11 |Merajuk

390 43 1
                                    


.
.

Aku memperhatikan Haechan yang sedang memakai jaket kulitnya di atas jok motor Haechan sambil memeluk erat helm putih milikku dipangkuan.

Jadi setelah selesai kegiatan mengamuk di belakang gudang sekolah tadi, Haechan menarikku ke parkiran siswa bersiap untuk mengantarku pulang ke rumah.

Kumpulan kakak kelas yang membantu memisahkanku dengan Haechan entah apa yang mereka lakukan setelahnya aku tidak peduli.

Yang ada dipikiranku hanyalah pulang, pulang dan pulang.

"Cemberut amat mukanya." komentar pria itu sambil menyampirkan tasnya ke atas punggung. Aku tidak menggubris perkataannya. Permukaan helm lebih menarik dilihat daripada muka menyebalkan Haechan yang sekarang sudah berada di samping motornya dan meraih helm fullface yang ia sangkutkan di spion kanan motor.

"Ceritanya ngambek nih?"

Aku masih diam tak bergeming.

"Aku terkejut kenapa hari ini kau agak berbeda dari sebelumnya, aneh.."

Aku sontak gelagapan, namun sebisa mungkin kutahan agar tidak ketahuan.

"Apa kau sedang sakit jiwa? Kalau iya kita langsung pergi ke rumah sakit jiwa saja kalau begitu."

Aku melotot tajam ke arahnya. SAKIT JIWA APAAAN?

"Iya iya bercanda!" Haechan mengangkat jari tangannya membentuk peace. Hampir saja aku melemparkan helm di tanganku ke arah wajah tampannya.

Eh tampan? Yah.. lumayan.. mungkin.

Setelah helmnya terpasang pas di kepalanya, ia merebut helm di pangkuanku dan memasangkannya di kepalaku.

Aku hanya membiarkan saja tanpa protes sedikitpun, toh aku sudah capek marah-marah daritadi.

"Di antara kita berdua, ketahuan yang mana yang patut disebut sebagai anak kecil." ucapnya lagi setelah berhasil mengaitkan tali pengikat helm di bawah daguku. Aku masih betah diam dan sama sekali tidak ingin melihat wajahnya. Jujur saja rasa kesalku masih belum hilang.

"Sampai kapan kau mendiamiku seperti ini Njun?"

Krik krik krik

Haechan menghela nafas panjang melihatku yang masih enggan hanya untuk sekedar berbicara ataupun melihat ke arahnya barang sedetikpun.

Ia menaiki motornya dan menghidupkan mesinnya.

"Pegangan." perintahnya.

"Aish!"

Ia kesal karena daritadi perkataannya tidak kutanggapi. Secara tiba-tiba ia menarik kedua tanganku dan melingkarkan ke pinggangnya. Aku sontak ingin melepaskan, namun tangan kirinya menahan kedua tanganku tetap pada posisinya sedangkan tangan kanan ia gunakan untuk mengemudikan motornya.

Sepanjang perjalanan hanya kebisingan deru kendaraan di jalan yang menjadi backsound sore itu.




***




Sampai di rumah akhirnya aku benar-benar bisa beristirahat usai membersihkan diri dan menunggu makan malam disiapkan oleh bibi. Aku memakai kaos putih dilapisi sweater biru cerah, celana hitam di atas lutut dan kedua kakiku terbalut kaos kaki putih hampir mencapai lutut.

Sore tadi saat aku dan Haechan sudah tiba di rumahku, aku masih betah mendiamkannya. Tidak ada kata terimakasih atau maaf yang terucap sebagai salam perpisahan dengan Haechan.

Biarlah. Itu sebagai hukumanku untuknya karena sudah membuatku kesal seharian ini.

Aku mendaratkan bokongku di bangku meja belajar milik Renjun sambil memeriksa buku catatan pelajaran hari ini kalau-kalau ada tugas yang terlupakan.

Terjebak dalam Tubuh Huang Renjun ft. NCT DREAM✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang