√25

6K 498 0
                                    

Kewarasan kadang kala sering di pertanyakan saat masalah datang terus tanpa jeda. Untungnya Clara masih waras untuk tidak berteriak di hadapan Kean. Lagipun nyalinya tidak sebesar itu.

Yah, seharusnya Clara tahu bahwa Kean Adisty Mananta itu sosok yang temperamental. Benar begitu kan?

Sejujurnya, Clara tidak menamatkan bacaan cerita itu karena terlanjur ngeri dan tak suka akan kekejian Kean. Lebih-lebih lagi, jika sudah berkaitan dengan sang antagonis.

"Hah, kalau begini caranya pintu gak bakal ke buka sedikitpun. Jangankan pintu, hatinya aja batu banget."

Clara lelah. Sudah satu minggu ini dia beraktivitas layaknya sebuah pembantu supaya bisa di lirik oleh Kean.

Dari makanan yang tersaji dan pakaian yang selalu Clara cuci tidak pernah mendapatkan respon yang baik. Yang membuatnya sakit hati itu, makanannya selalu berakhir di tempat sampah. Yah, walau pakaian Kean yang Clara cuci juga ujung-ujungnya di bakar.

Clara kembali menghembuskan nafas berat. Sungguh, bukan hanya nafasnya yang berat tapi seluruh tubuh dan pikirannya berat karena beban.

Beban itu tidak lain Kean.

"Bodo ah, mati ya mati. Daripada nanti aku malah mati gara gara kecapean kayak gini, mending diem aja nunggu ajal tiba." kata Clara tersenyum sumringah.

Idenya tidak buruk. Clara bisa leha-leha tanpa memikirkan tugas atau pekerjaan. Ah, baru memikirkannya saja Clara sudah senang.

Dia tidak sabar!


______

______

______

______

______

Bohong!

Nyatanya Clara sudah bosan sekali. Dia memang tidak suka bekerja terus, tapi leha-leha tanpa ada aktivitas itu sangat membosankan, apalagi tidak ada gadget.

Guling sana, guling sini, Clara sudah mengabsen setiap sudut apartment untuk di tempati. Semuanya sudah Clara lihat-lihat kecuali kamar Kean.

Pintu coklat itu tertutup rapih, seolah menandakan untuk tidak bermacam-macam melewati. Sayangnya Clara sudah bosan dan juga penasaran dengan isi kamar Kean.

"Orangnya juga lagi kerja kan? Paling pulang sore lagi, kayaknya gak papa kalau masuk sebentar."

Perlahan tangan Clara meraih kenop pintu, dia memutarnya dan berhasil membuka perantara itu.

"Yes, gak di kunci!" girang Clara.

Dia langsung membukanya dan pemandangan kamar yang gelap menyambutnya.

"Dia hidup di goa ya? Gelap banget."

Clara menyalakan lampu. Dan begitu cahaya terang menyelimuti kamar Kean, Clara tidak bisa untuk tidak terperangah.

"A-apa-apaan ini? Dia penguntit ya?"

Bulu roma Clara nyaris berdiri semua. Di sepanjang dinding kamar yang bercat abu itu di penuhi oleh potret seorang gadis.

JUST A DREAMWhere stories live. Discover now