20. How Hard to Say Good bye

10.5K 1.2K 46
                                    

20. How Hard to Say Good bye





     "Lo beneran gak tau?"

Gery menatapku dengan pandangan aneh. Menatapku seolah-oleh aku ini adalah alien yang akan menghancurkan bumi dengan cara menyedot mereka dengan lubang hidung kananku satu persatu.

"ENGGAK!" jawabku sejak tadi emosi.

Melihat mata Gery gatal sekali ingin kucolok karena tatapan menyebalkannya. Semoga calon keponakanku itu memiliki mata Vera yang bulat dan berbulu mata panjang.

Gery melengos. "Adnan gak ngasih tau lo kenapa dia kesini?" Tanya Gery sambil sesekali melirik pada kumpulan temannya yang sedang mengobrol di tepi kolam renang. Tak lupa para wanita dengan pakaian minim yang kuyakini adalah pasangan dari mereka dengan rata-rata rambut blonde dan coklat itu. Aku bahkan sesaat merasa sedang salah kostum karena berada ditengah-tengah mereka.

"Vera kenapa gak ngomong apa-apa sama gue?" Gery mengernyit.

"Ya mana gue tau Geryyy!! Lo kalau gak mau ngasih tau jangan bikin gue emosi, dari tadi kaki gue gatel mau nendang-nendang." Kataku entah kenapa mendadak siaga 3.

Gery melotot. "Jangan macem-macem ya lo. Disini lo bawa nama baik Adnan." Kata Gery langsung menunjukku dengan serius.

"Ya makanya tell me why i have to be nice?"

"Gosh Aluma... do you even have a reason to be nice Al?" Kata Gery sambil melotot kecil.

Aku melengos pelan, melirik Harvey yang meneriaki kami untuk bergabung. Sedangkan boss ku sendiri sejak tadi masih duduk di teras belakang rumah sambil mengobrol dengan wanita berambut putih yang ku ketahui adalah ibu dari salah satu sahabatnya, Armand.

"Kenapa lo gak ajak Vera. Gue lihat semua orang disini ngajak gandengannya. Lu udah kawin, kenapa gak lu ajak tuh ibu rempong?" Tanyaku menyipitkan mata menunjuk Gery curiga.

Gery melengos. "Perlu lo ingat kalau gue bawa Vera, gue gak cuma bawa satu kepala. Kalau lo jadi gue, apakah lo akan ambil resiko ngajak istri lo yang hampir hamil tua itu terbang naik pesawat kesini?" Tanya Gery terlihat menahan gemas.

Mataku mengerjap-ngerjap. Baru tersadar bahwa sahabatku yang satu itu sudah memasuki trimester ketiganya.

"Lagipula... yang perlu curiga itu harusnya gue. Kenapa Adnan tiba-tiba nongol bawa gandulan sekretarisnya? Elu dibilang apa sampai mau ditarik ke sini?" Tanya Gery menunjukku dengan alis berkerut rapat.

Aku melengos panjang. Bingung harus bagaimana menjelaskan bagaimana akhirnya aku bisa berada disini.

Apa aku juga perlu mengatakan bagaimana malam galauku sampai membuatku tertidur dan memutuskan untuk berangkat ke bandara pagi tadi secara mendadak?

"Intinya yang gue tau gue dibayar lembur. Dan disini gue mode jadi salah satu temennya, bukan sekretarisnya."

"Lah tadi barusan bilang lembur. Mana ada temen lembur dibayar."

"Ada... Namanya temenan sama bos sendiri." Kataku membuat suami Vera itu menepuk jidatnya endiri.

"GER!!"

Suara berat Pak Adnan menghentikan percakapan kami saat kulihat pria dengan kemeja putih itu akhirnya berjalan meninggalkan wanita berambut putih yang duduk di kursi roda itu.

Pak Adnan tersenyum padaku, jangan lupakan angin nakal yang meniup rambutnya sampai-sampai aku sendiri lupa menutup mulut sangking terseponanya.

Nah kan...


Bukan terpesona lagi sekarang bahkan sudah naik tingkat jadi tersepona.




Virago ✔ (REVISI)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant