「 𝐄𝐧𝐜𝐡𝐚𝐧𝐭𝐞𝐝 ― 𝐅𝐀 」
❛❛ 𝐒𝐞𝐚𝐧𝐝𝐚𝐢𝐧𝐲𝐚 𝐚𝐤𝐮 𝐦𝐞𝐧𝐠𝐚𝐤𝐮𝐢𝐧𝐲𝐚 𝐥𝐞𝐛𝐢𝐡 𝐚𝐰𝐚𝐥....❜❜
Nasi sudah menjadi bubur, sudah terlambat baginya untuk mengubah alur.
#Project and cover by @FanfictionAnimanga
#Story by @aomashi / Aoha...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
✧・゚: *✧・゚:*
"Hujannya masih belum reda, ya."
Ucapan Anya tersebut ditanggapi dengan dehaman oleh Damian, pandangan keduanya terpaku pada langit berselimut mendung yang sesekali berhias kilatan petir.
Sudah satu jam berlalu, namun hujan tak kunjung berhenti. Daripada reda, hujan malah bertambah deras mengguyur bumi. Begitu deras, hingga aroma tanah basah adalah satu-satunya bau yang tercium oleh penghidu. Sepertinya, Dewi Fortuna tidak berpihak pada mereka hari ini.
Tampaknya, hujannya akan awet. Damian menghela napas. Guyuran hujan tampaknya juga menghanyutkan rasa jengkel yang bercokol dalam hatinya, terbukti bagaimana ia tampak lebih tenang sekarang.
Nayanika keemasan melirik, mendapati gadis yang duduk di sebelahnya tampak seperti mengendus sesuatu. Hal tersebut hanya berlangsung singkat, sebab beberapa sekon setelahnya, rekahan senyum menghias rupa sang adiratna.
"Peti ekor."
"Yang benar itu petrichor."
Anya menoleh, mendapati Damian yang tengah menatapnya sambil menyangga kepala dengan salah satu tangan.
"Yang kau maksud itu aroma tanah basah yang tercium oleh kita sekarang 'kan? Itu namanya petrichor, bukan peti ekor," koreksi sang pemuda berambut hitam, senyum sombong lantas terbit di bibirnya. "Padahal anggota Imperial Scholars, tapi kata remeh seperti petrichor saja kau tidak tahu. Memalukan."
"Biar." Anya menjulurkan lidahnya tanda tidak peduli, sekaligus untuk membuat jejaka di sampingnya merasa kesal. Dan usahanya berhasil, sebab Damian langsung mendengkus jengkel dengan muka masam. Sang puan terkikik pelan akan reaksi yang didapatkannya.
"Petichor, petichor....," Adiratna bersurai merah muda itu kembali bergumam, berusaha melafalkan kata tadi dengan benar.
Mendengar pengucapan kata yang salah terus menerus tersebut membuat telinga Damian merasa gatal. Pun, ia berdecak dan kembali mengucapkan kata itu dengan penuh penekanan di setiap suku kata.
"Pe-tri-chor. Petrichor," ulang Damian, wajahnya kini menatap Anya dengan wajah jengkel. "Jika tak bisa mengucapkannya, lebih baik kau diam saja."
Anya tak membalas, hanya menatap Damian sebelum mengulangi ucapan pemuda itu dengan nada mengejek. Sedangkan Damian berdecih sebagai respon, yang mana langsung disambut dengan senyum kemenangan oleh gadis di sebelahnya.
Sepasang netra zamrud milik Anya lantas menatap awan mendung yang masih menggantung di angkasa, kemudian menatap tangan mungilnya yang ujung jemarinya hampir bersentuhan dengan tangan Damian. Petrichor, hujan dan Damian ... entah mengapa ia merasa de javu.