Bab VIII

3.5K 419 127
                                    





Lots about flashback.
TW Mention of bullying and suicide.






Nunew merasa deja-vu dengan apa yang di hadapinya sekarang, mengingat memorinya di masa sekolah— di mana tatapan ini menghujamnya tanpa henti seakan memintanya untuk mati atau untuk enyah dari dunia, tatapan ini yang membuatnya ketakutan bertahun-tahun lalu.

Meringkuk membutuhkan pertolongan seakan sia-sia, karena tidak akan ada yang menolongnya, seperti dulu. Sampai di titik hampir mati, tak satupun ada yang ingin menolongnya.

Tatapan semua orang menikamnya, bahkan para Chef dan Pelayan di dapur yang selalu menyambut Nunew dengan hangat kini menatapnya dengan penuh kebencian dan tuduhan, satu istana mendengar pemberitaan semalam— yang mana Nunew berusaha mencelakai View. Semua dalam sekejap seakan hancur, semua berbalik menyerang dan menikamnya.

Nunew hanya bisa tertawa. Oh Tuhan, haruskah lagi? Apa aku harus menanggung kesalahan orang untuk kedua kalinya? Sungguh menyakitkan takdir Tuhan. Orang-orang berkata bahwa apa yang terjadi dalam hidup kita adalah tanda bahwa kita mampu, tapi tidak— rasanya sudah seperti mau mati, tidak ingin bernafas dan memilih mengakhiri semua kesakitan yang dirasakannya.

Lantas kenapa harus merasakannya lagi? Apa memang ia harus mati, untuk menghentikan takdir Tuhan kepadanya? Nunew sampai seputus asa itu setiap kali melihat takdir yang tidak pernah berjalan sesuai keinginannya.

Angkat wajahmu, Nu. Kau tidak bersalah, kau hebat. Kau kuat. Pikirnya selama melewati lorong-lorong yang dipenuhi tatapan menghujam penuh sadis. Ia berjalan dengan perlahan untuk kembali ke kamarnya, begitu ia masuk ke kamar menemukan Tun dan Nat duduk di dekat kursi meja riasnya.

"Kau baik-baik saja?"

Hanya dengan satu pertanyaan itu dan air mata Nunew turun begitu saja tanpa ampun, mengalir tanpa ada ingin di tahannya. Ia hanya butuh satu pertanyaan yang menghancurkan segala tameng dan topeng dalam hidupnya, sekarang hancur. Topengnya pecah.

Mengapa menjadi egois terkadang dilarang? Selalu saja ada kondisi-kondisi yang memposisikan Nunew ada di titik kalah, seperti sekarang.

Seolah-olah dirinya ini tak pantas menjadi sebuah prioritas.

Padahal, jauh di dalam hati, kalau boleh, Nunew juga ingin menjadi egois. Ia juga ingin tidak peduli dengan perasaan-perasaan orang lain. Nunew menginginkan banyak hal yang bisa dilakukannya dengan meninggikan ego. Tapi, Nunew takut hilang kendali dan hanya akan semakin di benci. Terlalu banyak kebencian yang di tujukan padanya, harusnya mereka tidak perlu repot melakukan itu, karena Nunew lebih membenci dirinya sendiri.

Tapi itu dulu, sekarang ia terlalu merasa berharga untuk tak peduli pada diri sendiri. Ia sudah mengucapkan jutaan maaf kepada diri sendiri. Maaf selama ini kau harus terlalu sering mengalah walau tak salah ucap Nunew menguatkan diri sendiri. "A-ak–aku," ucapnya terbata. "Aku– aku," Nunew bingung ingin mengucapkan kata apa yang tepat, difikirannya hanya terlintas kata; aku mau mati. "— Lelah sekali, Nat." Ini kata terakhir yang bisa ia ucapkan, ia sudah kalah dan lelah.

Dengan ucapan itu, satu langkah pasti Nat dan Tun membawa Nunew kedalam pelukannya erat. Satu kalimat kami percaya padamu yang diucapkan Nat dan Tun membuat Nunew setidaknya merasa ia tidak sendiri, ia memiliki seseorang yang peduli.


______________________

The flashback start

_______________________

The Selection | ZEENUNEWWhere stories live. Discover now