03 |Terlambat

783 62 3
                                    


.
.

Motor Haechan menepi di parkiran sekolah. Aku bergegas turun dan ingin lari menuju gedung sekolah, tetapi tangah Haechan lebih dahulu mencekal lengan jas sekolahku.

"Kau mau kemana huh?" tanyanya bingung.

"Ya ke kelas lah!" jawabku ketus. Aku sudah terlanjur kesal dengan anak ini karena saat perjalanan ke sekolah tadi Haechan membawa motornya dengan ugal-ugalan. Tentu aku yang berada di belakang jok motornya teterpa angin kencang hingga mengharuskan aku memeluk pinggangnya erat. Oh, jangan diingatkan lagi betapa ketakutannya aku tadi.

"Kau mau lewat sana Huang? Wah, itu kalau kau dengan senang hati mendapatkan hukuman dari anak-anak OSIS laknat itu." tunjuknya pada gerbang sekolah yang sudah terdapat barisan murid yang sedang berbaris untuk mencatatkan namanya pada buku pelanggaran sekolah. Ini mau tidak mau harus dapat hukuman ceritanya.

Aku pun bimbang sampai lenganku kembali ditarik Haechan keluar dari parkiran motor.

"Eoh? Kita mau kemana?" tanyaku bingung.

"Kau ini pelupa apa bagaimana? Kita lewat jalan yang biasa kita lewati sehari-hari."

Oh.. jangan bilang itu..

Haechan menarikku sampai ke belakang gedung sekolah.

"Kita lewat pagar belakang sekolah."

Sudah kuduga. Aku mengamati pagar itu lekat-lekat. Tingginya hampir 2 meter! Bagaimana caranya aku bisa melompati pagar itu?

"Ya! Mau sampai kapan kau berdiri disana!"

Teriakan Haechan membuyarkan lamunanku. Astaga! Dia sudah berada di dalam pagar sekolah. Dengan mudahnya ia memanjat pagar yang tingginya dua kali lipat dari tinggi badannya ini.

"Haechan.." kataku lirih, aku benar-benar tidak bisa memanjat. Melihat ketinggian pagar ini saja sudah membuatku pusing.

"Renjun ayo! Kau mau ditangkap para OSIS laknat itu?"

Benar juga. Aku lupa bahwa kedua anak ini terkenal berandalan di sekolah. Ya, di buku novel itu memang karakter mereka seperti ini. Jadi mungkin aku akan berakting layaknya seorang Huang Renjun yang berandalan. Itu yang kupikirkan saat ini.

Menghirup oksigen banyak-banyak, aku beranikan kaki dan tanganku untuk memanjat pagar ini. Setengah perjalanan beruntung masih mulus, aku baru tahu tubuh Renjun ini cukup ringan, jadi memudahkanku untuk memanjat pagar ini. Namun setelah sampai ke atas pagar, aku tiba-tiba kebingungan lagi. Ini cara turunnya bagaimana?

"Lompat saja Njun! Tidak sakit kok! Ayo cepat keburu para OSIS itu sampai!"

Seolah membaca isi pikiranku, Haechan berteriak lagi. Beneran tidak apa-apa kalau aku lompat? Memang sih di bawahnya rumput. Tapi itu kan tidak menjamin juga rumputnya empuk.

Teriakan Haechan terdengar lagi. Aku mau tidak mau lompat sambil berdoa dalam hati.

Bruk!

Parah, ini benar-benar parah! Kedua kakiku kram sejadi-jadinya karena saat mendarat aku menggunakan kedua kakiku untuk menahan berat badanku. Mana sesaat setelah aku melompat, pria itu segera menarikku dan membawaku berlari menyusuri lorong kelas guna menuju ke kelas kami berada. Sepertinya aku satu kelas dengan Haechan, kelas 11-3.

Selama acara berlari untungnya kami berdua tidak bertemu dengan anak-anak OSIS, dan beruntungnya lagi saat kami tiba di kelas, guru yang mengajar belum masuk. Oke, katakanlah kami sedang beruntung kali ini.

Aku segera meletakkan tasku di sandaran kursi dan menetralkan nafasku yang menderu akibat berlari barusan, begitu pula dengan Haechan. Oh ya, kami juga duduk sebangku rupanya. Aku merogoh tasku guna mengambil buku pelajaran dan juga menyalakan ponselku yang sedari tadi dimatikan.

"Oh ya Njun,"

Aku menoleh ke sumber suara. Itu Haechan yang panggil. Ia sedang menunggu proses loading game online yang akan ia mainkan di ponselnya.

"Kau hari ini aneh." ucapnya sambil menatap datar ke arahku.

"Aneh bagaimana?" tanyaku balik.

"Ya.. aneh saja. Tampilanmu hari ini tumben rapi, mau tobat kau?" katanya sambil menatapku dengan intens.

Memangnya tampilan Huang Renjun sehari-hari bagaimana? Aku melihat tampilan Haechan yang tidak sama sekali mencerminkan seorang siswa yang teladan. Rambut dicat, tidak memakai dasi, tidak memakai jas almamater, kemeja dibiarkan keluar, lengan baju digulung sampai siku. Berarti tampilan Renjun juga tidak jauh beda dengan temannya ini yang sekarang sedang asyik bermain game online.

Aku baru ingat, sekolah ini mempunyai peraturan yang cukup ketat perihal penampilan dan kelengkapan atribut sekolah. Aku menyentuh rambutku yang berwarna blonde, ini pasti kena! Oh.. siapkan mentalmu menghadapi apa yang akan terjadi selanjutnya.

Tidak lama guru yang mengajar jam pertama pun datang. Seperti dalam kehidupanku sebelumnya, sebelum aku terjebak dalam dunia ini, aku memperhatikan apa yang disampaikan oleh guru di depan sana. Berbeda dengan Haechan, ia malah asyik tidur di mejanya. Untung tempat duduk kami terlindung karena berada di bangku pojok paling belakang sebelah kiri dekat jendela. Tempat ini tidak terlalu terjamah penglihatan sang guru di depan.

Aku berpikir, sampai kapan aku terjebak dalam tubuh Renjun? Apakah aku harus mengikuti alur cerita dari buku biru itu? Ah buku itu! Aku mendapatkannya di perpustakaan sekolah! Setelah ini aku akan ke perpustakaan guna mencari buku itu dan melihat bagaimana alur cerita selanjutnya. Mungkin dengan cara itu aku bisa menemukan petunjuk untuk kembali ke duniaku semula, semoga saja.




***




Bel istirahat pun menggema seantaro sekolah, aku membereskan buku-buku di atas meja dan bersiap untuk pergi ke perpustakaan. Namun lagi-lagi lenganku ditarik si surai ungu itu, ia membawaku entah kemana yang malah ujung-ujungnya berakhir masuk ke dalam toilet pria. Tentunya aku terkejut. Ia merogoh saku celananya dan mengeluarkan benda yang paling aku benci. Iya rokok. Ia memantik sebatang rokok dan menyodorkan kotak rokok itu kehadapanku. Asap putih keluar dari belah bibir berbentuk hati itu.

"Tidak, aku tidak mau." tolakku. Masa iya aku merokok.

"Tumben? Biasanya ku tawari langsung mau."

"Lagi tidak ingin saja." ucapku mencari alasan lagi. Ia kembali menyimpan kotak rokoknya ke dalam saku celananya, dan menikmati asap nikotin itu mencemari paru-parunya. Jujur sekarang nafasku terasa sesak, mana toilet ini sempit lagi.

"Sudah ya Chan, aku mau pergi." pamitku pada Haechan yang tengah menyandarkan punggungnya ke dinding toilet.

"Mau kemana?" tanyanya sambil membuang abu rokoknya ke dalam wastafel.

"Aku mau ke perpustakaan sebentar."

Haechan terdiam sebentar, setelah itu ia tertawa cukup nyaring sambil menepuk-nepuk bahuku keras. Aku bingung, apa yang lucu dari perkataanku barusan?

"Astaga Njun, kamu mau membaca? Supaya kamu jadi pintar? Wah wah wah.. temanku ini sepertinya ingin tobat dari kehidupan berandalnya. Bapak bangga denganmu nak." ucapnya dengan nada mengejek.

Aku langsung meninju bahu kirinya dengan keras, ini juga balasan karena ia menepuk bahuku dengan kekuatan.

"Aku hanya ada keperluan sebentar, jangan berpikir aku akan seperti itu!" ucapku ketus. Ini terpaksa aku lakukan supaya Haechan tidak menaruh curiga terhadapku. Haechan pun menyudahi tawanya saat aku sudah membuka pintu toilet, namun sebelum aku benar-benar pergi dari sana Haechan berucap, "Kalau kau mencariku, aku ada di kantin tempat kita biasa nongkrong." Dan aku pun menanggapinya dengan deheman.




Tbc.




Vote and commentnya guys~

Terjebak dalam Tubuh Huang Renjun ft. NCT DREAM✓Donde viven las historias. Descúbrelo ahora