5

403 58 14
                                    

Elvagso berdiri depan lemari pendinginnya yang terbuka, menampakkan sebuah apel, susu, dan air mineral. Pria itu melirik jam dinding. Pukul sembilan malam, dan ia belum makan. Belanja bulanan adalah pekerjaan yang melelahkan jika dilakukan sendirian, lagi pula ia harus mengirit untuk satu bulan ke depan. Gajinya baru mencair di tanggal lima, masih harus menunggu dua minggu lagi.

Pria itu terlalu tinggi harga diri jika harus memberi tahu apa yang telah ia alami ke orang tua angkatnya. Ayah dan ibunya di sana hanya tahu, bahwa Elvagso tak jadi menikah, dan ingin mengajar di Korea Selatan. Hanya sebatas batal menikah saja, sudah membuat ibunya terkejut bukan main, bagaimana jika mengetahui bahwa calon menantunya justru melarikan uangnya. Mungkin ibunya sudah pingsan di tempat.

Akhirnya dengan niat yang bulat, akibat perut keroncongan. Elvagso keluar rumah untuk mencari makanan, entah itu di tenda-tenda yang menjual soondae, atau tteokbokki. Tapi sayangnya di dekat apartemen miliknya, tidak ada tenda kaki lima yang menjual makanan, hanya ada sebuah resto makanan cepat saji. Lagi-lagi, ayam.

Kenapa orang Korea sangat suka ayam? Padahal selama di Portofino, Elvagso mengatur sekali pola makannya, dengan makan ikan, keju, dan daging sapi. Kali ini di Korea, tidak. Sangat mudah menemukan ayam, dan murah.

Elvagso tak membawa kacamatanya, sial sekali jadi kesulitan membaca menu nantinya. Tapi pasti di sana ada pramusaji yang siap membantunya. Akhirnya dengan keberanian, akhirnya pria itu masuk.

"Selamat datang, di Pok-pok Chikin!"

Elvagso tak asing dengan suara itu.

Benar saja, walau sulit membaca tulisan, matanya masih cukup jelas melihat wajah si penanggung jawab kelasnya yang sangat bulat itu.

"Kau lagi," celetuk Elvagso, tanpa ragu.

Ranna memutar bola matanya. Jengah rasanya. Memangnya hanya dia saja yang bisa muak? Ranna juga bisa, bahkan jika meludahi wajah orang tidaklah dosa, mungkin ia sudah meludahi sir El yang terhormat.

"Karena kami sebentar lagi akan tutup, maka hanya bisa memesan take away, Tuan," ucap Ranna.

Elvagso tak menjawab. Pria itu sibuk menerawang apa yang ada di menu. Lagi-lagi, ia enggan meminta tolong ke orang yang pernah bermasalah dengannya.

Karena Elvagso tak kunjung memesan, dan sejak tadi hanya diam sembari menatap menu, itu membuat Ranna kelelahan. Seperti menunggu sesuatu yang tak pasti.

"Apakah anda memerlukan bantuan?"

Lagi-lagi, Ranna tak didengar.

Ranna menarik napas. Ia mempunyai cara lain agar pria itu mendengarkannya.

"Tuan, kami ada promo untuk malam ini, dengan membeli paket empat drum stick, akan mendapatkan jumeokbap, dan dua cola dengan potongan tiga puluh persen, bagi yang memiliki member tetap," ucap Ranna.

Elvagso menatap Ranna. "Aku tak punya member itu," ucap Elvagso.

Sudah kuduga, ya semua orang akan tergiur dengan potongan harga.

"Mau saya buatkan? Keuntungan menjadi member kami adalah selalu mendapat potongan sepuluh persen di setiap pembeliannya," jelas Ranna.

Elvagso mengangguk. "Oke."

Heol. Mau juga akhirnya.

"Baiklah, kalau begitu ..." Ranna mengambil sebuah kertas dan pena, lalu menyerahkannya kepada Elvagso. "Tolong isi data di sini untuk bisa melakukan pendaftarannya, Tuan," ucap Ranna.

Elvagso melirik kertas tersebut, dan mengebalikan kertas itu ke Ranna. "Aku tak membawa kacamata," ucap Elvagso.

Ranna menatap kertas tersebut dan Elvagso bergantian.

"Baiklah akan saya bantu dalam mengisi," ucap Ranna.

Jika membutuhkan bantuan, setidaknya mintalah pertolongan.

"Nama?" tanya Ranna.

"Apakah kau melupakan nama dosenmu, Nona?" tanya Elvagso, yang membuat Ranna diam.

"Nomor telepon?" tanya Ranna lagi.

"Memangnya kau tak menyimpan nomor dosenmu?" sahut Elvagso lagi.

Ranna memeremat pena di tangannya. Ingin rasanya melubangi hidung Elvagso hingga menjadi tiga lubang.

"Maaf, Tuan. Saya sedang tidak memegang ponsel jika bekerja. Jadi, tolong kerjasamanya," ucap Ranna, dengan nada paling ramah, padahal di dalam hatinya sudah ingin memaki, menyumpahi Elvagso dengan banyak cacian.

"Delapan dua satu dua tiga lima enam tujuh empat delapan sembilan. Hapalkan itu, sangat mudah. Memangnya kau sebodoh apa sampai nomor semudah itu tak bisa kau ingat," ucap Elvagso.

Memangnya kau ini siapa, tuan sok hebat?

Ranna pun membuatkan Elvagso kartu member dengan cepat, tak tahan berlama-lamaan dengan pria tak berhati nurani.

Ketika kartu membernya sudah jadi, Ranna pun menyerahkan kepada Elvagso. "Ini, Tuan kartunya," ucap Ranna.

"Oke, terima kasih," ucap Elvagso begitu menerima kartu member toko ayamnya sudah jadi. Itu adalah kartu pertama Elvagso di Korea.

"Empat drum stick, jumeokbap, dan dua cola. Apakah ada tambahan lain?" tanya Ranna, dan dijawab dengan gelengan oleh Elvagso. "Semuanya lima belas ribu won, ingin menggunakan kartu kredit, atau cash?"

"Kartu kredit," ucap Elvagso, kemudian mengeluarkan dompetnya.

Ranna agak menyesal mengambil sift malam, tapi apalah daya jika ingin memiliki bayaran tinggi, maka bertugas malam hari kuncinya.

Dengan cekatan dan tanpa pakai lama, walau hanya seorang diri menjaga kasir sekaligus menyajikan makanan, bukanlah hal yang sulit. Asalkan tidak berurusan dengan cucian, dan bersih-bersih, masih bisa ditoleransi rasa lelahnya.

Dari jauh, meja pelanggan. Elvagso memperhatikan Ranna, yang sedari tadi mondar-mandir menyiapkan pesanannya. Tokonya tidak terlalu ramai, tapi juga tidak sepi. Hanya ada dia, dan tiga meja yang berisi pelanggan.

Alarm di meja Elvagso pun bergetar. Pria itu pun mendatangi Ranna untuk mengambil pesanannya.

"Selamat menikmati!" ucap Ranna. Akhirnya setelah ini pria sombong di hadapannya akan pergi.

Elvagso mengangguk, dan mengambil paper bag berisi makanan. Namun, setelah itu, Elvagso membuka, dan mengeluarkan dua kaleng cola, lalu meletakkannya di hadapan Ranna.

"Untukmu. Aku tak biasa minum minuman berkarbonasi," ucap Elvagso, yang kemudian pergi meninggalkan Ranna.

Ranna tersenyum miring. Ia menatap punggung Elvagso yang meninggalkan tokonya itu. Bingung dengan perilaku dosennya itu.

"Apa ini? Apakah ini yang disebut keseimbangan? Setelah melakukan dosa haruslah melakukan kebaikan? Wah ... mungkin malaikat saja kerepotan dalam mencatat perbuatannya," ucap Ranna.

***

Elvagso berjalan sembari menikmati angin malam. Ia beberapa kali memikirkan Ranna di tempat kerja.

"Aku kira jika sudah berkuliah di tempat yang bagus akan membuat semuanya mudah. Rupanya tidak," gumam Elvagso.

Ia jadi mengingat perkataan Ranna ketika awal bertemu, yang mengatakan secara tidak langsung bahwa ia juga tertipu oleh Raeun.

Apakah mungkin karena apartemen, sehingga membuat gadis itu bekerja malam-malam? batin Elvagso.

***

Meanwhile Ranna: Kembung minum 2 kaleng cola 😭

Drum stick itu paha ayam ygy, yg kesukaannya upin ipin. Nah kalo jummeokbap itu nasi dikepal bulet biasanya dicampur rumput laut atau sayur.

YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang