10|Bukannya Gak Nikah Juga Bisa, Ya?

903 98 7
                                    

"Do I have no value if I'm not
being someone's wife and bearing children?"

(A question from a soon-to-be bride, 2022)

(A question from a soon-to-be bride, 2022)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Mario gak masuk dulu?"

Pertanyaan Mela membuat Jani berbalik lagi, padahal baru saja membalikkan tubuh setelah salam dan akan pergi ke kamarnya. "Aku gak bilang aku pulang sama Mario."

Mama Jani itu hanya tersenyum tipis sambil memperhatikan anaknya. "Asal nanti Mama gak tiba-tiba dikasih undangan tunangan aja, ya. Masa Ari satu rumah sama Mama, tapi Mama gak tau perkembangan kamu sama Mario?"

Jani berkelit, mengatakan bahwa tidak ada perkembangan apa-apa, mereka masih teman biasa. Lalu, mamanya berkata bahwa jika anaknya tetap begitu, Mario akan meninggalkannya karena Mario bukan terlihat seperti tipe yang menunggu satu orang terlalu lama.

Jani tidak menjawab dan beranjak ke kamarnya, tidak ingin menunjukkan dirinya terganggu meski pikiran Jani berada di kondisi sebaliknya. Apa hanya dua pilihan itu yang Jani punya untuk hubungannya dengan Mario, berpisah atau menikah? Jika dari apa yang Mario ucapkan beberapa jam lalu, sepertinya tidak. Cowok itu tidak terlihat terburu-buru bahkan untuk menjadikan hubungan mereka resmi berpacaran. Namun, seperti yang mamanya bilang dan Jani pun mengetahuinya sendiri bahwa Mario bukan tipe orang yang bisa duduk diam dengan sabar.

Sejujurnya, Jani tidak keberatan dengan pernikahan, mungkin karena dia tidak tahu apa yang berbeda dari biasanya. Sekarang pun mereka bisa bertemu semau Jani, jika sudah menikah pun Jani tidak akan melakukan pekerjaan rumah karena masih sibuk dengan pekerjaannya, perihal uang pun Jani tidak akan membuka rekening bersama. Mungkin yang berbeda adalah mereka bisa melakukan hubungan intim semaunya tanpa halangan moral keluarga juga sekitar dan memiliki anak.

Dan Jani tidak tahu, apa dirinya sangat terdesak membutuhkan keduanya?

Kepala Jani menghadap ke kanan-kiri seakan menjawab pertanyaan yang diajukan di dalam kepalanya. Ada keinginan untuk menanyakan keduanya pada Mario, tapi berpikir lagi bahwa itu akan terlalu frontal.

Mencoba mengenyahkan pikiran itu untuk beberapa saat, Jani mandi dan membersihkan diri. Namun, akhirnya setelah selesai memakai satu set skincare dan waktunya tidur pun, pikiran itu membuat Jani terjaga. Maka Jani memutuskan untuk meminum segelas susu sebelum mencoba tidur kembali. Mama Jani dan Nic sepertinya sudah tidur karena tidak terdengar suara dari mana pun di dalam rumah selain langkah kakinya ketika dia berjalan ke dapur.

Dengan segelas susu di tangan, Jani duduk di meja makan dan meminum segelas susu itu perlahan. Matanya tertuju pada kursi tempat biasa Mela dan dan Nic duduk, interaksi mereka, kebahagiaan yang ditunjukkan, dan kembali bertanya-tanya apa itu rasanya hubungan yang utuh, apa lebih membahagiakan dari berpacaran biasa.

Saat pertanyaan di benak Jani semakin menumpuk, tubuhnya terhentak karena kaget, Jani merasakan tiba-tiba pundaknya ditepuk dari belakang. Mencoba menenangkan jantungnya, Jani memutar tubuh dan melihat Nic berdiri di belakangnya, tampak menahan tawa dalam balutan bathrobe. "Serius banget Ari liatin gelas," ujar Nic dengan sedikit nada mengejek dalam kalimatnya. Jani bergumam kesal, sedikitnya mengejek Nic yang kurus sehingga langkahnya sepelan hantu.

Sejak mereka saling mengenal, mungkin karena Nic yang terlalu easy-going atau Jani yang sudah dewasa, keduanya lebih seperti teman ketika mengobrol. Tampang Nic yang awet muda pun tidak sulit untuk menganggap umurnya tidak begitu jauh dari Jani meski aslinya pria itu lebih tua tiga tahun dari Mela. "Mikirin apa sampai ngelamun hampir tengah malam gini?"

Nic tampak mengambil bir dalam kaleng putih dari kulkas dan duduk di seberang Jani, meneguknya pelan. Jani agak bimbang untuk membagikan pikirannya pada Nic, tapi membagikan apa yang mengganggu Jani pada Mela hanya akan membuat mamanya itu menyalahkan diri sendiri atas perceraian dengan ayah kandung Jani.

"Kenapa kamu mutusin nikah sama Mama, Nic?"

Mendengar pertanyaan Jani, Nic menatap cewek itu dengan mata membulat, lalu tertawa pelan. "Saya nikah sama Mama udah hampir sepuluh tahun, agak telat kalau mau nanya alasan saya nikah sama dia, kan?"

"Ini gak ada hubungannya sama hubungan kamu dan Mama," jelas Jani, mengembuskan napas dan menyandarkan tubuhnya di bangku.

Nic mengalihkan pandangannya dan mengerucutkan bibir dan menyesap kembali birnya. Ia meletakkan kaleng itu di atas meja sebelum menjawab pertanyaan Jani, "Kalau jawaban singkatnya, ya, karena saya cinta Mela dan ingin habisin sisa hidup saya sama mama kamu."

"Bukannya gak nikah juga bisa, ya?" tanya Jani. "Bedanya nikah sama enggak pun cuma gak diomongin tetangga kalau tinggal bareng."

"Iya. Tinggal pindah ke negara yang gak terlalu konservatif juga masalah diomongin tetangga bisa selesai." Jani menganggukkan kepala mendengar penuturan Nic itu. "Soal mengikat satu sama lain pun banyak pasangan yang selingkuh setelah nikah."

Jani mengangguk lebih banyak, kemudian menambahkan selagi Nic kembali meminum birnya, "Kamu sama Mama pun gak memutuskan untuk punya anak, jadi kayaknya sama aja?"

Pria di seberang Jani tampak menyalin bahasa tubuh Jani, menyilangkan lengan di depan tubuh dan menyandarkan tubuh di kursi, tampak berpikir keras dengan kerutan di dahi. "Kenapa, ya?" tanya Nic pada akhirnya, membuat Jani hampir jatuh dari kursi seperti dalam film komedi.

"Kok, malah balik tanya, sih?" Nic tertawa agak keras mendengar pertanyaan retorikal itu dan Jani harus mengingatkannya bahwa Mela sudah tertidur.

"Belum, kok. Mela lagi baca buku," jelas Nic. Setelah tawanya kembali reda, Nic menyatakan bahwa ia menyerah, "Kalau yang kamu inginkan jawaban masuk akal, saya gak bisa jawab. Emang di pikiran kamu nikah itu kayak gimana?"

Jani mengangkat kedua bahu. "Ilusi? Cuma menghilangkan rasa anxious karena gak masuk ke dalam kategori dalam boks? Penyebab sakit hati sewaktu harus pisah? Buang uang untuk perayaan anniversary?"

Ketika mengira Nic akan tertawa lagi, tapi kali ini ia hanya tersenyum dan bertanya, "Gak salah, memang. Jadi karena alasan tadi, kamu gak mau nikah sama Mario-Mario itu?"

Gak tau, aku gak tau.

Jani hanya menatap balik Nic dengan rahang yang kadang mengeras, bahkan hingga bir milik pria itu habis, Jani masih belum bisa menjawab. Berselang beberapa detik setelahnya, Nic pamit dan mengucapkan selamat malam pada Jani, meski memberikan nasihat sebelumnya. Menurut Nic, satu-satunya cara untuk Jani mendapatkan jawaban adalah dengan bicara langsung untuk tahu apa artinya pernikahan bagi Mario dan mencocokkan persepsi mereka.

Meski artinya Mario harus mencari cewek lain yang sejalan dengan rencana hidupnya.

Meski artinya Mario harus mencari cewek lain yang sejalan dengan rencana hidupnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Halooo!

Gak banyak yang mau disampaikan selain maaf sebanyak-banyaknya. Lagi sibuk banget sampai baca satu buku gak tamat dalam 2 minggu, so sad.

Semoga suka bab ini dan semoga kesibukan dan Midnights jadi Solar Power untuk lanjut nulis cerita ini dan cerita lainnya yang masih berlanjut (get the references? Hahahah)

Jangan lupa cek playlist untuk cerita ini dan follow mitadoeswrite buat teaser bab baru juga mitadoesread, kk? :*

With love,

Mee

Light PillarWhere stories live. Discover now