Ch. 03 - Getting Distracted

66.9K 3.8K 118
                                    

Sebelumnya Lika tidak pernah tahu apa yang menarik dari pemandangan malam kota Jakarta, kalau saja sekarang dia tidak bersama Janu. Usai makan malam di gang kecil daerah pecinan, Janu menawarkan Lika untuk kelilingi sejenak sebelum mereka kembali ke Sunday's Bar. Lika tentu tidak keberatan karena sejujurnya dia masih penasaran dengan Janu. Bagaimana sosok pria itu yang masih terasa abu-abu di kepalanya. Tidak seperti saat pergi, kini Lika bisa bebas berjalan di sisi Janu tanpa khawatir diusir pria itu.

"Jakarta nggak pernah sepi, ya." Lika bergumam sembari menatap kendaraan yang terus berlalang lalang tanpa henti, para pedagang yang tetap meramaikan trotoar meski hari sudah semakin gelap. "Gue baru pertama kali jalan-jalan begini."

"Nggak heran. Kamu kan model, mana bisa buang-buang waktu begini," sahut Janu, seraya mulai menaiki tangga jembatan penyebrangan. Dia mengulurkan tangan pada Lika ketika wanita itu terlihat ragu untuk memegang tiang tangga yang kotor.

"Thanks." Lika tersenyum canggung sembari membawa stiletto di kaki menyusuri tangga. "Sebenarnya gue sering kok buang-buang waktu, tapi ya ujungnya cuma buat tidur. Gue nggak punya teman yang cukup dekat buat jalan-jalan begini."

"Tapi saya yakin banyak pengin jadi teman kamu," ujar Janu. Langkah pria itu melambat ketika mereka sudah berada di tengah jembatan. Angin malam menerpa keberadaan dua insan tersebut. Janu selalu suka melihat kota Jakarta yang diselimuti penerangan dari bulan. Terasa tenang, jauh dari kekacauan dan suara biring klakson.

Lika tertawa hambar. Mereka berhenti di tengah jembatan sembari menatap jalan raya yang lengang. "Mereka suka karena gue sexy di mata orang-orang itu. Banyak orang yang minta kerjasama bukan karena skill gue, tapi karena mereka mau lihat belahan dada atau pantat gue aja."

Janu tak memungkiri bahwa dia sedikit terkejut dengan pengakuan Lika yang cukup frontal. Namun, respons yang keluar dari dirinya hanyalah sebuah tawa canggung. Lika yang sexy adalah pernyataan yang kerap ia dengar di mana-mana, termasuk dari bibir sahabatnya sendiri, Nando. Secara garis besar, Lika memang memenuhi kriteria wanita sexy yang selama ini ada pada standar sosial.

"Lo nggak tertarik?" Lika menoleh dan untuk pertama kalinya dia melihat sisi wajah Janu dari sebelah kiri. Banyak model laki-laki yang ia temui setelah belasan tahun berkarir, tapi tidak ada yang seperti Janu. Tidak ada paras tampan dengan karisma berwibawa yang bercampur jadi satu. Bagi Lika, fisik Janu adalah sexy yang sesungguhnya.

"Ngapain tertarik sama wanita yang bukan pasangan? Cuma buang-buang energi," sahut Janu, santai.

"Kalau sama wanita yang menurut lo sexy gimana?" tanya Lika.

Janu menoleh dengan kedua tangan disimpan di saku. "Nggak tahu, ya. Saya nggak pernah kasih label apa-apa ke wanita lain. Yang jelas kalau dia adalah pasangan saya, berarti dia sudah mencakup segalanya."

"Berarti kriteria pasangan lo itu harus sempurna?" Lika menatap Janu lekat-lekat.

"Sempurna di mata saya," timpal Janu, seraya membalas tatapan Lika. "Kalau kamu jatuh cinta sama seseorang, dia cacat fisik sekali pun akan kamu anggap sempurna. Itu yang saya maksud."

Lika mendengus pelan seraya mengalihkan tatapan ke jalan raya. "Gue pikir pria yang punya pemikiran begitu, tinggal lo doang di muka bumi ini."

"By the way, kamu bisa bilang kalau ada klien yang bersikap nggak senonoh nanti." Janu tidak mengindahkan ucapan Lika barusan, dia memutar tubuhnya menghadap wanita itu. "Rasanya pasti nggak nyaman ditelanjangi dengan mata orang lain secara terang-terangan kan?"

Lika tahu Janu memang menarik sejak awal. Dari cara pria itu menatap, berbicara, bersikap dalam setiap situasi, Janu seakan selalu memiliki tolak ukur sendiri. Namun, Lika tidak pernah sangka kalau ternyata Janu memang sangat amat menarik untuk dikulik.

Behind Her Lingerie ✅Where stories live. Discover now