali diatas kasur empuknya tiba tiba ia dikejutkan dengan sebuah tangan yang tiba tiba memeluknya dari belakang. Sungguh hangat, dan begitu menenangkan. Tapi anehnya tangan siapa itu. Tak mungkin jika darto pelakunya, lantas siapa?

Ia pun membalikkan badannya perlahan dan dengan rasa takut yang melanda. Ia kembali tersentak manakala Devan lah yang memeluknya tersebut. Matanya memandang kosong kearah lain seraya tetap pada pelukannya.

"Devan,, kamu ngagetin Tante aja deh." Ucapnya lantas bangkit dari posisinya dan duduk seraya menyenderkan punggungnya pada kepala ranjang.

Devan masih diam saat Linda terus saja menatapnya. Ia juga turut bangun lalu mendekatkan tubuhnya pada Linda lantas memeluknya.

"Devan,, kamu,," Linda tak dapat berkata kata. Ia masih termangu akan perlakuan tiba tiba keponakannya ini. Terlebih Devan tak mengatakan apapun sampai ia memeluknya seperti ini.

"Aku sayang Tante." Hanya itu yang keluar dari mulutnya, dan anehnya Linda menyukainya tanpa sadar. Ia terkejut memang tapi rasa terkejutnya itu berganti dengan rasa senangnya saat Devan mengatakan itu.

Linda hanya diam tak bergeming hingga beberapa saat setelahnya Devan pun melepas pelukannya dan mencium kening Linda tiba tiba.

Deg!

Sangat terkejut mendapat perlakuan itu dari sang keponakan, terlebih ia dalam keadaan sadar seperti ini. Perlakuannya nampak seperti seorang lelaki yang mencium pasangannya bukan seperti Tante dan keponakannya.

Linda pun kembali terpaku seraya menetralkan jantungnya yang berdesir sedari tadi.

"Devan, kamu kenapa?" Linda pun memberanikan bertanya pada Devan yang masih memeluknya itu. Belum juga Devin kembali tapi kakaknya sudah melakukan hal aneh ini. Sungguh Linda malah takut dalam posisi ini sekarang.

"Gak usah dipikirin, sekarang Tante tidur aja yang tenang, aku temani disini oke." Devan pun kembali melepas pelukannya dan membimbing Linda kembali berbaring di ranjangnya.

Ia menaikkan selimut Linda hingga sebatas dada lalu ia pun turut tidur di sebelahnya.

Awalnya Linda sempat menolak, agar dirinya tidur saja sendiri tanpa harus Devan temani. Tapi disini tekad Devan telah bulat. Ia pun tetap bersikeras untuk menemani Linda hingga Linda pun mengangguk pasrah lalu tertidur dalam pelukan Devan.

Saat Linda telah tertidur, Devan pun menatap langit langit dan pikirannya kembali menerawang jauh.

"Tan, kasih tahu aku gimana caranya buat sembuhin sakit hati Tante ini. Aku gak tega Tan, lihat Tante terus terusan sakit sesaat melihat mereka bermesraan di rumah ini. Tan, mulai detik ini aku janji sama Tante, aku bakalan jagain Tante, dan jauhin Tante dari kata sakit hati atau apapun itu." Gumamnya seraya menyentuh lembut kepala Linda dan tersenyum padanya.


Bersambung.

My Girlfriend is a Ghost Where stories live. Discover now