Jenguk Raga

18 5 0
                                    

"Udah Bunda, jangan nangis lagi. Maafin Raga udah bikin bunda khawatir." Kalimat itu sudah kesekian kalinya terlontar dari bibir tipis Raga. Sang bunda juga masih terlihat betah memeluknya.

Mata wanita paruh baya itu sudah sembab karen menangis sejak datang tadi, kata maaf pun tidak bosan ia lontarkan kepada sang putra. Karena telat datang ke rumah sakit akibat terjebak macet. Sedangkan Bintang dan Vano kembali ke sekolah karena Dania yang memaksa mereka.

"Maafin Bunda Nak. Bunda belum bisa jadi yang terbaik buat kamu. Bunda belum bisa jagain kamu dengan baik... Maafin Bunda."

Raga mengusap bahu sang bunda yang bergetar. Hatinya teriris kala merasakan air mata sang bunda menyentuh kulit lehernya. Ini yang Raga benci. Benci ketika melihat sang bunda menangis karena dirinya. Benci melihat air mata itu menetes ke wajah sang ibunda.

"Bunda jangan nangis lagi... Bunda, hati Raga sakit ngelihat bunda nangis karena Raga... Jangan nyalahin diri Bunda sendiri. Bunda gak salah. Yang salah itu Raga, bukan Bunda."

Dania melepaskan pelukannya. Menatap wajah pucat sang putra. "Mana yang sakit? Kasih tau Bunda, Nak. Jangan di sembunyiin." Masih dengan isak tangis Dania mengatakan itu.

"Gak ada yang sakit Bunda. Raga sakit kalau Bunda nangis, apalagi bunda nyalahin diri Bunda sendiri karena Raga... Lihat, Raga udah sembuh. Bahkan Raga bisa gendong bunda sampai rumah sekarang juga."

"Jangan bohong sama Bunda, Ga!Kamu masih pucat," ujar Dania. Dia tahu kalau Raga mengatakan itu semua agar dirinya tidak lagi khawatir. Selalu seperti itu.

"Bunda gak percaya sama Raga?" tanya Raga dengan raut sedih." Bunda jahat ih, masa gak percaya sama anaknya sendiri." Bibir cowok itu maju menandakan kalau ia sedang merajuk. Begitulah Raga, dia akan menjadi bayi kalau di depan sang Bunda. Dan berubah menjadi pria dewasa yang selalu memberikan nasihat kalau bersama teman-temannya.

"Gimana bunda percaya sama kamu kalau masih melanggar aturan Bunda... Sekarang bunda tanya, kenapa kamu bisa kambuh? Kamu gak minum obat lagi?"

Raga menggeleng ribut. "Raga selalu minum obatnya kok, Bun."

"Terus kenapa bisa kambuh Raga?!"

"Maaf Bun. Raga makan makanan pedas." Raga menyengir. Berharap Dania memaafkan kesalahannya.

"Bunda selalu ngelarang kamu makan sembarangan, Ga. Kenapa kamu gak pernah dengerin Bunda? Mulai besok kamu harus bawa bekal dari rumah, Bunda gak mau tau."

"Maaf Bun. Raga janji gak bakal ulangi lagi."

"Kalau kamu ingkar?"

"Raga janji lagi hehe." Cengiran kembali menghiasi wajah pucat yang tampan dan manis secara bersamaan itu. Melihatnya Dania hanya bisa menggelengkan kepala.

"Selalu seperti itu. Kenapa sih Ga, kamu gak bisa nurut sama Bunda kalau masalah yang satu itu?"

"Maaf Bunda."

"Ya udah. Sekarang kamu istirahat. Lihat tuh mukanya masih pucat gitu."

Raga menurut. Ia segera berbaring. Lantas Dania menyelimuti sang putra sampai batas dada.

"Bunda ke kantin rumah sakit dulu ya. Kamu mau apa? Nanti bunda beliin."

"Raga mau Bak--"

"Gak boleh!!" potong Dania cepat. Membuat sang anak merengut.

"Tadi Bunda nawarin."

"Ya udah. Nanti Bunda beliin ya... Buah-buahan nya."

"Raga kan, maunya bakso, Bun. Bukan buah-buahan."

CINTA RAGAWhere stories live. Discover now