Im Shine

342 25 0
                                    




"Kau tidak harus membawa Stella! Kenapa harus memaksa membawanya?" jawab Divana lagi tidak mau kalah.

"Divana...kau lupa, apa tujuanku menikahi Stella? Tentu saja menunjukkan bukti aku telah menikahinya di hadapan Simon. Kenapa itu jadi kau permasalahkan? Jangan meributkan hal yang tidak perlu, Divana..." ucap Shane dengan suara merendah. Dia tidak ingin berdebat dengan Divana karena akan merusak moodnya.

"Tapi, Shane...kau akan berlama-lama dengannya bukan dalam dua hari ini?" tanya Divana lagi menatap Shane dengan wajah kesal.

"Dua hari apakah lama menurutmu? Sudahlah, jangan di besar-besarkan, Divana. Aku sedang menjaga moodku hari ini. Tolong jangan memperkeruh keadaan..." jawab Shane santai lalu dia beranjak berdiri. "Baiklah sudah jam setengah sepuluh, aku harus segera meninggalkan kantor. Kau handle urusan kantor. Kalau ada yang urgent kau bisa mengirim email padaku. Aku akan approve by email..." imbuh Shane sembari berdiri dan hendak berjalan meninggalkan meja kebesarannya.

Dengan secepat kilat Divana meraih tangan Shane dan secara tiba-tiba sang sekretaris sexy itu memeluk CEO tampan dengan erat.

Shane menghela nafas panjang. Lalu melepaskan tangan Divana dengan perlahan.

"Tidak perlu seperti ini, aku hanya pergi menemui sepupuku bukan mau mati, Diva. Jangan berlebihan, aku tidak suka seperti ini bukan?" tanya Shane lalu melangkah meninggalkan ruangan dimana Divana mengepalkan tinjunya dan menahan amarahnya dengan mata memerah. Lalu dia mendekat kearah meja di mana telpon berada dan menghubungi seseorang.

"Adrian. Pastikan laporkan semua apa yang di lakukan Shane dua hari ini padaku. Atau kau akan menyesal telah mengabaikanku?" ancam Divana membuat suara pria di seberang menjawab perlahan.

"Akan saya usahakan..." jawab Adrian dengan santai. Lalu panggilan di matikan.

"Adrian brengsek! Awas saja kalau dia menipuku..." gumam Divana menggeram.

"Ahh! Sial. Tahu akan begini aku melarang dia menikahi wanita itu. Aku harus menghubungi Simon dan meminta Simon untuk bekerja sama denganku menghancurkan rumah tangga mereka. Setidaknya Simon harus sepakat denganku. Aku harus meraih perhatian Simon agar dia mau bekerja sama denganku. Hmmm...bagaimana caranya aku bisa berkomunikasi dengan Simon? Aku hanya melihatnya sekali..." gumam Divana lalu meninggalkan meja CEO dan berlari menuju mejanya karena telponnya berdering.

Sementara Shane yang saat itu sedang tersenyum-senyum sendiri di kursi belakang mobil sembari bernyanyi-nyanyi kecil membuat Adrian dan sopir pribadinya saling pandang.

"Izin Tuan, kita tujuan kemana dulu? Karena pesawat Tuan Simon mendarat jam delapan malam. Dan agenda kita dengan Tuan Simon esok hari..." ucap Adrian menoleh ke arah sang CEO yang terlihat menahan senyumnya dan menghentikan berdendangnya.

Dia terlihat berpikir sejenak lalu terkekeh.

"Kamu Nanya?"

Adrian mengangguk perlahan, lalu Shane kembali terkekeh.

"Hmm...aku juga bingung, kita harus kemana. Cuma saat ini aku  sedang  tidak ingin berada di dekat Divana. Apalagi di sentuh olehnya, ohh...No...no..." jawabnya lagi kembali mengumbar senyum. "Aku sebenarnya ingin segera pulang kerumah, dan melihat istriku. Tapi..." Shane terlihat berfikir sejenak lalu menggelengkan kepalanya.

"Tidak-tidak! Aku tidak boleh berada di sana, nanti dia besar kepala. Puihhh!! Mikir apa aku sampai aku ingin pulang kerumah dan melihat wanita itu? Hmm...putar balik sekarang! Kita ke hotel." tegas Shane lagi memerintah sang sopir membuat kedua orang di kursi depan saling manatap dan Adrian terlihat mengangkat bahunya.

"Baik, Tuan..." jawab sopir pribadi Shane yang tentu saja tidak memiliki jawaban lain.

Sesampainya di hotel bintang lima milik keluarga Hamilton membuat para karyawan panik dan menyambut hadirnya.

"Tuan, Shane. Selamat datang...Hamilton Hotel siap memberikan kenyamanan untuk Tuan Shane. Untuk berapa kamar, Tuan?" sapa seorang manager hotel dengan sopan, dia terlihat menatap sang general manager yang baru datang terburu-buru mendekat kearah Shane dengan wajah tegang, hingga membuatnya merasa heran karena tidak biasa.

Shane menoleh lalu berkata "Dia orang baru?"

"Iya, Tuan. Maaf saya sedang menangani customer tadi sehingga tidak menyambut kedatangan Tuan Shane secara langsung. Mau langsung ke kamar Tuan, atau touring hotel dulu, Tuan?" sapa sang general manager dengan sopan sembari membungkukkan badannya menghadap Shane yang tengah memperhatikan manager baru dari atas sampai bawah.

"Pecat dia! Berikan pesangon yang layak untuknya..." ucap Shane santai lalu melanjutkan langkahnya. Sedangkan sang manager yang memang baru sebulan ini bekerja terlihat memucat seketika mendengar pemecatan darinya.

"Ma-maaf, Tuan. Dia adalah relasi yang di rekomendasikan Nona Divana langsung..." jawab sang General Manager hotel itu mengingatkan Shane agar tidak memecat manager hotel yang baru.

"Siapa kamu bilang? Dia orang titipan Divana? SEKRETARISKU?" tanyanya dengan gaya sarkas.

"I-iya, Tuan. " jawab sang General Manager sembari mengimbangi langkah  panjang Shane, membuat Shane menoleh dengan tatapan tajam.

"Memangnya, kalau rekomendasi Divana kenapa? Apakah aku tidak berhak memecat orang yang tidak bisa bekerja?!" tanya Shane menghentikan langkahnya dan menatap tajam kearah wanita muda yang tampak menundukkan wajahnya dengan jarak sekitar lima meter darinya.

"Bu-bukan begitu maksud saya, Tuan." jawab sang General Manager itu pucat pasi. Terlihat tangannya bergetar menghadapi pewaris Hamilton Group.

Shane melangkah mendekat kearah wanita berseragam hitam dengan sepatu hak tinggi dan bibir merah merona itu.

"Saya, tidak mau melihat kamu ada di hotel ini, sekarang. Jadi, kemasi barang kamu, nanti pihak Human Resourch Management akan memberikan perhitungan gaji. Carilah pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan kamu, jangan memaksakan diri karena punya koneksi, paham?!" tandas Shane membuat wanita itu menjatuhkan air mata.

"Sa-salah saya apa, Tuan? Kenapa tiba-tiba Tuan memecat saya?" tanya wanita muda yang juga merupakan sepupu dari sekretarisnya itu dengan mata memerah dan air mata mengalir deras karena sedih di permalukan di depan seluruh karyawan yang ada di sana.

"Intropeksi diri saja. Untuk jabatan seorang manager hotel, tidak sepantasnya kamu bersikap seperti ini. Paham?!" jawab Shane lalu meninggalkan wanita itu dan berjalan memutar arah menuju office hotel.

"Adrian. Adakan meeting darurat dengan seluruh petinggi Hamilton, sekarang! Aku merasa hotel ini sudah seperti hotel kelas melati!!" tegas Shane menoleh kearah Adrian yang terkejut dengan sikap Shane.

Shane adalah orang yang perfectionis dan sangat teliti, dia juga sangat cerdas. Tapi, tidak biasanya dia mempermasalahkan hal-hal kecil.

Apa salah wanita ini sebenarnya? Aku jadi penasaran.

Adrian menggumam sembari membuka iPad miliknya dan mendiskusikan dengan group chat petinggi Hamilton.

Shane terus melangkah memasuki ruang meeting terlebih dahulu, membuat semua petinggi hotel kalang kabut di buatnya.

Seenaknya saja dia ingin menjadi raja kecil dalam kehidupan bisnis keluargaku, hanya karena dia mainanku. No! I'm Shine tidak ada satu orangpun yang bisa mengatur kehidupanku terkecuali diriku sendiri, apalagi kehidupan dan management keluargaku!

Shane menyunggingkan senyum kiri dan mendengkus kesal.

Bersambung

HASRAT TERPENDAM ISTRI CEOWhere stories live. Discover now