Chapter 3

265 60 26
                                    

Yerim memejamkan matanya singkat seraya merasakan embusan angin yang menerpa wajahnya. Ia sesekali mendongak menatap langit keemasan yang terlihat indah. Sudah lama ia tidak merasakan perasaan bahagia bersepeda santai di sore hari setelah satu bulan lamanya berada di rumah sakit desanya.

Gadis itu menghentikan sepedanya tepat lima meter dari pintu masuk pasar yang terbuka lebar untuknya. Ia mendongak memandangi palang pasar desa Pohang yang berwarna cerah. Sebuah desa pesisir kecil yang jauh dari perkotaan dan terletak di tepi laut. Tentu saja penghasilan utama desanya adalah beragam jenis ikan yang akan di ekspor ke luar negaranya dan juga di kirim ke seluruh penjuru Korea, namun tak hanya ikan disana banyak aneka sayur, buah, daging, dan kebutuhan rumah tangga lainnya yang sangat lengkap.

Yerim kembali mengayuh sepedanya mencari sesuatu yang ingin dibelinya hingga ia melihat beberapa wanita tua yang ia kenal tengah duduk bersama di atas meja kayu besar. 

"Annyeong, Ahjumma." Sapa perempuan dengan senyum sumringah itu seraya memarkirkan sepedanya lalu menghampiri beberapa wanita tua yang sedang mengobrol ketika tidak ada pembeli.

"Aigoo, Yerimie. Suho akan marah jika melihatmu pergi keluar rumah memakai sepeda." Celetuk salah satu wanita tua disana.

Yerim tersenyum kecil, "Aku tahu, maka dari itu kalian harus merahasiakannya dari oppa." Bisiknya geli yang disambut gelengan kepala oleh para wanita tua itu.

"Ahjumma, aku ingin membeli tiga bungkus ikan kesukaan oppa." Lanjutnya seraya menyodorkan beberapa lembar uang pada salah satu wanita tersebut.

"Kau sudah menyelesaikan kemoterapi bulan ini, Yerim-ah?"

Gadis itu mengangguk singkat, "Ne, Ahjumma." Sahutnya ramah.

"Yerim-ah, ini untukmu. Tetaplah sehat." Ucap salah satu wanita tua berambut pendek itu seraya menyodorkan dua kantung yang berisi buah dan sayuran.

Sehat

Yerim tersenyum ketika mendengar sebuah kata yang selalu ia inginkan sejak masih kecil.

"Halmeoni, terima kasih banyak." Sahut Yerim yang di balas dengan senyuman hangat wanita tua itu. Sejujurnya ini sudah menjadi kebiasaan ketika dirinya atau Suho pergi ke pasar mendapat banyak makanan dari para wanita tua yang berdagang disini.

"Cepatlah pulang."

Yerim mengangguk cepat diiringi senyuman cerahnya, "Aku pulang, semuanya."

Yerim bergegas mengayuh sepedanya kembali menuju rumah sederhana milik keluarganya. Ia memasuki area pemukiman warga desa yang terlihat damai dan membelokkan sepedanya tepat di ujung jalan. Ia mengerutkan dahinya ketika melihat sepasang sepatu yang sangat ia kenali sudah tiba di rumah lebih cepat dari yang ia duga. Ia menuntun sepedanya dengan hati hati sembari mengendap berjalan melewati depan rumahnya menuju pintu belakang, namun semua itu sirna ketika Suho keluar dari rumah melipat kedua tangannya di depan dada seraya menyenderkan tubuhnya di dinding rumah.

"Kim Yerim. Kau dari mana saja?" 

Yerim meringis mendapati kalau hari ini terasa sial baginya, padahal ia hanya berpergian sebentar saja. menunjukan deretan giginya lalu mengacungkan beberapa kantung plastik di tangannya. "Aku habis membeli ikan kesukaan oppa, terus halmeoni memberiku buah dan sayur." Jelasnya.

Suho menghela nafas pelan, "Kita bicarakan didalam." Ucapnya.

Yerim mengekori Suho ke dalam ruang makan sederahana milik mereka. Ia mendudukkan dirinya di lantai beralaskan karpet hangat lalu menopang dagunya di atas meja makan rendah di depannya. Ia melihat punggung Suho yang berkutat memasak makan malam untuk mereka. Yerim tersenyum kecil mengingat bahwa hanya Suho yang menyediakan masakan untuknya. Ia sangat bersyukur memiliki seorang Kakak laki laki seperti Suho. Rasanya seperti ia tak akan pernah bisa hidup tanpanya.

MELANCHOLIAWhere stories live. Discover now