Kasihan

119 78 88
                                    

Membeku, style yang tadinya sedingin bongkahan es, sekarang meleleh hanya karna pelukan seorang gadis.

“Saya boleh cerita gak?” tanya gadis itu dengan posisi memelukku.

Sungguh, bagaimana cara menjawabnya?

Cerita? Apa gadis ini tidak takut pada orang baru? Tidakkah merasa was-was dengan wajah baru yang ditemuinya?

Pernahkah ia berfikir, bagaimana jika aku bukan orang baik-baik?

Sudahlah.

Wajahnya memerah, matanya sudah seperti menangis berabad-abad. Sangat bengkak dan sembab.

Dia masih muda, agaknya seumuran denganku, apa masalahnya?
Rumah? Keluarga? Sahabat? Sekolah? Atau cinta yang menjadi landasan sedihnya?

Gadis berambut pendek itu masih memelukku, rasanya nafas ini sudah susah untuk dikeluarkan. Ingin kulepas pelukannya, tapi ada yang menahan.

Jadi, kutunggu sebentar sampai ia melepas dengan perlahan. Kubiarkan gadis baru itu menumpahkan air mata, memeluk raga yang ‘mungkin’ membuatnya merasa tidak sendiri.

Pelukan, kehangatan, mungkin itu yang dia inginkan sekarang.


***

“Makasih ya,” tuturnya.

Dan seperti sebelum-sebelumnya aku hanya bisa menjawab dengan gerakan saja, sedari tadi ia bercerita, dan aku tidak berkata apa-apa.

Karna memang tidak bisa.

15 menit lalu, ia bercerita setelah merasa tenang dan saat akalnya mulai kembali berjalan.

Katanya, “Aku suka sama temen kakakku, tapi temennya kakak dingin kayak es batu, terus sekarang jadi tambah dingin kayak di freezer.”

Dia berkata seperti itu, agak sulit memahami maksudnya, tapi kucoba untuk pahami saja. Toh, dia hanya butuh orang untuk bercerita.

Saat itu aku hanya menatapnya dengan serius, meyakinkan bahwa aku mengerti dengan keadaannya. Sejujurnya di sisi lain, antara kasihan dan ingin tertawa.

Lucu, dia lucu saat bercerita.
Entah, dia gadis yang pertama memelukku setelah beranjak remaja.

Setelah mama.

Pelukan itu masih terbayang rasanya.

“Aku kasihan banget, kan?” katanya sambil mengusap air mata.

Di saat itu, aku hanya bisa menggeleng dengan kerutan didahi, menandakan bahwa pemikirannya tidak benar.

Seharusnya sedikit kasihan. Aku yang melihat juga merasa kasihan.
Hilangkan kata ‘banget’ di sana.

“Kok dari tadi diem doang sih? Gue prik ya?” tanyanya sambil mengedipkan kedua matanya yang berair.

Imut, mirip Anya Forger.” monologku dalam hati, tapi serius, matanya yang  berarir dan rambut pendeknya sangat mirip dengan Anya.

“Kok gak jawab?” tanya gadis itu lagi.

Aku bisa melihat wajahnya bingung, dan kasihanku bertambah sedikit lagi.

‘Aku tunawicara. Mohon dimaklumi yah’

Tunggu, di sini aku atau dia yang harus dikasihani?

Sudahlah, yang terpenting, dia tidak memperlihatkan ekspresi yang sama dengan orang lain ketika mengetahui bahwa aku tidak bisa bicara.

Ia malah mengatakan, “Eh? Kalo gitu kita ngobrolnya lewat chat aja.” serunya dengan mimik wajah yang sedikit berubah menjadi ceria.

Sedikit aneh, bukannya merasa aneh, malah ia merasa tidak aneh, sungguh aneh gadis yang satu ini.

“Saling simpen nomor ya?,” celotehnya.
terus nanti, kamu bisa cerita juga.” lanjutnya sambil membenarkan rambut yang terhembus angin.

Anginnya caper banget.

Jika yang bercerita nona, mungkin saja aku akan betah menjadi pendengar saja.

Handphoneku kusodorkan padanya, ia berkutat dengan benda itu sangat serius, dan aku tambah kasihan ketika dia mengatakan, “Ini hape mahal, gak bisa makenya.”

Senyum, terlintas senyum dibibirku.
Gadis ini sangat berbeda.

Tapi tunggu, setelah dia mengetik nomor handphonenya, ia tiba-tiba bertingkah aneh, melihat jam tangan yang ia pakai, lalu menatap dengan mata melotot.

“Eh, nomornya disave yah.” katanya lalu berlari dengan membawa tas ransel kuningnya.

Aku melihatnya yang sudah berlari dengan jarak agak jauh, tak lama ia berbalik,
“KAPAN-KAPAN KETEMU LAGI YA!
GARA-GARA KAMU, AKU KETINGGALAN BUS!” teriak gadis itu sambil mengayunkan tangan untuk berdadah.

Hah? Tunggu, gara-gara Dikarya? Karna diriku?

Geeta,

kataku ketika melihat nama yang tertera diponsel.

Gadis dengan mood yang cepat berubah.

***

“Aku-Kamu, atau Lo-gue?”

“Saya-kamu.”

@rnnt_sfyn

DIAM (Park Jeongwoo) || ON GOINGWhere stories live. Discover now