Bab : 01

137 6 7
                                    

Kamis,16 Feb 2023

-oOo-

Tangan Kia kembali mengepal. Erat menggenggam kebencian pada sebingkai pemandangan yang membuat perasaan hancur berkeping-keping. Isi kepalanya kusut. Sekusut seprei penuh keringat yang digenggam kuat-kuat oleh gadis di hadapannya saat ini. Gadis yang ia percaya adalah tempat singgah terbaik selain keluarga. Gadis yang sudah ia anggap lebih dari sekedar sahabat, juga gadis yang sama dengan ia yang kini direngkuh oleh Jake di atas kasur.

Tempat itu seharusnya milik Kia. Dalam rengkuhannya, di bawah dominasi bahu lebarnya yang kukuh. Tetapi Jake seolah lupa, bahwa bulan depan akan ada acara spesial di antara keduanya. Bahwa hari itu ia harus mengikat Kia dalam bahtera pernikahan.

Dada Kia yang terlanjur sesak tak mampu lagi menampung lebih banyak suara-suara kemesraan yang baginya adalah tembakan timah panas bertubi-tubi. Akan tetapi kaki-kaki pendeknya sudah terlanjur lemas untuk berlari. Jadi, pada akhirnya yang bisa ia lakukan hanyalah menutup kembali pintu apartemen Jake dan menjerit sejadi-jadinya dalam tangis.

Dalam langkah kaki-kaki gontainya yang dipaksa untuk tetap kuat, arahnya telah menghilang, asanya menguap, terbang menembus langit luas. Hidup Kia tiada lagi memiliki cahaya. Sirna bersama kata-kata cinta penuh tipu daya yang manis. Semuanya terlihat gelap. Sampai bayang seorang pria berpakaian serba putih mengusap keningnya.

"S-siapa kau?" tanyanya khawatir sedetik setelah terbangun. Bergegas duduk meringkuk seraya mencengkeram dada.

"Tenanglah, Nona. Kau ada di Rumah Sakit."

"Rumah... Apa?"

Rumah sakit? Seingat Kia, ia tidak sakit. Setidaknya tidak dengan raganya meski jiwanya sudah melebur dalam kehancuran.

"Kau ditemukan pingsan di jalan dan seseorang membawamu kemari."

Bibir Kia mengatup. Tiada minat untuk menuturkan sebuah komentar. Pada kenyataannya ia hanya pingsan. Bahkan, jika itu kematian ia pun sungguh tak apa.

Seringai terulas di wajah cantiknya.

"Terima kasih," ucapnya parau.

Ia membuang muka, menatap jendela kaca yang dihiasi bekas rintikan hujan. Rupanya langit telah runtuh seperti tangisnya yang terlanjur pilu. Apakah langit sedang menangisi kesedihannya? Kia sedang bertanya-tanya dalam hati.

"Sudah berapa lama aku di sini?" tanyanya kemudian, tanpa melepaskan minatnya dari bercak hujan yang membuat kaca menjadi buram.

"Sekitar delapan jam."

Kedua mata Kia membola tak percaya. Ditatapnya dokter muda berlesung pipit itu baik-baik. Dengan dahi yang berkerut ia menuntut sebuah penjelasan agar ia bisa yakin bahwa ia tidak salah dengar. Delapan jam adalah waktu yang fantastis untuk ukuran durasi orang pingsan, asal tahu saja.

Dokter muda ber-nametag Choi Soobin itu tersenyum lembut dalam anggukannya.

"Makanlah dan minum obatmu. Dua jam lagi aku akan datang untuk memeriksamu," tuturnya lembut disusul sebuah anggukan kecil kepada seorang wanita di sampingnya.

Dan begitu saja, Soobin pun pergi meninggalkan Kia dalam kepungan pertanyaan-pertanyaan seputar apakah yang telah terjadi kepadanya?

"Nona Byun Kia, mulai saat ini saya akan melayani kebutuhan Anda." Seorang wanita membungkuk hormat, membuat Kia terperajat.

Kini, satu lagi pertanyaan menambah beban di dalam kepalanya.

"Siapa kau? Apa yang sebenarnya terjadi?"

BLACK ACEOnde histórias criam vida. Descubra agora