༃ֱ֒𝗣𝗶𝗴𝗺𝗲𝗻㌤

260 22 3
                                    

*ૢMadness x readers*

FYI: • Lanjutan Chapter 14• Panjang (3339 kata)• Romance? Idk

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

FYI:
• Lanjutan Chapter 14
• Panjang (3339 kata)
• Romance? Idk..
• Req by @palamu_kupepengshot

Theme: Paradise..
Inspiration by—

Bon appétit~
💡"Hiding under the light"🧺

****

Belum lama ini, aku sedikit memahami arti dari kesepian. Mereka yang aku lihat dari jauh, selama ini melintas disekitarku. Rombongan anak muda, canda tawa menarik perhatian banyak orang, aku bisa dengar percakapan mereka tanpa perlu menguping.

"Bodoh banget sih, untung gak kena, ya kan?" Dua kawan lainnya mengangguk, tersenyum konyol.

"Tolol sih, jalan aja masih tersandung. Jadi apa gunanya dua mata itu?" Sahutnya sebelum tertawa, dia menepuk bahu kawannya.

"Ups.. sudah empat lho matanya."

Entah apa yang mereka bicarakan sampai tidak sadar suara mereka mengganggu orang lain disini. Salah satunya aku, iya, aku cukup terganggu dengan suara berat mereka yang bergema dicafe ini. Konsentrasiku jadi hilang untuk sesaat dan membuyarkan kata-kata yang sudah aku susun sebelumnya.

Layar laptop masih menampilkan dialog selanjutnya, aku termenung sambil memainkan keyboard.

Secangkir kopi dingin dimeja, bersama roti tawar yang sudah diolesi mentega. Tadi aku pesan kopi panas sebelum cari tempat duduk, sedangkan roti tawar tidak termasuk biaya. Mereka memberinya secara gratis, sebagai teman minum kopi.

Aku menyeruput kopi, meringankan pikiran. Kening yang berkerut kembali datar, bau kopi menyerbak dipenciuman. Dalam sekejap energiku terisi, melegakan saat rasa pahitnya tertinggal dilidah, seolah ingin dikenang.

"Haa..," Namun tidak berlangsung lama, dari jauh aku bisa lihat rombongan anak remaja itu melirikku. Senyum konyol mereka merusak penglihatan aku, apa mereka tidak tahu itu? Padahal aku sudah mengerut dahiku ketika bertatapan sama mereka.

"Halo..," Atau mungkin mereka mengira aku hanya malu untuk mengungkapkan perasaanku. Sehingga salah satu dari mereka datang menghampiriku, berlagak paling keren.

Ah, sungguh ini merepotkan. Semua sudah terpampang jelas diraut wajahku, tapi kenapa anak ini cukup bodoh untuk tidak mengerti maksud dari dahi yang berkerut?

Tidak perlu bicara, bahkan aku tidak selera menghirup udara yang sudah tercemar Karbondioksida dari anak ini.

"Anu.. boleh kenalan?" Rambut berminyak itu diusapnya gugup.

COLOURWhere stories live. Discover now