Bittersweet 3

32 9 0
                                    

~♪~

Motor besar milik Jo berhenti tepat di depan ruko bertuliskan rumah makan. Jo mematikan motornya, sementara Maura turun dengan tergesa-gesa. Tak lama, wanita paruh baya keluar dari rumah makan itu.

"Kamu kemana aja? Bunda khawatir."

"Maaf bunda, Ara telat karena rapat OSIS." Gadis itu milik kedalam, "ayah?"

"Ayah katanya lembur hari ini."

Akhirnya Maura dapat bernafas lega.

"Itu siapa? Pacar kamu bukan yang ini kayaknya." Tanya Bu Dewi pada putrinya, matanya melirik pada pemuda tampan bertubuh tegap yang berdiri di samping motornya. Lelaki itu telihat canggung.

"Ah bukan, ini...." Maura menggerakkan matanya, mengisyaratkan Jo agar mengenalkan diri. Lagi pula Maura tidak tahu nama lelaki itu, bertemu saja baru beberapa menit yang lalu, dengan insiden yang tak terduga.

"Jonathan tante, temennya Maura." Ucap Jo dengan lembut.

Disebelahnya, Maura melotot. Teman katanya? Bertemu saja belum sampai dua jam, enteng sekali mulut lelaki itu setelah apa yang dia lakukan pada handphone nya. Maura menghela nafas pel an, dia juga harus tau diri, kalau bukan Jo yang mengantarnya pulang, mungkin saja sekarang dia berada di halte menunggu bus datang satu jam kemudian.

"Oh gitu, masuk dulu, nak. Makasih udah nganterin Maura, ya." Ucap bu Dewi menuntun Jo kedalam, Jo yang tak sempat protes hanya pasrah mengikuti arahan bu Dewi yang menyuruhnya duduk di salah satu meja di sana.

Maura yang melihat kelakuan bundanya hanya menghela nafas pelan, ini bukan pertama kali. Bahkan saat Rafael mengantarnya pulang, bundanya juga memperlakukan hal yang sama hingga Maura tidak enak hati melihat ekspresi Rafael yang tidak nyaman.

Bu Dewi membawa beberapa beberapa pairing berisi lauk pauk, terakhir nasi dan piring kosong. Jo sempat meringis melihat Bu Dewi menumpuk lauk dengan satu tangan, harap-harap cemas agar tidak jatuh saat wanita itu menurunkan satu persatu.

"Silahkan dimakan," ucap Bu Dewi pada Jo yang masih cengo.

"Makasih tante, tapi ini....." Jo masih speechless dengan hidangan yang tersaji, lagi pula ia tidak terlalu lapar. Tapi melihat wajah antusias bu Dewi membuatnya berpikir seribu kali untuk menolak.

"Gapapa, jangan sungkan. makan aja."

Jo tersenyum canggung dan mengangguk.

****

Maura turun dengan pakaian santai dan rambut yang digerai yang belum kering sepenuhnya. Saat tepat berada di bawah–karena rumah dan toko nya menyatu–ia dapat melihat lelaki yang mengantarnya pulang tadi sedang bencengkrama dengan ibunya, entah apa yang dibicarakan sehingga sang Ibu tak menyadari ada pelanggan yang datang. Tapi setelahnya, sang ibunda akhirnya sadar dan segera meninggalkan Jo untuk melayani pelanggan.

Maura berjalan ke arah Jo.

"Sorry, bunda gue bikin lo ga nyaman, ya?"

Jo menoleh, ia terkesiap. Maura tampak fresh dengan pakaian santai dan rambutnya yang setengah kering. Bukan gadis berwajah panik dan merah saat membentaknya, bukan pula gadis yang berkeringat karena berlari disepanjang trotoar. Ia tampak jauh lebih baik, tapi tak dapat dipungkiri kalau gadis itu memang cantik.

"Enggak, bunda lo orangnya seru."

Maura mengambil tempat di depan Jo. Canggung. Tak biasanya ia seperti ini. Diantara teman-temannya, Maura lah yang cepat akrab dengan orang lain karena memang kepribadian nya yang easy-going. Tapi kenapa berbeda saat bersama lelaki yang ada di hadapannya ini.

Tiba-tiba, Jo menadahkan tangannya. "Mana?"

"Apanya?" Tanya Maura bingung.

"Handphone lo. Bukannya mati?"

"Iya, terus?"

"Biar gue perbaiki, lagi pula salah gue nabrak lo sampai hp lo rusak."

"Gapapa," gadis itu menghela nafasnya pelan, ia juga bingung bagaimana cara memperbaiki ponselnya itu. Biaya nya pasti mahal, juga ia tidak berniat sedikitpun untuk meminta bantuan be bu Dewi. "Gue juga salah nggak liat jalan, dan maaf ngebentak lo tadi."

"Gue maafin asal lo mau nerima bantuan gue," Keukeh Jo. "Gue yakin lo ga bakal bilang ini ke bunda lo."

Tepat sasaran. Maura tampak menimang sejenak menatap mata tajam itu yang menatapnya teduh, berbeda saat pertama kali mereka berkontak mata saat di kantin. Gadis berambut sebahu itu lantas berdiri dan meninggalkan Jo yang tersenyum penuh kemenangan.

****

"Udah siap?"

"Sudah!" Seru Nara dari belakang, ia lantas menepuk bahu sang kekasih. "Jalan bang."

"Siap neng, sesuai aplikasi ya." Sahut Rei membuat Nara terkikik geli.

"Kenapa belum jalan?" Tanya Nara.

"Motornya nggak bisa jalan kalau belum di peluk."

"Ihh, modus." Nara lantas menoyor kepala Rei, lelaki itu bisa saja memcari kesempatan. Tapi tak khayal Nara langsung melingkarkan tangannya dipinggang Reyhan.

Rei tersenyum saat merasakan sang gadis memeluknya dari belakang. Ia mulai menjalankan motor, menyusuri jalanan ibu kota yang tampak ramai semkipun sudah malam.

Vespa milik Rei berhenti tepat di lampu merah, lelaki itu menyentuh tangan Nara yang masih melingkarkan diperutnya, memberikan kehangatan saat merasakan tangan gadis itu yang dingin.

"Mau makan dulu?" Tanya Rei pada Nara.

"Mau."

"Ayam bakar?"

"Kok kamu tau kalau aku lagi mau makan itu?" Tanya Nara agak terkejut.

"Apa yang aku tau soal kamu."

"Ihh, gombal."

Keduanya memang tidak peduli kalau menjadi pusat perhatian orang-orang yang berada di sana. Dunia serasa milik berdua memang cocok untuk mereka.

Nara menyandarkan kepalanya di pundak Rei, tetapi matanya tak sengaja menangkap motor yang ia kenali berada di depan tak jauh dari tempatnya. Nara lantas menepuk bahu sang kekasih.

"Rei, bukannya itu motor kak Sean?"

Rei mengikuti arah yang ditunjuk Nara.

"Iya, itu emang motor Sean."

"Dia bonceng siapa?"

"Maura?"

"Bukan, tas Maura warnanya coklat."

"Terus itu–" tak sempat melanjutkan, lampu sudah berganti hijau membuat beberapa kendaraan mulai melaju, termasuk motor yang mereka duga adalah Sean.

"Rei, ikuti mereka!"

****

"Makasih, gue berhutang banyak sama lo hari ini," ucap Maura melihat Jo memakai helm.

"Kalau begitu lo harus bayar, nggak ada yang gratis di dunia ini."

"Gue akan bayar, lo bilang aja berapa biaya nya," ucap gadis itu sungguh-sungguh.

"Gue nggak bilang tentang uang." Jo mulai menghidupkan mesin motornya.

"Maksudnya?" Bingung Maura.

Jo hanya mengangkat sudut bibirnya saat melihat wajah kebingungan itu.

Setelah membelokan motor, ia lantas berkata, "btw nama gue Jo, Jonathan. Kelas sepuluh IPS-2, lo bisa mampir kalau mau tau kondisi hp lo."

Lelaki itu pamit, menjalankan motornya menembus dinginnya angin malam. Ia sempat melihat wajah milik Maura lewat kaca sepion sebelum akhirnya motornya berbelok saat penikungan. Berharap wajah itu bisa muncul di mimpinya, bukan mimpi buruk yang setiap malam menghantuinya.

~♪~

BITTERSWEETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang