46• Labirin Rasa.

4.4K 487 136
                                    

Vote dulu ya, baru baca

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Vote dulu ya, baru baca.

__________________

Memang benar, kadang cara cepat melupakan seseorang adalah meminimalisir pertemuan. Menutup mata serta telinga dari embusan kabar orang tersebut. Namun, bagaimana jika yang ingin dilupakan berasal dari keluarga sendiri? Tak bisa diabaikan karena sulit dihindari apa lagi dibenci.

Beberapa hari ini, Chivar memenuhi hari-hari Webhi dengan segala tingkah konyol dan sentuhan yang tak pernah ia rasakan dari siapa pun. Bayangan Ardaf perlahan memudar meski Webhi tak yakin kalau rasa yang selama ini didoktrin hati sudah menghilang.

Sekarang, saat Webhi merasa yakin kalau pernikahan yang ia harap bisa mengalihkan perasaan akan berhasil, perhatian Ardaf justru membuatnya kembali tersesat dalam labirin yang selama ini benar-benar mengurungnya.

"Gimana? Enak, kan?" Selesai mencuci tangan setelah makan siang, Ardaf tersenyum saat wanita yang masih setia mengenakan apron bertulis nama toko mengangguk pendek.

"Mas Ardaf tumben makan siang di sini?" Sabil bersuara setelah menghabiskan minumannya.

Bukan hanya Webhi yang terkejut saat Ardaf datang di jam makan siang dengan beberapa box makanan. Sabil yang baru sampai di toko setengah jam lalu, ikut terkejut. Pria itu dengan santai mengangkat box fastfood di tangannya, lalu mengajak mereka makan siang bersama dengan senyum yang ternyata masih menjadi favorit Webhi.

"Aku tadi habis ketemuan sama investor di restoran. Cuma dia buru-buru, jadi nggak sempet makan siang. Kebetulan toko Webhi deketan, jadi Mas take away aja makanannya."

Ardaf tak berbohong. Ia memang bertemu dengan salah satu investor dan saat pembahasan tentang supplier barang yang dimuat kapal kargonya selesai, ia berencana makan siang bersama Webhi. Karena dari awal pertemuan yang tak mengikutsertakan sekretarisnya itu memang tak menyertakan makan siang. Rapat pertemuan informal itu selesai di jam sepuluh pagi.

"Kabar kamu gimana, Bhi?"

Webhi tersenyum sebelum memjawab, "Baik. Besok aku mau jengukin Papah, Mas."

"Jam berapa?"

"Mungkin pagi. Kenapa?"

"Besok aku lihat jadwal. Kalau nggak ada meeting, kita bareng ke sana."

Berdeham melihat dua orang di depannya yang asyik mengobrol, Sabil menyambar minuman Webhi yang masih tersisa banyak. "Nggak bareng Chivar, Bhi?" katanya seraya melirik Ardaf yang masih menatap Webhi.

"Chivar besok pergi ke Bintaro. Ada masalah sama tanah Kakek di sana."

Sabil hanya mengangguk saja. Toh, pertanyaan yang baru terlontar memang asal. Ia hanya berniat masuk ke dalam obrolan dua kakak adik yang malah terlihat seperti pasangan dalam masa pendekatan. Sebenarnya ia sudah biasa melihat kedekatan mereka, hanya saja kali ini sedikit berbeda. Entah alasan apa yang membuat Sabil berpikir seperti itu, hingga pemikiran asing yang terlintas dalam benaknya langsung ia tepis cepat.

Seatap (tak) Sehati  ✔️Where stories live. Discover now