Bab 23

79.1K 10.5K 469
                                    

Dia belum mati.

Bastian Sekarat.

Altheya mendapatkan kabar ini dari teman Bastian keesokan harinya.

Dokter bilang luka tusukan di jantungnya terlalu dalam, sebuah keajaiban ia bisa hidup sekarang, ketika ia sadar nanti mungkin itu adalah waktunya.

"Apa yang terjadi?" tanya Altheya.

"Harusnya gue nanyak lo, apa yang terjadi? Dia pergi, mau ketemu lo, kenapa jadi kayak gini?" kata teman Bastian.

Altheya terdiam, dia menghela nafas. "Gue engga pernah setuju untuk ketemuan sama dia."

"Lo tahu Al, dia cinta mati sama lo."

Altheya melirik teman Bastian itu. "Gue tahu." Karena itu lah dia disebutkan sebagai mantan terindah.

Bastian dan Altheya saling mencintai, namun hanya karena latar belakang Bastian semua itu tidak bisa terwujud.

Dia tahu semuanya.

"Bastian itu baik, dia cuma salah masuk pergaulan." Teman Bastian bercerita. "Keluarganya benci dia karena itu dan mengusirnya dari rumah."

"Sekarang semua orang sudah tahu dia pemakai begitu juga Dokter, Polisi juga mau nahan dia kalau sadar, mungkin lebih baik dia pergi saja."

Bastian sudah jatuh terlalu dalam, sudah tidak bisa ditolong lagi.

"Bisa beri kami waktu berdua?"

Teman Bastian mengangguk mengerti.

"Tolong jaga depan pintu yah, jangan izinkan siapapun masuk."

"Oke, santai aja."

Sekarang hanya ada mereka berdua di ruangan ICU ini.

Altheya merapikan rambutnya, ia duduk di satu-satunya kursi di samping tempat tidur.

"Lo udah sadar kan?"

Bastian perlahan-lahan membuka matanya, dia terlihat lemah, linglung, pancaran matanya dipenuhi rasa takut dan air mata tidak bisa berhenti mengalir. Dia saat dunia menolak dirinya hanya karena dia seorang pemakai dan pengedar hanya Altheya yang bertahan di sampingnya.

Jemari Bastian bergerak, seakan mengerti Altheya menggenggam tangannya, memberikan elusan lembut.

Dada Bastian sakit, pandangan matanya semakin gelap detik demi detik.

"Lo pasti udah tahu, tapi gue bukan Altheya."

Bastian tahu, karena Altheya nya tidak akan pernah memberikannya luka.

"Altheya udah mati, kalau lo mau tahu gue Lana, ingat aja gue dengan nama itu."

"Gue engga bisa nyuruh lo bertahan juga, karena gue bukan Altheya dan gue juga engga suka lo, gue jijik sama lo." Kebencian masih tersisa. "Cowok licik yang memanfaatkan seorang gadis dengan tipu muslihat."

Sudut bibir Bastian terangkat, ia tidak pernah menyesali perbuatannya.

"Mungkin ini Karma, yang terjadi sama lo adalah balasan karena lo udah nyakitin Altheya."

Bulu mata Bastian bergetar, sepertinya ia ingin bertanya sesuatu, namun suaranya tidak bisa keluar.

"Demam, dia Demam dan posisinya lagi sendirian, Kosannya juga kayak kandang Tikus, pantas dia mati." Altheya mengerti, ia akan menceritakan semuanya.

Bastian mengedipkan kedua matanya, ia menatap langit-langit Rumah Sakit.

Sepertinya sudah waktunya.

Entah kenapa perlahan-lahan dia melihat bayangan Altheya dengan gaun Putih, melambaikan tangan padanya dengan senyuman yang indah.

Crazy (The End)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora