Chapter - 46. My Love Won't Be Divided

89 10 1
                                    

HAPPY READING 📖

-------------------------------------------------

"Kim."

Panggilan itu membuat Kim yang sedang menyisir rambut, menoleh sembari berdehem.

"Kurasa aku tidak bisa menyembunyikan ini terlalu lama."

Kerutan di dahi keriput Kim membuat Rizzo hendak mengurungkan niat. Ia takut melukai perasaan wanita itu. Ia takut melukai hati rapuh Kim yang berharga. Tapi ia tahu ia tidak bisa menutupinya lagi. Ini harus diselesaikan sebelum semua merambat ke mana-mana. Ia tidak mau membiarkan keluarganya dalam ancaman. Ia tahu hanya Kim yang bisa mengendalikan kondisi ini. Bukan dirinya.

"Ada apa?" Kim meletakkan sisir itu kemudian beranjak ke ranjang di mana Rizzo duduk. Ia yang masih agak petakilan, berjalan mengggunakan lututnya di atas ranjang kemudian memeluk tubuh kekar itu dari belakang dan menyungsupkan kepala di leher suami tampannya. "Kenapa, Sayang?"

Mendengar Kim menggodanya, seketika keinginan untuk berbicara serius langsung buyar.

"Kau menggodaku, hm?" Rizzo berbalik kemudian membentangkan tangan untuk memeluk Kim dari depan dan mencuri ciuman.

"Kalau aku punya suami dan tidak kugoda, buat apa? Buat pajangan?" Kim membalas seduktif sembari duduk di pangkuan Rizzo dan mengalungkan lengannya di leher jenjang itu.

"Aku tadi berniat serius, tapi kau malah menggodaku." Rizzo meremas lembut pinggul Kim dan seketika kepalanya mendongak dengan tatapan berbeda.

"Kenapa kau lebih senang menggoda Rizzo daripada aku?"

Kim memutar bola mata. Siapa lagi kalau bukan si pencemburu Richi. Selalu saja seperti itu. Padahal kasih sayangnya sama rata, meskipun terbagi.

"Kenapa suami keduaku ini pencemburu sekali, sih?"

"Jelas saja cemburu. Kau pikir aku tidak tahu kalau hatimu sepenuhnya untuk Rizzo dan secuil untukku?"

"Oh, Tuhan." Kim menggeram kesal karena sepertinya pembicaraan mereka akan berakhir dengan perdebatan. "Aku menyerah," lirihnya sembari memberi ciuman pada suami posesif, pencemburu tak jelas, dan kejam ini agar melunak seperti barbie. Kalau tidak seperti ini, dunia akan runtuh dan Chandra pun akan berlari sembari berteriak seperti perempuan.

"Memang sudah seharusnya kau menyerah. Sejak kapan kau menang?"

Kim langsung mengerucutkan bibir dan menyungsupkan kepalanya ke leher itu. "Padahal aku dan kau sudah tua, tapi kau tidak mau mengalah. Padahal pun aku yang menang," gerutu Kim pelan sembari memainkan jemari di dada Richi dan memberikan tatapan menggemaskannya.

Mau tak mau, senyum pun terbit di wajahnya. Ia bersumpah, selagi ia masih hidup, hanya Kim yang dapat membuatnya tersenyum seperti ini. Hanya istrinya yang bisa membangkitkan tawa mempesona yang jarang ia keluarkan. Jika dibandingkan dengan Rizzo, jelas saja Rizzo lebih hangat dibandingkan dirinya. Saking terkesan dingin, Chandra pun takut. Bukannya ia tidak tahu, hanya saja ia tak peduli pada bocah pecundang itu. Rizzo yang selalu mengingatkannya, tapi bukan Richi namanya jika mendengarkan.

"Kau menggemaskan sekali, Sayang."

Selalu begini. Setiap Richi memberinya pujian, ia pasti merasakan gelenyar berbeda. Tentu saja ia tidak akan mengatakannya pada mereka. Malah bisa-bisa mereka bertengkar. Tapi memang benar. Mungkin karena Richi jarang memberi pujian, maka terasa istimewa dibandingkan Rizzo atau Remie. Remie apalagi. Pria lugu itu jika bertukar posisi, tak henti-henti memujinya sampai telinganya kebas.

"Kalau aku tidak menggemaskan, memangnya kau mau?"

"Kalau itu masih dirimu, aku tetap mau."

Dan ... Kim kembali merona. Padahal itu hanya kata-kata biasa, tapi Richi selalu berhasil menyentuh rongga hati sampai ke dalam-dalamnya dengan kata-kata sederhana, bahkan terkesan tak jelas maknanya.

Unexpected Destiny ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang