Dawai Viola Allegra

22 3 0
                                    

Seperti sebuah kehidupan dalam mimpi, Dawai menyaksikan kembali kisah masa kecilnya. Meski dulu, dia begitu menderita, dia tetap mampu tersenyum dengan manis.

"Dawai Viola Allegra, satu kesatuan yang tidak akan bisa terpisahkan. Dawai Viola Allegra, kalau kata Mama nama yang seindah wajah dan sesempurna jiwa," tutur gadis bermata bulat dan penuh binar kepolosan.

Dawai terdiam, melihat bagaimana senyum itu begitu murni, tanpa paksaan. Mata indah yang tanpa emosi, ketakutan trauma atau bahkan rasa benci pada diri sendiri. Hanya ada gadis kecil, yang begitu kuat dan dewasa dalam berpikir.

"Apa gue bisa kembali seperti dulu?" gumam Dawai, begitu merindukan dirinya yang dulu. Dia yang mudah tersenyum, memiliki wajah sempurna yang teramat dia cintai, memiliki jiwa yang sekuat baja dan hati yang setegar karang, tidak roboh meski terus diterjang oleh masalah.

"Gue lemah, sekarang," Dawai menundukkan wajahnya.

"Jangan menunduk, ini adalah diri lo, Dawai Viola Allegra, satu kesatuan yang tidak akan pernah terpisahkan. Lo bisa sembuh, hanya saat lo menginginkan itu," tutur seseorang yang begitu mirip dengannya, atau mungkin itu dirinya? Bedanya, rambut orang itu lebih pendek dan sebagian berwarna pirang.

"Lo?"

"Viola Allegra, tameng lo selama ini," Dan pada akhirnya, Dawai menemukan sosok dirinya yang pernah hilang, dan membentuk pribadi baru tanpa sepengetahuannya.

Matanya gadis itu akhirnya terbuka, menyesuaikan cahaya yang masuk ke retinanya. Dia sudah kehilangan sosok alternatif itu, atau mungkin mereka hanya menyatu dan mengembalikan dirinya yang dulu?

"Nak, akhirnya kamu bangun juga. Mama benar-benar khawatir," Miley memeluk erat tubuhnya. Dawai masih terdiam, berusaha mencerna berbagai hal dalam pikirannya.

Mata bulat Dawai menangkap kelima saudaranya yang berdiri dengan raut tidak kalah cemas, termasuk Saga?

Saga berjalan mendekat, menimbulkan rasa was-was.

"Abang minta maaf," Perkataan Saga seolah menjadi jawaban atas pertanyaan Dawai, juga mimpi singkat dengan pribadi alternatif tersebut.

"Mereka sudah pergi. Kini, tersisa Dawai yang mungkin tidak akan bisa kalian terima. Bukan putri matahari yang polos atau Viola yang bisa menjaga dirinya sendiri. Maaf," gumam Dawai, meremas selimut yang menutupi kakinya.

Berbagai pemikiran buruk mulai menghampirinya. Bagaimana dia bisa menghadapi dunianya sendiri.

"Mereka tidak pernah pergi. Mereka hanya melebur dan menjadi diri kamu yang dulu. Sekarang, bagian kamu adalah menjadi diri kamu sendiri, dan mencintai apa yang ada pada kamu saat ini," jelas Caroline tersenyum hangat. Senyum itu begitu lembut dan menenangkan.

Caroline benar, jika kita tidak bisa menerima diri sendiri dan mencintainya apa adanya, bagaimana kita bisa percaya orang lain bisa mencinta kita?

Pintu ruangan kembali terbuka, sosok Rega muncul dari sana. Wajah pria itu tidak kalah kacau, lebam dan memar memenuhi wajahnya. Dawai mulai bertanya, sebanyak apa hal yang sudah dia lewatkan.

Dawai menghela napas.

"Apa pun itu, gue harus tetap bertanggung jawab atas perbuatan gue beberapa tahun lalu. Papa meninggal karena gue, jadi.." Dawai merasa sesaknya semakin menjadi.

Saga menggeleng kuat, menggenggam kedua tangan saudarinya. Mata Saga tampak berkaca-kaca.

"Kamu gak salah. maaf karena Abang terlalu naif, menyalahkan kamu atas semua ini. Maaf, Abang gak bisa menjaga kamu dengan baik. Kamu pasti tersiksa selama ini," tutur Saga, seolah kembali menjadi saudara yang sangat mencintai Dawai, seperti dulu.

Dawai masih kesulitan menerima segalanya. Dia tetap salah, apa pun alasannya.

"Kamu akan mendapat hukuman sesuai permintaan kamu. Jadi, selama sebulan ke depan, kamu tidak boleh bebas ke mana-mana, harus lapor satu kali dalam sehari. Anggap aja sebagai tahanan rumah," jelas Zayn akhirnya.

Itu akan lebih baik, daripada Dawai terus merasa bersalah.

"Hanya sebulan?"

"Mau selamanya?' tanya Walton terkekeh, suasana mulai mencair. Dawai menggeleng dengan polos, dia juga tidak ingin terjebak terus menerus.

"Jadi? Mau memaafkan Abang?" tanya Saga tidak berharap begitu banyak. Dia juga pantas menerima hukuman yang setimpal.

Dawai terlihat berpikir, mata bulatnya kini tidak lagi menggambarkan kesedihan seperti dulu.

"Abang harus menuruti semua keinginan princess selama sebulan ke depan, gimana?" tawar Dawai, Saga mengangguk, mengacak rambut Dawai gemas. Astagah, dia sudah melewatkan banyak momen bersama Dawai.

..

Dawai tidak berhenti tertawa, melihat video teater di ponselnya. Kondisinya sudah membaik, begitu juga dengan kehidupan yang pernah berantakan.

"Fokus banget, sampai gue dicuekin. Gue cemburu loh, Wai," cibir Rega, sudah berada di ruangan itu sejak setengah jam yang lalu. Namun, tidak dianggap kehadirannya oleh Dawai.

"Wai, gue benar-benar rindu lo," gumam Rega, Dawai berhenti tertawa. Gadis itu menghela napas.

"Ga, beri gue waktu, ya. Beri gue waktu untuk mencintai dan menerima diri gue apa adanya, agar gue percaya kalau lo juga mencintai gue," tutur Dawai. Tugas dalam relationship itu ada dua yaitu, mencintai diri sendiri dan menerima pasangan kita dengan segala kekurangan maupun kelebihan yang dimiliki.

"Kalau gitu, izinkan gue mendampingi lo untuk itu. Kita punya kisah di masa lalu. Lo yang berhasil mencairkan kebekuan dan mengubah cara pandang gue terhadap dunia. Sekarang, tugas gue membantu lo untuk kembali menjadi diri lo yang dulu," Rega mengambil ponsel dari tangan Dawai, menggenggam tangan gadis itu.

Tatapan keduanya bertemu. Sama sekali tidak terlihat keraguan di mata Rega.

"Lo memang bukan snow white yang butuh pangeran untuk terlepas dari kutukan, tetapi lo adalah Dawai Viola Allegra, gadis yang secantik wajah dan jiwa yang sempurna, gadis yang sangat gue cintai," sambung Rega.

"Lo yakin?" Rega mengangguk dengan cepat, tidak lupa senyum yang terlukis sempurna di wajah pria itu.

Rega mengacak rambut Dawai, membuat bibir gadis itu menggerucut sempurna.

"Sini, biar gue rapikan," ucap Rega mulai meraapikan rambut pendek tersebut.

"Lo pernah bilang suka rambut legam gue yang panjang 'kan? Lalu bagaimana dengan sekarang?"

"Gue tetap mencintai lo, apalagi bibir salem lo yang manis itu," sahut Rega mengedipkan sebelah matanya.

Wajah Dawai memerah, Rega selalu saja berhasil membuat jantungnya bermasalah.

"Masih ingat awal pertemuan kita?" celetuk Rega membuat Dawai semakin ingin menghilang dari hadapan Rega saat itu juga.

Rega tertawa puas, melihat pipi Dawai yang kini semerah tomat. Pria itu menarik Dawai ke pelukannya, sungguh merindukan gadis itu.

"Sayang banget sih sama cewek satu ini," ucapnya tidak ragu sama sekali. Dawai menenggelamkan wajahnya di dada bidang Rega, akan lebih baik daripada Rega melihatnya merona.

Sementara dari balik pintu, seseorang tersenyum kecil melihat interaksi keduanya. Dia mengalah, meski masih berharap Dawai mengingat dirinya seperti Viola.

"Bahagia selalu, Dawai Viola Allegra. Lo berhak untuk itu," gumamnya, sebelum menutup kembali pintu tersebut dengan hati-hati.

Carion hanya salah satu tokoh dalam kisah masa lalu mereka, bukan pemeran utama yang akan menjadi pasangan bagi princess.

...END...

Bukan Snow White - SELESAIWhere stories live. Discover now