Chapter 06

371 79 10
                                    

Pertemuan rahasia berlanjut malam itu di antara mereka. Seringkali pada tengah malam bahkan lebih larut dari itu. Lan Wangji dan Wei Wuxian memilih berjalan, menyebrangi hutan dan dataran kelabu. Keduanya bertemu dan bicara dalam patah-patah kata singkat. Memikirkan betapa salahnya tindakan mereka. Kemudian kala momen semakin intim, saat keduanya mulai berbagi isi hati dan harapan yang terpendam, mereka berpikir betapa benarnya tindakan ini.

Saat cahaya fajar mendekat, mereka berpisah. Meninggalkan rahasia pada rembulan dan angin malam. Hanya ada mereka, teriring kesunyian, dan bagaimana gumpalan kabut perlahan merangkum bayangan mimpi-mimpi mereka yang sederhana.

Malam itu, pertemuan mereka yang ke sekian kalinya. Hari terakhir adalah penghujung musim semi, di mana keduanya bergerak ke tempat yang lebih nyaman untuk berlindung dari terpaan hujan deras di musim gugur.

Aliran sungai setenang malam-malam sebelumnya, dan segaris lembut cahaya bulan jatuh di permukaan air.

"Aku merasa semakin gelisah akhir-akhir ini, dan terus memikirkan tetua dan murid-murid perguruan," Lan Wangji mengawali pembicaraan.

"Bukankah tugas menyerahkan pusaka sudah dilaksanakan oleh mereka?" Wei Wuxian menyahut.

"Ya. Tetapi masalah pusaka raja adalah masalah yang cukup penting. Aku akan segera ditanyai tentang semua tindakanku. Jika tetua mengetahui aku membuang waktu di sini bersama seorang mantan ketua bandit, kapan saja aku bisa dikirim ke kuburanku."

"Itu berarti kau harus segera mengungkapkan kenyataan yang sebenarnya," Wei Wuxian berkata tanpa keraguan, seperti selama ini dia selalu bersikap.

Lan Wangji mendesah berat. Ada segulung kesedihan yang menekan dalam suara dan tingkah lakunya yang membuat Wei Wuxian tersentuh.

"Katakan apa yang harus kulakukan?" Dia bertanya setelah selesai bergulat dengan pikiran yang pelik.

"Tidak ada," jawab Wei Wuxian. "Kau hanya bisa menunggu mereka datang kemari untuk menemukanmu."

Lan Wangji menggeleng bingung, wajahnya memucat dalam pantulan sinar bulan.

"Itu sulit bagiku. Kau tahu aku seorang pejuang yang membela keadilan. Tidak seharusnya aku dekat denganmu, sebaliknya mungkin aku harus... "

Wei Wuxian tahu apa lanjutan kalimat terputus itu. Lagi pula sejak awal dia tidak berani terlalu berharap. Pada akhirnya ini mungkin akan menjadi kisah yang berujung perpisahan.

"Kita lupakan saja hal itu, Lan Zhan. Mungkin tak banyak lagi waktu tersisa untuk kita bisa bertemu secara rahasia seperti sekarang."

Wei Wuxian menempelkan telapak tangannya di wajah licin dan dingin milik Lan Wangji. Keduanya bertatapan lama, kegelisahan menenggelamkan mereka dalam kesunyian. Wei Wuxian berpikir mungkin sudah tiba waktunya untuk berpisah. Kemungkinan besar, Lan Wangji akan melupakannya dengan cepat begitu kembali ke perguruan nanti.

Selarik perasaan melankolis mulai muncul menyergap jiwa barbarnya. Nasib mereka tak memberi kesempatan bagi sebuah hubungan yang lebih intim.

Perlahan-lahan Wei Wuxian menjatuhkan kepalanya pada bahu Lan Wangji. Tatapan mereka searah, menatap bayangan bulan, seakan menyaksikan pantulan wajah masing-masing di sana.

"Ngomong-ngomong, di mana letak perguruan Malam Putih?" Wei Wuxian bersuara, lelah dengan kesunyian. Tidak mengizinkan waktu begitu cepat berlalu tanpa melakukan atau membicarakan apa-apa.

"Di lereng gunung Karang Putih. Kupikir, sudah saatnya aku meninggalkan lembah ini. Dengan begitu, bebanmu mungkin akan berkurang. Aku akan mengabaikan bahwa kau mantan ketua bandit dan tak akan mengerahkan pasukan untuk menangkapmu."

𝐌𝐞𝐥𝐨𝐝𝐲 𝐨𝐟 𝐓𝐡𝐞 𝐍𝐢𝐠𝐡𝐭 (𝐖𝐚𝐧𝐠𝐱𝐢𝐚𝐧) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang