Im Shine!

281 22 0
                                    





"Lepasin! Jangan sentuh aku!" teriak Stella lagi berusaha meronta meski tenaganya sudah habis. Maklum saja tadi malam dia juga telah banyak menguras tenaga. Di tambah dia belum menikmati sarapan pagi. Sehingga kekuatannya untuk melawan tenaga super milik Shane-sang suami tidak terbalas.

"Sudahlah! Kau tidak perlu malu, Ste. Kau beruntung aku bahkan tidak menggunakan pengaman sama sekali karena memang aku menikmati kebersamaan kita, sama sepertimu..." bisik Shane dengan terus melancarkan aksinya.

Shane semakin beringas manakala bersentuhan dengan kulit mulus Stella--sang istri. Hingga membuatnya terpacu dan mengabaikan keluhan serta sumpah serapah sang istri.

"Hentikan, Shane! Kita sepakat untuk tidak tidur bersama. Kita sepakat untuk meniadakan adegan ranjang! Cukup sudah Shane..." pinta Stella lagi.

"Sudahlah, Ste. Semua sudah terlanjur. Andai kau menolakku tadi malam, mungkin saat ini tidak akan terjadi. Nikmati sebentar saja, aku janji tidak akan menyakitimu lagi..." bisik Shane di tengah puncak hasratnya.

Dia terus melancarkan aksinya hingga akhirnya Stella hanya bisa pasrah dengan hati yang remuk.

"Kau membuatku gila, Stella! Sungguh ini luar biasa..." bisik Shane sebelum sejenak kemudian dia menegang dan mengerang keras menikmati puncak kenikmatan yang tidak pernah dia rasakan sedahsyat ini.

"Terimakasih, Ste. Maaf telah menyakitimu..." bisik Shane sembari mengecup dahi Stella hingga kemudian dia terkapar lelah di sisi Stella yang menahan nafasnya.

"Kau belum sarapan bukan? Ayolah isi perutmu. Kita sebentar lagi harus menyambut kehadiran Simon. Aku harap kau bisa profesional." ucap Shane lagi melunak.

Entah mengapa dia tidak bisa membendung keinginannya untuk bersikap manis pada Stella--sang istri sejak kejadian tadi malam.

Sungguh kedahsyatan malam pertama seperti yang di ceritakan orang-orang yang menurutnya adalah mitos ternyata membuatnya menjadi sosok yang berbeda dengan sendirinya setiap kali menghadapi sang istri. Meski dirinya juga tidak ingin menampakkan dengan mudah karena takut sang istri besar kepala.

"Ste..." panggilnya sembari menyentuh pundak Stella yang memunggunginya.

"Ayolah. Hentikan aksi protesmu ini. Semua sudah terjadi. Andaipun aku harus mengulang waktu. Maka aku akan mengambil langkah yang sama dengan menikmati pernikahan kita. Kita menikah secara sah, Ste. Lalu apa yang kau kawatirkan?" tanya Shane dengan nada rendah.

Mendengar itu Stella mendengkus kesal dan memutar tubuhnya lalu menatap tajam Shane.

"Kau berjanji padaku, Shane. Kau berjanji untuk meniadakan adegan ranjang di pernikahan kita, sebagai gantinya aku tidak melarangmu berkencan dengan wanita manapun. Lantas mengapa kau melanggar janjimu sendiri?" tandas Stella dengan suara dan bibir bergetar.

Kekecewaan hatinya di rasakan oleh Shane sehingga pria tampan itu tampak menghela nafas panjang.

"Maaf, Ste. Semua ini di luar kendali ku. Sebagai gantinya kau boleh membuat satu permintaan, aku berjanji akan mengabulkan selagi aku bisa..." jawab Shane dengan salah tingkah dan menelan salivanya.

"Kalau begitu, lepaskan aku. Biarkan aku bebas  seperti sebelumnya. Berikan aku talak." tegas Stella membuat Shane membelalakkan matanya dan mendengkus kesal.

"Kau jangan semena-mena, Ste. Kau lupa berapa angka minimal tahun pernikahan kita? Kau lupa bagaimana ketatnya orang tuaku tentang pernikahan? Lantas apa yang harus aku katakan pada ibumu? Pikir dengan jernih, Stella!" teriak Shane kesal lalu dia bangkit berdiri dan berjalan menuju kamar mandi lalu menyiram tubuhnya dengan kasar.

Dasar wanita keras kepala! Seharusnya dia turunkan saja sedikit gengsi dan harga dirinya. Kenapa harus egois!

Dengkus Shane kesal dengan sikap sang istri yang terlalu membesarkan permasalahan kebersamaan mereka di ranjang.

Setelah menyelesaikan mandinya dia mengganti pakaiannya dengan rapi lalu melirik kearah ranjang dimana sang istri masih tidak bergeming.

Dia mengangkat tangannya ingin rasanya dia memukul sang istri tapi kembali di urungkan, dia memilih duduk di tepi ranjang.

"Segera mandi dan bersiap, kita harus menuju ke AirPort.  Simon sebentar lagi mendarat. Aku tidak ingin dia mennnggu kita lama di bandara." pinta Shane membuat Stella menghela nafas panjang. Dia juga tidak bisa mengelak karena semua tentang rencana pernikahan mereka ada sangkut pautnya dengan Simon dan itu sudah di warning sejak awal oleh Shane.

Stella bangkit berdiri dan berjalan dengan tertatih menuju kamar mandi. Langkah Stella tak luput dari pandangan mata tajam Shane.

Sesakit itukah? Atau itu alasan dia enggan mandi dan turun dari tempat tidur? Sebaiknya aku coba searching kebenarannya melalui internet.

Shane mulai berselancar di internet. Dia malu jika barus bertanya dengan sahabat-sahabatnya yang sudah menikah, atau sahabatnya yang merupakan seorang dokter. Baginya ini area privasi.

Setelah membaca beberapa artikel, Shane menghubungi Adrian dengan segera.

"Halo, Tuan..." sahut suara dari seberang dengan sigap.

"Carikan kursi roda terbaik dengan kualitas paling bagus. Sekarang!" perintah Shane membuat lawan bicara di seberang hening sejenak.

"Ku-kursi roda, Tuan?" tanya Adrian sedikit ragu, karena tidak ada di rumah itu yang sakit.

"Untuk Tuan Simon, Tuan?" tanya Adrian masih ragu dia takut salah dalam pengambilan warna.

"Untuk istriku. Tugasmu membeli bukan mencari tahu kegunaan, pahm?!" jawab tegas Shane setelah tersadar dia sudah sedikit melunak kepada asisten pribadinya.

"Siap, Tuan." jawab Adrian.

Shane menatap kembali tempat tidur yang telah kosong dengan sprey berserakan di tambah hiasan sprey dengan bercak darah.

"Ohhh...sungguh tidak terkira kenikmatan malam pertama, benar-benar menakjubkan. Tak terungkap oleh kata-kata. Sungguh luar biasa dan membuatku tidak waras begini. Kenapa aku jadi perhatian padanya? Bukankah hal yang aneh dan tidak lumrah? Bisa-bisa dia besar kepala karenanya..."

Shane menghela nafas panjang. Mengingat semua yang terjadi padanya sejak kejadian malam pertama dengan sang istri.

Tak lama berselang terlihat Stella telah keluar dari kamar mandi, dengan balutan kimono, dia melangkah berat menuju lemari nan megah di kamar itu, dan memperhatikan  pakain satu demi satu memancing Shane yang duduk santai menjadi berdiri dan mendekat kearahnya.

Stella mendengkus kesal menatap sang suami yang berjalan mendekat kearahnya melalui kaca lemari.

"Apakah kau membutuhkan bantuanku untuk sekedar memilih pakaianmu, hmm?" tanya Shane sudah berdiri di belakang Stella dan memeluknya dari belakang, membuat Stella risih.

Ni orang actingnya ngapa sampe ke kamar gini dah? Mentang-mentang Simon mo dateng. Coba aja kemarin-kemarin, tega dia nyiram aku pake sop biar kaga sentuhan di depan camera.

"Gak perlu. Aku bisa mencarinya sendiri..." ketus Stella membuat Shane tersenyum senang dengan kalimat ketus yang di lontarkan sang istri.

"Hei...jangan begitu, Sayang. Kita tidak boleh tampil biasa saja di depan Simon. Kalau perlu aku meminta petugas butik untuk mengantar pakaian terbaru saat ini, agar tidak ketinggalan mode..." jawab Shane lagi membuat Stella menoleh kearah Shane dan perlahan berusaha melepaskan genggaman tangan Shane yang melingkar di perutnya.

Tapi, bukannya Shane melepaskannya, justru bibirnya mengecup leher jenjang sang istri dengan nafas memburu.

HASRAT TERPENDAM ISTRI CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang