Chap 1. Kunang dan Permen Kapas

2.6K 157 11
                                    

Hi, welcome to my universe, Clavy!

Selamat membaca cerita RYNELLA yang masih banyak kekurangannya ini. Harap maklum ya bestie, karena ini my first story :D

Btw, kalian tim baca ulang atau baru baca?

Terus, tahu cerita ini dari mana dan dari siapa?

**

Jangan rekomendasiin ke temen yang suka cerita full bucin, ya. Karena takutnya, mereka tertekan baca cerita ini! Kasihan.

Follow.            Biar halal bacanya ^^

Jangan lupa, vote dan komen sebelum baca, Clavy!

Enjoy with my RYNELLA!

Enjoy with my RYNELLA!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~~

14 April 2011, Surabaya

Dear Dylan.

Apa kamu tahu? Sejak hari itu, sejak malam itu, sejak kejadian itu. Aku selalu menangis saat melihat kunang dan permen kapas ada di depan mataku. Ayo, cepat kembali. Kita main sama-sama lagi.

~~

Sepasang kaki kecil berlari cepat menuruni anak tangga. Melewati berbagai macam ruangan penuh pernak-pernik barang berharga. Menuju pintu kayu setinggi 2 meter yang menjadi pembatas antara bangunan rumah dan halamannya.

Ia membukanya. Menutupnya. Lalu kembali berlari kencang. Keluar dari kediamannya yang terbilang mewah dan luas. Seraya membawa sebuah toples kaca yang entah untuk apa kegunaannya. Langkahnya dipercepat. Menerobos malam, membiarkan angin dingin menghempas wajahnya yang tampan. Meninggalkan bangunan yang sepi tanpa lampu menyala.

Suram. Itu adalah satu kata yang pasti ada dipikiran orang-orang ketika melewati rumah Dylan. Bagaimana tidak? Rumah bocah itu tampak gersang tanpa tanaman. Lampu jarang dinyalakan. Lantainya kotor dan berdebu. Tidak mempunyai satpam sebagai penjaga, atau bahkan ART yang bisa dipercaya merawat rumah.

Bocah lelaki usia 6 tahun itu berbelok. Menuju sebuah rumah besar yang tampak terang dan hangat. Sangat jauh berbeda 180° dengan rumahnya sendiri yang sedikit mirip dengan rumah hantu.

Bunga-bunga dan tanaman bonsai tumbuh mengitari rumah itu. Lampu masih menyala walau rembulan sudah ada di atas bumantara. Memberikan kesan ceria dan minimalis.

Di teras rumah, seorang wanita berbaju abu sedang terduduk di kursi santai, sembari menyeruput teh hangat buatannya. Menikmati suasana malam.

"Tante Maya. Bisa tolong panggilkan Rynella?" Dylan terhenti di samping pagar hitam yang setengah terbuka. Napasnya memburu. Lelah sehabis berlari.

RYNELLA : Seconds Full of PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang