⏳26: Salah Dipilampah

88 13 4
                                    

|✧*。☆゚.*・。⊰⊹ฺ|






Januar terduduk lesu di halaman gedung fakultas. Kepalanya sungguh berat, pikirannya pun sangat rumit.

Untuk kesekian kalinya Januar gagal jadi ketua pelaksana acara di kampus. Terlalu percaya diri memang tidak baik. Januar katakan itu karena kasus dia memang seperti itu.

Dengan tegasnya dia mengiyakan dan percaya bahwa kali ini dia akan berhasil. Niatnya memperbaiki citra yang waktu dulu sempat rusak, tapi akhirnya malah sama, bahkan lebih parah.

Januar mencoreng nama baik dirinya juga fakultas, yang parahnya di depan bebagai pejabat daerah juga petinggi kampus.

Dan jelas, setelahnya dia dimarahi habis-habisan.

Di tambah ada barang penting berupa flashdisk hilang dan di temukan di dalam tas nya juga rekaman cctv yang perlihatkan Januar yang terakhir keluar dari ruangan dimana flashdisk itu disimpan.

Januar bersikeras membantah, tidak mungkin dia mencuri dan untuk apa juga. Tapi karena namanya sudah rusak, masalah ini dibawa ke rapat dosen. Dan Januar terancam dikeluarkan.

Januar takut pulang ke rumah. Si sulung itu terlalu malu tampakkan wajah didepan ayah apalagi bunda yang telah besarkan dia dengan baik tapi malah begini sikapnya.

Meski Januar tidak lakukan itu semua, tapi dia tetap tidak punya muka untuk pulang. Tapi, tepat di jam sepuluh ini sebuah Ayla merah di sebrang jalan sana buat Januar terpaksa beranjak.

Itu mobil bunda, saat kaca mobil terbuka orang didalamnya melambai dan perintahkan Januar agar masuk. Itu adalah bunda.

Tanpa bicara apa-apa lagi, bunda lajukan mobil. Dari ekspresinya, Januar yakin jika bunda telah tahu tentang apa yang dialami Januar, tapi berusaha ditutupi dengan senyum manisnya seperti biasa.

Lihat bunda disampingnya, Januar jadi salah fokus. Sudah lama Januar tidak disupiri seperti ini, apalagi sama bunda. Terakhir waktu Januar SMP, dan itu sudah enam tahun yang lalu. Januar rindu dan ingin mengulang masa itu.

Dua puluh menit perjalan berlalu, sekarang mobil sudah terparkir rapi dibelakang Pajero hitamnya ayah. Tapi sampai lima menit, bunda belum membuka pintu dan keluar dari mobil. Januar jadi was-was sendiri, apa bunda mau bicara?

Helaan nafas pelan terdengar, bunda menengok dan tatap putra sulungnya, "Abang langsung ke kamar ya? Abis mandi temui bunda di saung belakang."

Januar ngangguk pelan lalu ikuti bunda turun dari mobil.

Memasuki rumah, suasana nampak sepi. Tidak terdengar ribut seperti biasa. Kemana semuanya? Jangan-jangan semua orang tahu dan ikut marah ke Januar? Demi apapun, otak Januar sekarang penuh pikiran negatif tentang respon keluarganya.

"Aneth sama Nilla lagi belajar di kamarnya, Cece sama Eza udah tidur dari tadi. Kalo ayah belum pulang." Kata bunda seakan tahu isi pikirannya Januar.

Januar pamit buat ke kamarnya. Dan seperti kata bunda tadi, habis bersih juga wangi Januar langsung turun ke bawah terus melesat ke halaman belakang.

Aduh, Januar mau putar balik deh kayaknya. Di saung udah ada bunda dan... Ayah. Tapi yang jadi masalahnya, Januar takut ayah. Ekspresi ayah nggak bagus kalo dilihat dari sini, apa ayah lagi mau marah ya?

Okey, laki harus berani. Jadi Januar ayunkan langkah mendekat. Dan duduk waktu bunda tarik dia buat duduk tepat disebelah satu-satunya wanita yang ada di sana.

Bunda senyum, tapi matanya berembun. Januar pengen tanya, tapi bunda langsung tarik dia masuk ke pelukan. Si Abang bingung, mana abis itu bunda nangis. Matanya tatap ayah minta penjelasan, tapi beliau malah tatap balik dia tanpa bilang atau lakuin apapun.

The Khaiel: Unsent lettersDonde viven las historias. Descúbrelo ahora