Berangkat

1.8K 283 14
                                    

Berangkat.




Salvio mengetuk-ngetukkan jarinya di jendela pesawat. Memandangi birunya langit dengan awan putih yang bergerombol. Pesawatnya baru saja berangkat kurang lebih lima belas menit yang lalu.

Salvio menoleh ke arah kiri, tepatnya menatap Saga yang sibuk dengan ponselnya.

"Saga, ini tinggi ya?"

Saga melirik sekilas namun setelahnya kembali fokus ke ponselnya. "Mau ngecek? Gue bantu dorong dari sini."

Salvio mencebik. "Lo mau jadi duda? Dasar suami tega!"

Saga menyeringai. Ponselnya kini sudah dia abaikan. "Jadi sekarang udah mau ngakuin gue jadi suami lo?"

Salvio memutar bola matanya malas. "Terpaksa," jawab Salvio singkat.

Kini Salvio kembali memusatkan atensinya ke luar jendela. Pikirannya kembali ke malam kemarin sebelum dia memutuskan untuk pergi bulan madu hari ini.

Bagaimana bisa mamanya Saga berpikiran untuk memberinya susu hamil? Apa Salvio ini terlihat seperti perempuan?

Hahh.. memikirkannya saja sudah kembali membuat denyutan di kepalanya. Apalagi saat mengingat Riki yang langsung berubah menjadi seorang ahli gizi, menjelaskan manfaat susu yang telah dia buat untuk Salvio. Makin pusinglah kepala Salvio.

Eh iya bicara tentang Riki, Salvio sedari tadi belum melihat laki-laki menyebalkan itu.

Salvio berbalik ke arah Saga lagi dan menoel lengan Saga yang kini beralih fokus ke tabletnya. Saga melirik dan bertanya melalui tatapannya.

"Saga.. Iki gak ikut?"

Alis Saga terangkat satu. "Iki?"

Mata Salvio mengerjap. "Ah.. Iki itu Riki. Lebih enak dipanggil Iki menurut gue.. hehehe." Salvio menggaruk belakang kepalanya gugup saat melihat raut wajah Saga berubah datar.

"Kenapa nanyain dia?"

"Ehm... itu.. anu.. kan dia itu sekretaris lo.. ehm apa dia gak ngikutin bossnya gituloh.. biasanya kan sekretaris ngekorin bossnya terus."

Saga berdecak. Badannya dia condongkan mendekati Salvio yang langsung mundur memberi jarak.

"Ke–kenapa?"

"Gue aja emang gak cukup?"

"Hah?" Wajah Salvio melongo bingung. Saga yang gemas langsung menyentil dahi Salvio pelan.

"Udah sama gue gini ngapain nyariin Riki. Belum cukup emang sama gue aja?" tanya Saga dengan tangannya kini mengangkat dagu Salvio hingga membuat kedua belah bibir Salvio kembali terkatup.

"Cu–cukup.. cukup kok. Iya udah cukup."

Cukup banget buat Salvio tekanan batin maksudnya. Jangan ditambah manusia tengil macam Riki yang sedari pertemuan awal sudah membuat Salvio darah tinggi.

Bisa mati muda Salvionanti menghadapi dua orang itu.

Keduanya kini kembali terdiam. Salvio ingin mencoba tidur, namun matanya sama sekali tidak mau terpejam. Saga sendiri masih sibuk dengan tab dan ponselnya. Salvio sampai penasaran apa sebenarnya yang dilihat Saga di dua benda persegi itu sampai fokusnya tak teralihkan. Salvio yang sedari tadi grasa grusu pun tak membuat fokus Saga hilang.

"Saga.." Salvio menoel pundak Saga lagi. Saga menoleh dengan alis terangkat satu.

'Muka jutek gini kok lama-lama keliatan ganteng ya?' batin Salvio saat dia memandang wajah Saga lamat.

"Kenapa?"

Salvio mengerjap. Mencoba mengembalikan kesadarannya.

"Di Jepang lagi musim apa ya?"

"Musim kawin."

Mata Salvio melotot saat mendengar jawaban dari Saga.

"Serius? Ada musim kayak gitu di Jepang?"

Saga mengangguk. "Iya. Makanya Mama ngasih tiket buat kita ke Jepang. Mama kan pengen cepet dapet cucu." Sebenarnya Saga hanya menjawab asal. Pikirnya, tidak mungkin juga Salvio percaya dengan jawabannya.

"Oh gitu ya.."

Kini gantian Saga yang melotot saat mendengar ucapan Salvio.

Salvio beneran percaya? Saga tak tau harus merespon seperti apa sekarang. Haruskah dia merasa gemas dengan kepolosan suaminya ini? Atau malah kesal karena mendapati kenyataan bahwa Salvio bisa saja mendapat masalah dengan kepolosannya ini.

Ah iya.. Saga kembali ingat bagaimana dia dan juga Riki berhasil membuat kesepakatan dengan Salvio di rooftop waktu itu. Pantas sih Salvio sekarang percaya saja dengan ucapan Saga.

Saga mengusak puncak kepala Salvio membuat Salvio mengernyit bingung.

"Lo ngapain?"

Saga menggeleng. "Nanti kalo di jalan ada yang ngasih permen jangan asal diterima ya."

Meski masih bingung, Salvio mengangguk saja. Lagian siapa yang mau nerima kalau dikasih permen? Dikasih duit baru deh Salvio mau.

Tak terasa perjalanan mereka sudah sampai tujuan. Salvio yang awalnya akan membawa semua barangnya juga bawaan Saga langsung saja dicegah Saga. Saga menjelaskan bahwa nanti akan ada jasa porter yang mengantar barang-barang mereka. Kini Salvio mengekori Saga yang sudah memakai kacamatanya dan juga kemeja yang tak dikancing dan dia gulung sampai siku.

Tak sedikit perempuan maupun laki-laki yang mencuri pandang ke arah Saga, membuat Salvio jengah.

Eh jangan salah paham dulu. Salvio merasa kesal bukan karena cemburu suaminya dilirik orang lain. Salvio malah akan merasa senang jika ada yang membawa pergi suaminya itu karena dia bisa kembali bebas.

Salvio sebenarnya merasa kesal karena di setiap pandangan memuja ke arah Saga, pasti setelahnya mereka memberikan tatapan sinis ke arahnya. Bahkan ada yang terang-terangan berbisik namun dengan suara cukup keras. Mereka berbisik bagaimana bisa orang setampan Saga berjalan dengan seseorang dengan tampilan biasa saja seperti dirinya.

Karena Salvio sudah tak tahan mendengar dan melihat langsung haters-nya, Salvio akhirnya menyelipkan tangannya di lipatan siku Saga. Menarik laki-laki itu untuk lebih mendekat sehingga dirinya bisa menyandar di bahu tegap sang suami.

Suami. Rasa percaya diri berbalut kesombongan mulai menguar dari diri Salvio. Matanya kini ganti memberikan tatapan sinis ke arah perempuam yang tadi mencemoohnya. Salvio sengaja mengusakan pipinya ke bahu Saga.

Salvio tertawa saat melihat wajah perempuan tadi berubah merah padam. Salvio bahkan sempat melihat jari tengah dari perempuan itu terangkat. Mengarah lurus ke arah Salvio. Namun apa Salvio peduli?

Tentu saja tidak.

Saga yang melihat tingkah Salvio hanya membiarkan. Saga malah merasa senang saat kini Salvio yang berinisiatif untuk mendekatkan dirinya ke Saga. Dan Saga tak sebodoh itu untuk melepaskan kesempatan langka ini. Jarang-jarang kan suaminya clingy gini.

"Mau langsung ke hotel atau jalan-jalan dulu?"

"Ke hotel aja. Gue mau tidur," jawab Salvio dengan kepala masih menyandar di bahu Saga. Saga mengelus pelan puncak kepala Salvio dan menyebutkan alamat hotel tempat mereka menginap ke sopir taksi.

Mata Salvio mulai memberat, sepertinya perjalanan mereka masih cukup jauh. Kepala Salvio sudah beberapa kali hampir terjatuh membuat Saga dengan sigap membenahi posisi Salvio. Senyum terukir di wajah tampan Saga saat melihat Salvio yang mulai terlelap. Wajah Salvio yang tertidur menjadi pemandangan favorit Saga sekarang. Wajah manis Salvio yang terlihat tenang membuat hati Saga menghangat. Entah dorongan naluri atau apa, Saga mulai mendekatkan bibirnya ke puncak kepala Salvio. Membubuhkan satu kecupan lembut di dahi Salvio yang tak tertutup poni.

"Sleep tight, Salvio."

Dan Salvio tersenyum dalam tidurnya.




《¤》




TROUBLE? TROUBLES?! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang