Gado-Gado

380 56 38
                                    

Jeremy tertawa kecil di depan direktur cabang pusat, menanggapi lelucon tentang istrinya yang tidak pandai memasak. Kegiatan ini sebelumnya tidak pernah Jeremy bayangkan akan terjadi. Bertemu dengan direktur bukan lah angan-angan sembarangan.

Jika saja ia tidak dipromosikan naik jabatan menjadi GM, mungkin ia tidak bisa berada di posisi ini.

GM sebelumnya terpaksa mundur karena diketahui terlibat dalam penggelapan dana perusahaan. Kandidat paling potensial di tim itu hanya lah Jeremy. Karena itu lah ia di sini, di kantor pusat untuk merapatkan beberapa hal tentang pemindahtanganan jabatan.

Ketika ia dan para petinggi asyik bercengkerama ringan sebelum rapat dimulai, ponsel di saku celananya bergetar. Nama Clara di ponselnya membuat dirinya cepat-cepat meminta izin untuk keluar ruangan dan mengangkat panggilan.

"Ha—"

"Jer, bisa ngobrol bentar?"

Jeremy mengernyit. "Halo, Clar? Kenapa?"

"Aku mau ngobrol bentar, boleh ga?"

"Harus sekarang?"

"Iya."

Jeremy melirik ke balik kaca. Di sana peserta rapat mulai berdatangan, saling berjabat tangan. Sebentar lagi rapat akan dimulai.

"Nanti agak siangan gimana? Aku baru mau rapat, nanti ada istirahat sekitar jam 11."

"Oh, ya udah."

Suara parau Clara di seberang sana membuatnya tambah mengernyit. Ia merasa cemas.

"Sayang, dari suara kamu kedengeran lagi ga baik-baik aja."

Suara parau itu tergantikan oleh isakan kecil. Di seberang sana, Clara berusaha untuk menenangkan diri agar tidak menangis, namun gagal. Jeremy jadi tahu jika wanita itu tengah menangis.

"Iya. Mau peluk kamu, tapi kalo kamu sibuk gapapa."

Jeremy mengatur napasnya, berusaha untuk tidak panik dan profesional.

"Sayang, tunggu sebentar, ya? Aku nanti langsung keluar kalo udah selesai. Nanti kita makan siang bareng ya?"

"Hmm."

Jeremy melipat bibirnya ke dalam. Ingin sekali ia berlari menyongsong Clara dan memberikan pelukan saat itu juga. Namun nyatanya, ia kini tidak bisa meninggalkan rapat penting itu.

"Love you, jangan banyak mikir yang negatif-negatif dulu, kasian Cleo. Telpon Ibu kalo butuh temen ngobrol."

"Iya. Love you too."

"Aku kerja dulu ya."

"Iya, Jer. Semangat."

Setelah itu, panggilan ditutup oleh Clara. Membuat dada Jeremy tidak berhenti untuk merasa resah. Apa yang wanita itu tengah sembunyikan hingga sangat ingin bertemu dengannya?








***















Jeremy benar-benar menepati janjinya. Ia buru-buru ke rumah Clara setelah rapatnya selesai. Walaupun jarak antara kantor pusat dan rumah Clara sangat jauh, ia tidak peduli.

Seraya membawa dua bungkus gado-gado yang ia pesan lewat OB tadi, ia memencet bel pintu rumah Clara.

"Clar?" panggilnya seraya mengetuk pintu tersebut

Tak membutuhkan waktu lama untuk Jeremy menunggu. Clara membukakan pintu tersebut dan langsung menyambut Jeremy dengan pelukan yang sangat erat.

Tangan Jeremy yang menganggur itu mengusap kepala belakang Clara yang kini tengah menangis di dadanya. "Ssssh, kenapa, Sayang?" tanyanya lembut.

By The Irony Of FateWhere stories live. Discover now