Ch. 13 - The Reason Why

40.5K 3.3K 256
                                    

Sesungguhnya Nando tidak marah jika memang Janu memiliki hubungan spesial dengan Lika, meski sedikit jengkel karena wanita yang berhasil meluluhkan dinginnya hati Janu adalah idolanya sendiri, tapi kepedulian pria itu terhadap sang sahabat jelas lebih besar. Nando hanya sedikit kecewa karena Janu tidak cerita apa-apa padanya disaat dia begitu mengkhawatirkan pria itu setelah bertahun-tahun menjadi tuna asmara.

Terkadang Nando berpikir, apa yang tadi Janu katakan memang ada benarnya. Dia punya banyak sekali teman dan kenalan di berbagai tempat, tapi sahabatnya hanya satu.

Hanya Janu.

"Oke, gue terima permintaan maaf lo yang niat nggak niat itu, asal lo kasih tambahan cuti buat gue," ujar Nando. Akan dia manfaatkan situasi ini untuk memperpanjang libur.

Janu menhela napas pelan. "Satu hari aja atau lo ajukan sendiri ke nyokap gue?"

Nando mendengus. "Iye!"

Janu tersenyum. "Bagus."

"Terus lo ngapain ke sini pagi-pagi?" tanya Nando, balik ke topik awal.

"Gue sebenarnya mau cerita sesuatu." Raut wajah Janu seketika berubah, seolah memadukan tampang sendu dan bingung. Dia memainkan jemarinya dengan gelisah lalu menatap Nando sekilas. "Tentang Keenan."

Gestur Nando ikut berubah, menjadi sedikit lebih serius. "Ada apa?"

Lantas Janu pun mulai bercerita mengenai obrolannya tadi malam dengan sang kakak. Janu hanya bisa berbagi soal Keenan pada Nando dan Tasya, tidak ada siapa pun yang tahu jika ia masih berkomunikasi dengan kakaknya. Nando tak bersuara selama Janu berbicara, dia lebih sibuk mendengarkan daripada menyiapkan komentar. Masalah keluarga Janu yang nyaris tidak pernah terendus publik itu memang kompleks dan sangat tabu bagi sebagian orang.

Nando tidak ingin menghakimi, tapi juga tak memberi dukungan sama sekali. Melihat Janu bercerita dengan emosional, sudah cukup membuat simpati Nando terurai. Sebagai anak tunggal, terkadang dia memang tidak bisa relate dengan posisi Janu. Namun, membayangkan seseorang yang tumbuh bersama sejak kecil hilang begitu saja, pasti berat untuk siapa pun yang merasakan.

"Lo tahu dia udah mengorbankan semua buat Reno. Dia keluar dari Janitra demi gabung ke start up punya Reno, dia buang karirnya yang udah mentereng begitu demi orang yang sekarang sia-siain dia." Janu menghela napas kasar, kerutan kecil terlihat jelas di antara kedua alisnya. "Gara-gara Reno, Keenan harus akui semua ke Mami. Dan ketika hubungan mereka selesai, Keenan nggak bisa balik lagi kayak dulu."

Nando meraih bantal yang tadi dilempar Janu dan memangkunya. "Gue yakin Keenan udah tahu konsekuensi apa yang bakal dia dapat dari keputusannya dulu."

"Nggak worth it, Do," ujar Janu, penuh penekanan.

"Terus lo maunya gimana?" Nando memandang sang sahabat.

Janu reflek membuang pandangan ke jendela. "Gue mau dia balik ke rumah."

"Justru akan lebih berat dan menyakitkan buat Keenan kalau lo maksa dia balik ke rumah. Apa yang lo khawatirkan itu wajar banget, Nu. Cuma kadang apa yang terbaik buat kita, belum tentu sama dengan orang lain. Kecuali Tante Kirana yang minta," ujar Nando.

"Kenapa, ya, segampang itu buat Mami ngusir Keenan?" Janu memandang jendela kamar Nando yang masih setengah tertutup gorden. "Kalau dia sebagai ibunya aja nolak Keenan, apalagi orang-orang di luar sana? Mungkin suatu saat nanti kakak gue bisa mati ditangan orang, Do. Cuma karena dia beda dari kebanyakan orang."

Nando menatap bantal di pangkuan, ini memang bukan topik yang mudah untuk diperbincangkan sekali pun bersama sahabatnya sendiri.

"Kakak gue bukan pembunuh, bukan koruptor yang makan duit orang, dia nggak merugikan siapa-siapa, tapi kenapa malah diperlakukan lebih hina dari kriminal?" Jantung Janu berdegup lebih cepat karena desakan emosi yang menggebu-gebu.

Behind Her Lingerie ✅Where stories live. Discover now