81• Jiwa Yang Suram.

4.8K 472 65
                                    

Selamat membaca.
Vote heula!
Makasih💙

Grace tumbuh bersama rasa benci. Orang-orang yang harusnya ia sebut keluarga, justru menjadi pemicu rasa itu tumbuh pesat hingga mematikan nurani.

Mengetahui fakta jika sang ayah memiliki keluarga lain, membuat Grace muak dengan hidupnya. Bukan tentang fakta itu saja yang menjadi bibit rasa benci seolah mendarah daging, tetapi tentang pria yang sampai kini ia sebut Bajingan.

Ibu Grace memang bukan wanita kaya raya. Namun memiliki aset yang cukup ketika meninggal dunia. Mungkin tak akan habis jika dipakai untuk biaya sekolah Grace hingga ke perguruan tinggi. Sialnya, sang ayah dengan seenak jidat menjual segala milik ibunya sebelum membawa ia kepada keluarga lamanya.

Tak ada yang menghargai Grace di sana. Tiga saudara tirinya terang-terangan menabuh genderang perang tiap ada kesempatan. Lantas pria idiot yang membawa ia ke rumah itu harus kalah dengan istrinya. Jangankan membela Grace yang selalu menjadi korban caci maki, bahkan sang ayah tak bisa melawan segala sindiran yang menyakiti hati.

Grace benci saat wanita baya itu menghinanya. Mengatakan jika kehadirannya hanya kombinasi mabuk dan kondom yang bocor. Mereka benar-benar memperlakukan Grace seperti kotoran yang tak layak ada dalam hunian. Sebab itulah, Grace berambisi menjadi seorang model. Ia tak mendapat banyak perhatian dari orang-orang terdekat, maka akan ia cari perhatian lewat sorotan kamera.

Seperti dugaan. Tak sulit menjadi seorang model dengan wajah jelita dan tubuh idealnya. Grace terjun di dunia hiburan tepat saat ia berusia 15 tahun. Dan sejak saat itu ia tak lagi tinggal dalam rumah yang lebih pantas disebut hunian para iblis yang keluar dari neraka.

Jiwanya suram. Tak ada kasih sayang setelah kepergian sang ibu, lalu Ardaf datang. Menghujaninya dengan perhatian dan senyum tulus yang memberi makan dahaga di hati. Sekarang, pria itu juga yang menghancurkan segala afeksi.

"Grace?"

Wanita dengan gaun tidur itu menoleh. Mengerjap pelan saat panggilan dari pria yang beberapa hari ini menemaninya, mengusik lamunan.

"Sudah makan?"

Grace hanya mengangguk saja. Ia kembali memberi atensi ke luar jendela, menonton lanskap hijau yang segar di sana. Grace sudah beberapa hari ini tinggal di Bogor. Tepatnya di rumah dokter psikiater yang direkomendasikan pria yang tadi memanggilnya. Karena ia seorang publik figur yang keberadannya sedang diincar wartawan, Ness dan Ravi menyarankan Grace lebih baik menjalankan terapi di rumah saja alih-alih di tempat praktek biasa.

"Ness di mana?" tanya Grace tanpa mengalihkan perhatiannya.

"Ada." Ravi mengambil posisi di hadapan Grace. Menarik kursi kayu untuk bicara dengan wanita itu. "Ada yang mau kamu obrolin sama aku nggak, Grace?"

Grace diam.

Ravi mengangguk penuh pengertian. "Kamu lihat anjing itu?" Ia tunjuk seekor anak anjing yang sedang berlarian di halaman. Meski tak mendapat jawaban, Ravi tersenyum saat Grace mengikuti arah pandangnya. "Anak anjing itu aku temuin tepat di bawah kolong mobilku waktu parkir di minimarket. Keadaannya kotor dan kena penyakit kulit."

Grace masih diam atau lebih tepatnya ia tak ingin menimpali.

"Kata Ness kamu suka anak anjing."

Grace perlahan menoleh pada pria itu sebelum mengangguk lemah.

"Mau aku bawa Dysson ke sini?" Ravi tersenyum kala gadis yang mentalnya sedang terguncang itu kembali mengangguk.

Tanpa bertanya lagi, Ravi beranjak menuju jendela. Memanggil anjing temuannya yang sengaja ia bawa saat hendak menjenguk Grace. Setelah mengeluarkan beberapa suara, anak anjing jenis pomeranian berwarna putih tersebut sudah masuk ke dalam pelukan.

Seatap (tak) Sehati  ✔️Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin