CHAPTER 01 : Trapped

465 53 4
                                    

|905 kata|

✧・゚: *✧・゚:*

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

✧・゚: *✧・゚:*

Awan mendung menyelimuti langit Berlint pagi itu. Retakan kilat yang disertai gemuruh menandakan hujan dapat turun kapan saja, angin kencang yang terus bertiup pun memperlengkap suasana.

Melihat keadaan langit yang gelap membuat sebagian besar murid Akademi Eden memilih untuk tinggal di gedung masing-masing, mengurungkan keinginan mengisi perut untuk pergi ke kantin. Para siswa yang masih berada di luar gedung mempercepat langkah, tak ingin mengambil resiko terguyur oleh tetesan air hujan yang masih sekedar prediksi.

Salah satu dari siswa tersebut adalah Damian yang baru saja kembali dari gedung A setelah memandu tur untuk tim akreditasi. Lidahnya berdecak kala melihat sekilas ke arah langit yang tertutupi oleh awan hitam pekat, ia lantas mempercepat langkah menuju gedung tempat kelasnya berada sembari melantunkan harapan dalam hati― berharap hujan tidak akan turun dalam waktu dekat.

Seakan angkasa ingin mempermainkannya, tetesan air satu per satu turun dari langit sebelum berubah menjadi gerimis yang diikuti hujan deras. Damian pun langsung berlari untuk berteduh ke gazebo yang cukup dekat dengannya. Tak ada gedung di sekitarnya, sehingga ia terpaksa berteduh di bangunan kecil di tengah taman tersebut.

"Sialan." Damian berdecak kesal kala melepas jubahnya yang basah akibat air hujan. Untungnya bagian luar jubah tersebut kedap air, sehingga bagian belakang seragamnya tidak basah. Tak dipungkiri Damian merasa sedikit bersyukur, walau rasa syukur itu tak sebanding dengan kekesalannya. "Seandainya mereka tidak melakukan tur di gedung itu, pasti aku sudah berada di kelas sekarang."

Gedung A merupakan salah satu gedung yang tidak terhubung dengan koridor outdoor, yang mana menjadi salah satu alasan Damian basah kuyup saat ini selain letaknya yang cukup jauh dari gedung-gedung lainnya.

Tak ingin membuat dirinya merasa lebih jengkel lagi, Damian memilih untuk memandang langit keabu-abuan dengan retakan kilat yang sesekali tampak. Ia harap hujannya segera reda.

Pandangan Damian teralih ketika rungunya menangkap suara langkah kaki seseorang yang mendekat, mendapati seorang gadis bersurai merah jambu yang amat familier baginya tengah berlari ke gazebo sembari memayungi kepala dari guyuran hujan. Ketika sudah sampai di gazebo, gadis itu langsung menurunkan jubahnya dan menghela napas lega.

"Mengapa kau ada di sini?" ketus Damian dengan tangan yang bersedekap di depan dada, berusaha memasang wajah sinis walau sebenarnya ia merasa sedikit bersyukur tidak terjebak sendirian di tengah hujan deras kala itu.

Anya memandang Damian dengan tatapan jengkel, tangannya melentangkan jubah di salah satu bangku kosong yang ada di gazebo. "Untuk berteduh, tentu saja." Dara itu memiringkan kepala ke samping sembari mengulas senyum. "Sy-on Boy keberatan?"

Damian langsung memalingkan muka, berlagak memerhatikan langit sebagai usaha menyembunyikan rona tipis yang mulai menyebar di kedua pipi. Ekspresi yang hanya berlangsung sepersekian detik itu berhasil membuat ritme jantungnya berantakan.

"... Tidak," jawab Damian dengan suara berbisik.

"Apa? Anya tidak dengar." Anya menatap sang pemuda bersurai hitam dengan ekspresi bertanya-tanya. Ia tak berbohong, telinganya memang tak dapat mendengar jelas gumaman dari Damian akibat berisiknya suara hujan.

"Kubilang aku tidak keberatan," ulang Damian, kali ini dengan suara yang lebih keras dari sebelumnya. Jejaka itu menoleh ke arah sang puan bersurai merah muda tanpa menyadari betapa merah wajahnya sekarang. "Duduklah di mana pun kau mau." Ia kembali memalingkan wajah, berlagak tak peduli dengan keberadaan Anya.

Ck, mengapa harus dia yang ada di sini?!

Keberadaan Anya membuat Damian tak tahu harus bagaimana bersikap. Fakta bahwa dirinya berduaan bersama gadis yang disukainya (walau ia masih membantah hal tersebut) sudah cukup membuatnya salah tingkah.

Tak mendapati balasan, Damian lantas melirik ke arah Anya, mendapati adiratna itu memandangnya dengan tatapan khawatir.

"Sy-on Boy, kau tidak apa-apa? Wajahmu merah, lho."

"Hah?" Damian spontan meraba wajahnya. Dan benar saja, ia bisa merasakan kehangatan memguar dari rupanya. Sialan.

"Sy-on Boy?"

"... Aku tidak apa-apa."

"Sungguh?"

"Sungguh," balas si surai hitam sebelum mendecakkan lidah, kaki kanannya mengetuk-ngetuk ke lantai― berusaha menyembunyikan rasa gugup. "Duduk saja dan jangan banyak tanya!"

Anya mencebikkan bibir sambil memutar bola matanya. "Iya, iya. Sy-on boy tak perlu merespon sekasar itu."

Gadis itu pun mengambil duduk di tempat kosong yang ada di sebelah Damian, yang mana membuat si pemuda langsung salah tingkah dengan wajah merah padam. Perutnya kebas, seakan ada segerombolan kupu-kupu yang berterbangan sesuka hati dalam perutnya.

"Mengapa kau duduk di sini?!"

"Terserah Anya dong mau duduk di mana," respon Anya tak mau kalah, kedua tangannya bersedekap di depan dada tanda tak menerima sanggahan.

"Ya, tapi mengapa harus di sebelahku?!" Terlalu dekat!

"Anya hanya menggunakan hak asasi manusianya untuk duduk di sebelahmu."

"Penggunaan hakmu itu justru menginjak hak asasiku untuk punya ruang privasi." Damian memajukan dagunya ke samping. "Bergeserlah sedikit."

Anya memalingkan muka sambil mendengkus. "Tidak mau!"

Rahang Damian mengeras, urat-urat otot tampak jelas di kedua pelipis kepalanya― berbanding terbalik dengan senyum yang tersungging di bibirnya. "Dasar gadis si--"

Jeder!

Kilat tiba-tiba menyambar disusul dengan suara gemuruh yang menggelegar nan memekakan telinga. Hal tersebut terjadi begitu saja tanpa prediksi, yang mana membuat punggung kedua muda-mudi itu menegang akibat terkejut setengah mati. Keduanya merasa jantung mereka dapat melompat keluar saat itu juga.

"Sepertinya kita harus berhenti bertengkar," ujar Damian yang langsung dibalas dengan anggukan oleh gadis bernetra zamrud yang duduk di sebelahnya.

Mereka memutuskan untuk diam, membiarkan suara air yang menyiram bentala mengisi ruang hening yang tercipta.

Aku harap hujannya segera berhenti.

✧・゚: *✧・゚:*

𝐄𝐍𝐂𝐇𝐀𝐍𝐓𝐄𝐃 || 𝙳𝚊𝚖𝚒𝚊𝚗𝚢𝚊Where stories live. Discover now