Jebakan

2K 304 51
                                    

Jebakan.


Sepanjang langkahnya Salvio tak berhenti merutuki bangunan gedung yang sangat luas. Dirinya merasa sudah sangat jauh berlari namun belum juga dia temukan di mana pintu keluar.

Sebenarnya dia sudah menemukan satu pintu keluar, namun di sana ada penjaga yang pakaiannya sama dengan penjaga yang tadi dia dorong saat mencoba menghadangnya keluar dari ruangan. Salvio dengan cepat langsung memutar arah dan memilih naik melewati tangga darurat. Terlalu beresiko jika dirinya naik menggunakan lift.

Kalau di depan lift sudah ada orang-orang berbadan besar itu bagaimana?

Salvio memuji otak pintarnya yang bisa memikirkan kemungkinan seperti itu akan terjadi. Walaupun di balik pikiran cerdiknya itu masih terselip kebodohan yang kentara.

Kebodohannya itu adalah kenapa Salvio malah memilih naik ke lantai atas? Kalau seperti itu dirinya akan makin susah menemukan jalan keluarnya bukan?

Entah sudah berapa undakan tangga yang dia naiki, yang jelas kakinya sekarang sudah mulai terasa mati rasa. Sampai di undakan tangga terakhir Salvio membungkuk. Mencoba mengatur nafasnya yang tinggal satu-satu.

'Jangan bengek sekarang plis. Gue harus keluar dari sini dulu,' batin Salvio menyemangati diri sendiri.

Salvio mulai mendorong pintu di depannya dengan pundaknya.

Brugh!


Salvio menjatuhkan badannya di lantai semen yang keras. Badannya terlentang dengan pandangannya lurus ke arah langit malam yang gelap. Salvio berhasil sampai di atap gedung. Salvio mencoba mengatur nafasnya. Senyum tipis terukir di wajahnya. Semoga saja tempat ini menjadi tempat aman untuknya bersembunyi.

Karena kalau dirinya sampai ketahuan, Salvio sudah tak ada jalan untuk kabur lagi. Satu-satunya jalan ya dengan lompat dari atap. Salvio sudah pasti tak mau mengambil opsi itu.

Salvio belum siap mati.

Setelah dirasa nafasnya sudah stabil, Salvio mulai merubah posisinya menjadi duduk. Angin malam terasa semakin dingin dari tempatnya berada saat ini. Kemeja tipisnya tak membantu sama sekali menghalau dinginnya malam. Salvio mulai mencoba berdiri, mencari tempat yang sekiranya dapat membantunya sembunyi.

Sembunyi dari kejaran anak buah Saga dan juga sembunyi dari rasa dingin.

"Ayo dong nyala... gue butuh lo buat nyari bantuan buat kabur ini.." sambil mencari tempat bersembunyi, Salvio mencoba menyalakan kembali ponselnya yang tadi berenang bebas di akuarium. Namun sayangnya, mau seberapa lama dirinya memencet tombol daya, pun dengan usahanya menggetok-getok ponselnya, ponsel Salvio sama sekali tidak menyala.

"Halaahh iklannya aja ini ponsel tahan sama air tapi buktinya lo tetep mati. Ck.. nyebelin lo penipu!" Salvio mencibir ponselnya yang tak mau hidup.

"Kira-kira ini ponsel kalo dijual laku berapa ya? Semoga masih bisa laku deh biar nanti bisa beli ponsel baru yang lebih canggih. Gak lagi gue beli yang merek ini." Salvio mendumel dengan mata masih menatapi ponselnya, meneliti kondisi ponsel yang masih terlihat bagus, kecuali kenyataan kalau ponsel itu tak bisa hidup. Dirinya sudah mulai mengira-ira berapa uang yang dia dapat nanti setelah menjual ponselnya.

Ayolah siapa saja tolong segera sadarkan Salvio bahwa saat ini bukan waktu yag tepat untuk dirinya memikirkan uang.

"Masih nyampe satu juta nggak ya—ASTAGA TUHAN!!" Saat Salvio mendongak dirinya langsung memekik kaget saat pandangannya menemukan seorang laki-laki tengah berdiri di pembatas atap. Salvio bahkan sampai melempar ponselnya dan langsung berlari mendekati laki-laki itu.

TROUBLE? TROUBLES?! [END]Where stories live. Discover now