Bab 24

8K 805 24
                                    

Bab ini sama Bab sebelumnya itu sensitif, jadi, saya harap kalian bijak dalam menyikapinya.

*
"Jangan gila Elkan!"

Setelah itu aku mendengar suara tamparan yang begitu memekakkan telinga. Dengungannya bahkan sampai ke telingaku, meskipun bukan aku yang terkena tamparan tersebut.

"Masalahnya apa sama lo?" Desis suara berikutnya, sedangkan aku tetap mencuri dengar dari balik pintu dengan keringat dingin yang menjalari setiap pori, juga tubuh yang tak berhenti bergetar.

"Lo tanya apa masalahnya sama gue?" Pintu di depanku sedikit berderit, ketika dengan penuh kehati-hatian, aku mendorongnya.

"Pikir pakai otak lo berengsek!" Kembali, suara makian dari seorang perempuan terdengar. Kutempatkan kedua mata menatap lurus dari celah pintu yang terbuka kecil. Dan punggung seorang pria yang menjulang tinggi-lah, yang pertama mengisi penglihatanku.

Punggung itu terlihat sangat tegang, juga kedua telapak tangan yang terkepal di kedua sisi tubuhnya. Aku menebak bahwa dia tengah menahan amarah.

"Jangan—" dia menekan kata. "Pernah, ikut campur sama urusan gue."

Lalu hening, mencoba menggeser netra, ingin mengetahui identitas orang yang tengah berdebat tersebut, walaupun aku sudah menduga dan mengantongi satu nama.

Keheningan itu rasanya mencekam, aku sampai menahan napas. Takut suara helaannya terdengar sampai sana.

"Kan," suara perempuan itu mengecil, "dia adek lo, dia anak bokap lo juga."

Kepalan tangan itu semakin keras. "Persetan ..."

"Dia adek lo!" Bentak perempuan itu cepat, sebelum dia menyelesaikan kata. "Terima atau nggak, dia tetap adek lo, darah kalian sama. Dan bisa-bisanya lo lakuin itu sama dia."

"Daisy," suara laki-laki itu terdengar berat, bahkan geramannya terdengar penuh amarah ketika menyebutkan satu nama itu. "Gue bilang jangan ikut campur sama urusan gue."

"Persetan!" Daisy mengembalikan kata yang tadi dikeluarkan oleh laki-laki tersebut. Kemudian aku terkesiap ketika melihat tubuh jangkung itu terdorong ke belakang, lalu menemukan wajah sepupu perempuanku, yang memerah penuh amarah.

"Di mana hati sama otak lo, bangsat! Lo lecehin Delima."

Aku kembali terkesiap, kemudian menutup mulut, jadi tadi itu benar-benar terjadi, itu bukan mimpi. Cengkramanku pada handle pintu mengendur, kedua kakiku melangkah mundur. Lalu terduduk di atas lantai dengan tubuh bergetar, juga air mata yang entah sejak kapan menggenang.

"Apa lo nggak kasihan sama Lima? udah cukup Elkan, udah cukup penderitaan yang dia alami selama ini, bahkan keluarga kita yang seharusnya ngelindungi Lima, malah menjadi orang nomor satu yang bikin dia sengsara."

"Dan lo, atas kebencian yang nggak mendasar, malah mau nambah penderitaan dia dengan sikap bajingan lo itu!"

"Dia bukan adek gue!"

Air mataku semakin deras keluar.

"Dia adek lo, sekeras apa pun lo menyangkal dia tetap saudara lo. Dia juga korban Elkan, harusnya yang lo benci itu bukan Delima, tapi bokap lo sama selingkuhannya."

"Dia bukan adek gue ..."

"Lo gila Elkan." Sayup aku mendengar suara Daisy yang memelan. "Lo gila—"

"Gue emang gila!" Kemudian suara tinjuan pada tembok terdengar keras. Kututup mulutku, agar suara isakan tidak terdengar.

"Gue emang gila, dan cowok gila ini tergila-gila sama perempuan yang nggak pernah bisa gue miliki!"

Aku semakin tergugu, tak dapat menahan suara isakan yang keluar dari mulut, apa aku tidak salah mendengar, kenapa dia berkata seperti itu. Apa maksud perkataannya.

Remake ✓Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin