Chapter 9

237 50 26
                                    

Irene membuka pintu ruang kerja miliknya dengan sedikit kasar bersamaan Seulgi yang ikut masuk ke dalam ruangan tersebut seraya menatapnya dengan raut wajah cemas ketika melihat wanita itu menghela nafasnya seraya duduk di kursi tersebut dan tanpa membuang waktu segera membuka beberapa dokumen yang sudah menghiasi meja kerjanya sedari tadi seakan ia tidak memusingkan hal yang baru saja terjadi.

"Agassi, kau baik-baik saja?" Tanya Seulgi.

Irene mengangguk pelan tanpa mengalihkan pandangannya dari lembaran kertas yang tengah di pegangnya tersebut. Seulgi menelan salivanya mengingat kejadian beberapa menit lalu ketika mereka melintasi koridor perusahaan pagi ini yang dimana beberapa pegawai saling berbisik pelan saat Irene berjalan melewati mereka. Bukan tidak mungkin jika para pegawai saling membicarakan kejadian tempo hari ketika Irene dan Jisoo bertengkar satu sama lain yang sudah menjadi kabar burung di perusahaannya. Seulgi menatap kembali wajah Irene yang terlihat tenang. Ia berharap bahwa wanita itu mengacuhkan segala sesuatu omong kosong yang di bicarakan para pegawai.

"Agassi." Panggilnya pelan.

Kini Irene menoleh menatap Seulgi yang memandanginya dengan tatapan kepedulian penuh yang mampu membuatnya mendengus pelan. Ia paham arti pandangan milik gadis tersebut kepadanya. Pandangan mata yang mampu meluluhkan hati dinginnya.

"Apa kau berpikir aku memikirkan asumsi para pegawai?" Tanya Irene.

Seulgi menggelengkan kepalanya pelan, "Aku hanya tidak suka mereka membicarakanmu seperti itu tanpa tahu kebenarannya." Balasnya.

Irene terdiam sesaat sebelum membuka kembali mulutnya, "Percayalah, aku baik-baik saja. Aku tidak peduli pada Jisoo atau siapapun yang menyebarkan rumor tidak berdasar pada mereka yang tidak memiliki sangkut pautnya dalam kehidupan pribadiku. Tujuanku sejak awal tidak berubah. Perusahaan adalah prioritasku."

Seulgi tersenyum kecil mendengar nada bicara Irene yang penuh dengan ketegasan bahwa wanita itu tidak akan goyah pada apapun jika menyangkut perusahaannya. Suara ketukan pintu membuat mereka menoleh melihat seseorang yang datang mendekat ke meja Irene.

"Annyeong haseo, Sajang-nim. Maaf mengganggu waktu anda. Ada hal yang harus segera kita bicarakan terkait laporan keuangan perusahaan." Ucap pria tersebut.

Irene mengernyit heran menatap pegawai pria tersebut yang tidak biasanya datang ke dalam ruang kerjanya jika kondisi perusahaan sudah tidak bisa ditanganinya dengan baik dan harus meminta keputusan akhir darinya. Apapun masalahnya ia harus berpikir kritis dan bijak untuk masa depan perusahaan, dan itu sudah terjadi sejak beberapa detik lalu ketika pria tersebut menginjakkan kaki diruangnya.

"Katakan, Hwang-ssi."

Pria tersebut membuka dokumen hitam dan langsung memberikannya pada Irene, "Data tersebut merupakan data terbaru sehingga seratus persen tidak akan ada kesalahan yang tertulis disana."

Irene membaca dengan saksama untuk memastikan bahwa keputusan selanjutnya yang akan ia cetuskan sesuai dengan data tersebut. Perbandingan angka yang sangat mencolok satu dengan yang lainnya membuatnya merasa heran karena hal tersebut baru kali pertama terjadi sejak era kepimpinannya. Ia melirik pria tersebut untuk menanyakannya lebih lanjut.

"Mengapa tahun ini grafik menunjukkan kemerosotan yang luar biasa dibanding sebelumnya?" Tanya Irene menatap Pak Hwang yang merasa sedikit gugup dan cemas yang bercampur aduk, karena bagaimanapun juga Irene membutuhkan jawaban pasti.

"Joseonghamnida, Sajang-nim. Seperti yang data tersebut tunjukkan bahwa ada kejanggalan dalam laporan keuangan tahun ini sehingga saya beserta tim menginput data ulang dan kami menemukan bahwa ada perbedaan yang sangat signifikan hingga menyebabkan dampak kondisi keuangan yang tidak stabil. Kami sudah berupaya dengan baik untuk mencari bagian yang kosong tersebut, namun hasilnya nihil." Jelasnya.

MELANCHOLIAWhere stories live. Discover now