Break Or Not

519 41 5
                                    

Dua orang pria duduk bersisihan sembari melihat api unggun di depan mereka yang semakin mengecil apinya. Mereka sedang berada di pegunungan sambil menikmati suasana malam yang begitu sejuk. Lampu kota terlihat begitu indah dilihat dari ketinggian, suara jangkrik seolah semakin menjadi pelengkap suasana.

Yang lebih muda merapatkan jaket yang dia kenakan, berharap udara dingin tak semakin menerobos ke badannya. “Kita udah saling diam sejak dua jam lalu sampai sini, nggak ada niatan untuk bicara apa?”

Pria yang lebih tua satu tahun itu secara reflek menoleh ke samping melihat yang lebih muda hanya menampilkan ekspresi datarnya. “Krist,” panggil pria yang lebih tua.

Pria muda yang bernama Krist sontak menoleh ke samping dan berkata, “Apa?”

“Maaf,” suaranya begitu lirih, namun Krist masih bisa mendengarnya.

“Emangnya Kak Singto tahu kesalahan Kakak?”

Singto menganggukkan kepalanya namun entah mengapa dia tak lagi mempunyai keberanian menatap wajah Krist kembali.

“Coba jelasin dan ucapin dari hati Kakak,” pinta Krist.

“Maaf karena aku belum bisa mengambil keputusan dengan tegas, maaf bikin kamu sering banget kecewa, maaf karena aku jarang ada waktu sama kamu, maaf karena kamu mungkin nggak bahagia sama aku, dan maaf banget aku tak bisa melepaskanmu.”

Krist bungkam terlalu bingung harus menjawab apa. Mereka memang sudah menjalin hubungan lebih dari 2 tahun, namun sayangnya setiap Krist bertanya ingin dibawa kemana hubungan mereka. Singto selalu saja mengalihkannya pada pembahasan lain. Tak ada kejelasan, hingga tiga hari yang lalu Krist meminta putus dari sang kekasih.

Namun, tentu saja Singto menolaknya. Bahkan kekasinya itu langsung menghampiri dirinya di kost-an. Tapi, Krist tak ada niatan sama sekali untuk membuka. Hingga malam semakin larut, dia tiba-tiba mendapatkan telefon dari salah satu teman Singto dan mengatakan kalau Singto berkelahi dengan seseorang.

Krist yang sebenarnya masih sayang tentu saja langsung menghampirinya. Dan dia bisa menyaksikan bagaimana berantakannya wajah Singto. Dengan telaten Krist mengurusnya, padahal dia yang minta putus. Namun, setelah selesai dia langsung pulang dari apartement kekasihnya.

Singto juga tak berani mengejarnya karena menurutnya mungkin Krist butuh waktu begitupun dengan dirinya. Hingga tadi sore-sore dengan tekat kuat, Singto menjemput Krist dan membawanya ke sini. Melakukan camping seperti yang mereka lakukan ketika sedang senggang, namun jika biasanya mereka senang. Berbeda dengan kali ini, yang ada suasana cukup mencekam diantara keduanya.

“Tolong, jangan putus ya,” pinta Singto.

Krist terkekeh mendengar permintaan Singto. “Kak, hubungan itu terjalin untuk dua arah. Bukan hanya salah satunya aja, karena yang ada nanti jatuhnya berat sebelah.  Selama kita menjalin hubungan aku baru sadar kalau hanya aku yang bergantung sama kamu. Selalu curhat apapun yang aku rasakan, tapi kamu gapernah. Jadi, kamu aku anggap aku apa Kak? Aku bahkan nggak tahu apapun yang kamu rasakan, yang selalu kamu tekankan hanya kamu cinta sama aku dan nggak mau putus.”

“Krist, tentu aja aku nganggap kamu pacar aku dong …” tapi untuk pernyataan lain Singto tak bisa menjawabnya karena setelahnya dia juga bungkam.

“Tapi, aku nggak tahu banyak tentang kamu, Kak!”

“Iya, aku akan mulai cerita semuanya sama kamu.  Maaf sekali lagi karena aku selalu ngalihin pembicaraan ketika tanya kejelasan hubungan kita. Itu karena ada alasannya …” belum selesai Singto bicara sudah dipotong oleh Krist. “Apa alasannya? Katakan sama aku semuanya,” desak Krist agar Singto jujur dengannya.

Singto menganggukkan kepalanya dan kembali berucap, “Dua bulan yang lalu aku udah nyiapin semuanya buat ngelamar kamu. Tapi, ada yang lebih penting. Nauli, adik aku tiba-tiba masuk rumah sakit karena tiba-tiba pingsan waktu di kampus. Dan setelah diperiksa secara menyeluruh ternyata dia sedang mengalami sakit kanker pankreas. Jadi, terpaksa semua tabungan aku gunain buat kesembuhannya dulu. Bahkan sekarang masih dalam tahap penyembuhan karena habis oprasi. Tabungan yang harusnya buat nikahan kita harus aku gunain dulu. Makanya aku bingung setiap kamu tanya seperti itu, aku juga mau segera ngikat kamu. Tapi yam au gimana lagi aku belum bisa sekarang.”

“Kenapa nggak cerita sih kalau adik kamu sakit, kan aku juga bisa bantu-bantu kalau keuangan kamu kurang. Jadi, gimana keadannya sekarang? Ayo kita lihat kondisinya? Mama pasti sedih deh liat keadaan Nauli.” Sungguh Krist tak habis pikir, kenapa kekasihnya tidak memberitahukan hal sepenting ini kepada dirinya. Dia pasti akan lebih bersabar kalau tahu hal yang terjadi sesungguhnya.

Singto memegang tangan Krist yang akan bangkit dan menyuruhnya duduk kembali. “Kita gak boleh masuk kalau jam segini, besok ya kita ke sana Sayang. Jadi, kita nggak jadi putus kan?”

“Jadi, ngapain juga aku pacaran sama orang yang gak jujur sama aku.” Krist memalingkan wajahnya kearah lain.

“Haduh, jangan gini dong Sayang. Janji deh setelah ini aku akan lebih jujur sama kamu dan akan bilang apapun yang aku rasakan. Beri waktu aku 1 tahun lagi untuk nikahin kamu, aku janji nggak lama-lama deh, jangan putus ya ya ya,” pinta Singto memeluk Krist dari samping.

Krist menghela nafas, “Yaudah nggak jadi, tapi kamu harus tepatin semua ucapan kamu.”

Singto bagaikan anak kucing yang patuh dia menganggukkan kepalanya dan menenggelamkan wajahnya di leher kekasihnya yang wangi. “Ayang, aku kangen ciuman sama kamu. Yuk ciuman!”

“HEH, BARU AJA BALIKAN UDAH NGELUNJAK AJA KAU!”

.
.
.
.

Siapa yang minta buatin on shoot kemarin? nih aku buatin 😂

Aku nggak tahu nulis apaan hahaha

One Shot SingkitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang