Bab 3.

308 18 2
                                    


“Lantas. Setelah mengetahui perselingkuhan suamimu. Apa yang akan kamu lakukan selanjutnya, Ras?” tanya Tante Ambar membuatku seketika kelu. Aku merasa bingung dan bimbang harus memutuskan seperti apa. Lanjut, atau berpisah. Namun, jikalau pisah, apa itu hal terbaik untuk kami semua terutama Laras?

“Entahlah, Tan. Saat ini aku sama sekali tidak bisa berpikir jernih. Jujur, sebagai seorang wanita, aku ingin egois dengan meminta Mas Ezran memilih. Jika, dia bersikeras dengan keputusannya menikahi wanita itu. Aku lebih memilih berpisah. Tapi, ini tidak sesederhana itu. Tante kan tahu, seberapa dekat Laras dengan ayahnya. Aku takut, hal ini akan membuat putriku terluka. Bagaimana aku harus menjelaskan kepadanya kalau kami harus berpisah. Aku tidak akan sanggup melihatnya bersedih, Tan. Enggak akan sanggup!”

Tumpah sudah air mata yang sedari tadi kutahan. Bagaimanapun, seorang ibu akan lebih sensitif bila itu mengenai kebahagiaan anak-anaknya. Begitu pun aku. Diri ini tidak boleh hanya memikirkan kebahagiaan diri sendiri dan lebih memprioritaskan Laras putriku.

Tante Ambar merengkuhku dalam pelukannya. Aku yakin, ia pun merasa terluka sama sepertiku. Beliau memang sudah menganggap diri ini seperti putrinya sendiri. Apalagi, setelah meninggalnya Ibu. Dan dengan adanya masalah yang menimpaku, akan membuat dirinya kepikiran.

“Kamu benar, Ras. Ini ujian pernikahanmu dari Allah. Kamu harus kuat. Mengeluhkan kepada-Nya. Curhat sama Allah. Mintalah jalan agar kamu bisa melewati masalah ini dengan lapang dada. Terus, bicarakan semuanya dengan Ezran empat mata secara baik-baik tanpa emosi.  Setelah itu, kamu bisa memutuskan untuk tetap bertahan atau memilih berpisah,”

“Perceraian itu hukumnya dilarang dalam Islam, karena itu semua salah satu tipu daya iblis untuk menggoda manusia. Tujuan utama iblis ialah membuat pasangan suami istri bercerai. Sebagaimana kata HR  Muslim IV/2167 no 2813 berkata:

“Aku telah melakukan begini dan begitu”. Iblis berkata, “Engkau sama sekali tidak melakukan sesuatu pun”. Kemudian datang yang lain lagi dan berkata, “Aku tidak meninggalkannya (untuk digoda) hingga aku berhasil memisahkan antara dia dan istrinya. Maka Iblis pun mendekatinya dan berkata, “Sungguh hebat (setan) seperti engkau,” papar Tante Ambar.

“Meski beberapa kasus memperbolehkan perceraian. Bahkan, menjadi wajib bila pasangan musyrik dan murtad. Namun, apabila istri bersabar terhadap akhlak buruk suaminya, maka kesudahan yang baik baginya,” Lanjutnya kembali, membuatku seakan mendapatkan oase di tengah gersangnya hati.

Aku mengangguk. Teramat bersyukur, ketika mendapatkan masalah seperti ini, masih ada keluarga yang menguatkan dan memberikan wejangannya. Diri ini tidak membayangkan bagaimana para wanita yang sudah tidak memiliki keluarga menghadapi hal sama sepertiku saat ini.

Berjam-jam mengobrol dengan Tante Ambar sedikit membuat hati ini merasa tenang kembali. Mungkin dengan membicarakan semuanya baik-baik bersama Mas Ezran akan membuat masalah kami bisa teratasi. Kekuatanku satu-satunya di sini adalah Laras. Aku harus kuat apa pun kemungkinan kedepannya. Baik atau buruk, aku harus siap menghadapinya.

Terdengar suara salam dari luar rumah Tante Ambar. Rupanya, Laras sudah pulang dari sekolah. Aku memang sudah menghubungi putriku itu agar menyusul ke sini sepulang sekolah, mengingat di rumah tidak ada siapa-siapa. Mbak Siti pasti sudah kembali ke rumahnya karena ini sudah mulai sore. Untuk Mas Ezran, aku sama sekali belum memberitahukan keberadaanku kepadanya. Biarlah, diri ini hanya ingin memiliki waktu untuk menenangkan pikiran saja.

Laras mencium takjub tanganku dan Tante Ambar secara bergantian. Senyum cerah tercetak dari wajah ayunya. Sekelebat pikiran ini membayangkan bagaimana jadinya jika putriku tahu pengkhianatan sang Ayah. Apa ia masih bisa tertawa seperti ini?

Lebih Baik TanpamuWhere stories live. Discover now