Ke Puncak

304 41 7
                                    

Kekesalan Jeremy sirna setelah dirinya bangun di pagi hari. Tentu saja ia merasa kesal karena anak perempuannya itu mengganggu aktivitas nyarisnya bersama Clara semalam.

Tapi percaya lah, hanya dengan mendengar gelak tawa Cleo di pagi hari, semua dongkol di dadanya itu lenyap.

Pria itu turun dari kamar dengan menenteng tas laptopnya. Ia segera pergi ke meja makan di mana Clara saat ini tengah menata sarapan.

"Mana ketan cengeng itu? Bisa-bisanya semalem ganggu ayah sama bundanya. Padahal dikit lagi jadi."

Clara yang mendengar itu tertawa kecil. "Tuh, lagi senam di depan," ucapnya seraya menunjuk ke arah Cleo yang kini tengah mengikuti arahan senam di televisi bersama neneknya.

"Buset. Pake senam segala."

Jeremy meletakkan tasnya di kursi kemudian mengamati bagaimana manusia pendek itu melompat ke sana kemari seolah gerakannya benar. Sementara itu, Helena sesekali mengarahkan Cleo untuk mengangkat tangannya atau mengibaskan kakinya.

Jika saja sistem tubuhnya mendukung rasa gemasnya, ia mungkin sudah mimisan saking gemasnya. Kedua tangannya saling meremas, menahan diri untuk tidak meraih tubuh kecil itu dan menggigit pipi bulatnya.

Anak sekecil itu bisa membuat dirinya dan Clara gagal bercinta? Oh, ayo lah.

"Kamu tu kesel apa gemes? Ngliatinnya kaya harimau mau nerkam mangsa aja." Clara menepuk punggung Jeremy dari belakang.

Jeremy menoleh ke arah Clara. Di belakang Clara, seporsi roti dan telur telah tersaji di meja makan. Ia tahu bahwa itu sarapannya.

"Itu ketan kok bisa loncat-loncat sih," gumamnya seraya beranjak ke meja makan.

Clara kembali terkekeh. Ia tidak bisa tidak gemas dengan Jeremy yang menahan gemas dengan Cleo. Rasanya Jeremy yang seperti ini sangat menggemaskan melebihi Cleo.

Di saat Jeremy makan, ia mulai menyiapkan nasi dengan nuget dan brokoli untuk Cleo serta nasi dengan tumis pakcoy dan tempe goreng untuknya dan Helena. Masih Jeremy kagumi sosok Clara yang selalu bisa mengatur waktu untuk memasak berbagai menu di pagi hari.

Benar-benar istri idaman.

"Nanti jadi ke puncak, kan?" tanya Jeremy dengan hasil kunyahan yang tersimpan di pipi kirinya.

"Jadi." Clara menyahut, "Eh, tapi kalo kamu capek aku sama Mbak Galuh aja gapapa. Daripada aku yang dimusuhin kaya kemarin."

Jeremy menghentikan kunyahannya kemudian menjebikkan bibirnya.

"Ya ampun. Kan kita udah damai, Sayang. Aku dah bilang kok kalo ada janji, jadi ga lembur lagi."

"Beneran ga marah-marah?" Clara menggoda Jeremy.

"Iyaaa. Jewer aja kalo aku marah-marah."

"Kalo marah-marah padahal hampir dapet jatah, ya?"

"Kayaknya emang aku disuruh nunggu sampe honey moon baru bisa unboxing."

Jeremy mendengus kecil. Sudah dua kali ia gagal melakukannya dengan Clara. Mungkin efek mereka berada di satu atap dengan ibu Clara. Karena itu, mereka tidak begitu berani untuk melakukan hal itu.

"Padahal udah pernah diunboxing," gumam Clara seraya duduk di hadapan Jeremy.

Selalu seperti itu karena tempat di samping Jeremy hanya milik Cleo seorang.

"Beli paket apa kok di-unboxing?"

Tiba-tiba Helena menimbrung dengan Cleo yang berada di gendongannya.

By The Irony Of FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang