Chapter 5

263 60 12
                                    

Irene sejenak memejamkan matanya sembari menghirup udara segar pagi hari di teras rumah sederhana yang sudah ditempatinya beberapa hari lalu. Ia menghela nafas pelan ketika mengingat bahwa esok hari adalah hari dimana dirinya harus meninggalkan rumah suaminya dan kembali beraktivitas seperti biasa. Untuk pertama kalinya ia tidak ingin pergi kemanapun selain di rumah kecil itu. Durasi yang terasa singkat namun sangat bermakna untuknya.

Ia menatap datar sebuah kupu kupu kecil hinggap di bunga yang berada di pekarangan rumah tersebut. Bola matanya seakan tak bisa lepas memandangi hewan kecil yang bisa terbang itu. Terkadang banyak pengandaian yang terjadi di dalam pikirannya. Bergelut tentang suatu hal konyol jika dirinya bukan terlahir menjadi manusia melainkan objek lain mungkinkah kisah hidupnya akan berbeda ?

"Teh hangat untukmu."

Irene menoleh menatap Suho yang membuyarkan lamunannya dengan  membawakan secangkir minuman hangat untuknya. Ia melemparkan senyuman tipis pada suaminya yang kini ikut duduk bersampingan dengannya.

"Sedang apa?" Ucap pria itu lagi.

"Menikmati udara segar." Jawabnya singkat yang membuat Suho mengangguk paham kepalanya.

Sejenak cukup hening beberapa detik di antara mereka. Membiarkan pikiran mereka larut dalam suasana damai nan sejuk di iringi terpaan lembut angin yang melintas. Suho melirik Irene yang masih menatap lurus ke depan. Pandangan mata pria itu seakan tak bisa mengalihkan ke objek lainnya ketika ia hanya bisa memandangi wajah istrinya yang cantik rupawan. Ia bahkan tidak bosan jika harus seharian penuh memandangi Irene, ia bahkan dengan senang hati mampu melakukannya tanpa batas waktu yang di tentukan.

"Kudengar kau sangat menyukai piringan hitam." Ucap Irene.

"Aku sangat menyukainya. Sejak kecil aku selalu mengoleksinya sampai aku tidak sadar kalau barang yang kusukai tertumpuk tinggi." Kekehnya pelan seraya menatap Irene. Ia menjeda sesaat sebelum melanjutkannya.

"Benda itu salah satu kenangan yang ku punya bersama Ayahku. Kita berdua tidak pernah bosan untuk membicarakannya berulang kali." Sambungnya sembari menerawang kembali mengingat momen masa kecil miliknya.

Irene terdiam menatap raut wajah Suho yang terlihat bersinar saat membicarakan sosok yang berharga untuk pria itu sendiri. Namun, ketika suaminya bertanya tentang kenangan apa yang membuatnya bahagia mengharuskan Irene menutup mulutnya rapat. Pada dasarnya ia tidak memiliki kenangan baik di masa kecilnya yang patut di ingat sebagai kenangan berharga. Ia merasa miris akan hal itu.

Suho yang menyadari perubahan raut wajah Irene membuatnya merasa tak enak hati jika pertanyaan yang ditujukan padanya sudah tidak sopan hingga membuat wanita itu merasa tersinggung.

"Maaf, jika pertanyaanku membuatmu merasa tidak nyaman."

Irene menatap Suho sejenak lalu mendengus pelan membuat Suho terheran menatapnya.

"Pertanyaanmu tidak salah dan itu hakmu sebagai suamiku. Kupikir aku memang tidak memiliki kenangan indah sepertimu."

Suho terdiam sesaat mendengar jawaban Irene. Pria itu meraih telapak tangan wanita itu membuat sang empunya memandanginya dengan tatapan bertanya.

"Aku akan membuatmu memiliki kenangan indah bersamaku. Kau mau melakukannya bersamaku, kan?"

Irene tersenyum kecil sebagai jawaban dari permintaan pria itu. Tanpa Suho memintanya pun Irene akan melakukannya dengan senang hati bersamanya.

"Bukankah hari ini Yerim akan pulang dari rumah sakit?" Tanya Irene.

Suho mengangguk pelan seraya tersenyum, "Ne, tidak terasa sudah satu minggu. Dia pasti sangat merindukanmu." Sahutnya.

MELANCHOLIAWhere stories live. Discover now