2 MINUS 1 [Kesukaan]

49 45 28
                                    

"ok. Perhatikan semuanya... Ibu kasih waktu 15 menit untuk yang mau ke toilet atau beli Snack ke mini market. Karna ketua grup sudah dipilih harap perhatikan teman satu grup nya ya... Ibu tunggu di sini"

.

.

"Suka banget ya ama matcha?"

"Yoi dong, orang yang bilang matcha bau odol bukan manusia sih haha"

"Makasih ya, oiya kalau kita ketemu lagi sabilah tanding badminton bareng?"

"Sabi dong. Ini terakhir gue ke sini, nih buat Lo"

2-1

Arvino Juan


Jam menunjukkan pukul 11 malam, Juan kerap ia disapa berjalan memasuki rumahnya dengan keadaan lunglai lantaran seharian ia harus les. Meskipun les nya tidak setiap hari, ia menghabiskan waktu dengan membaca berbagai buku seputar sketsa di perpustakaan daerah dan berolahraga di lapangan. Terutama badminton dan futsal, Juan kerap ikut perlombaan antar kelas dan antar sekolah. Juan juga termasuk siswa pintar di sekolah nya, ia bercita-cita menjadi seorang arsitek. Itulah yang membuat ia sangat berambisi dalam hal belajar sedari dulu.

"Loh mamah? Udah makan? Mamah mau kemana?" Tanya Juan penasaran setelah melihat mamah nya yang tengah mengemasi baju ke dalam koper di ruang tamu.

Juan hidup bersama sang mamah satu-satunya. Ia tidak perduli dimana keberadaan sang ayah ia juga tidak ingin tau tentang hal itu. Juan sangat benci dengan orang yang suka menghancurkan kehidupan orang lain, itulah yang selalu ia bayangkan ketika memikirkan sang ayah? Mungkin-! Karna ia tidak akan pernah lagi memikirkan pria yang dipanggil ayah itu.

Meletakkan tas dan beberapa gulung kertas karton diatas sofa, Juan berjalan mendekati sang mamah. "Mamah mau pergi jauh ya?"

Juanita, yang dipanggil mamah pun menghentikan aktivitas nya lalu memegang kedua pundak Juan "Juan, mamah ada urusan kerja sekaligus mamah mau survei tempat kuliah kamu nanti. Walaupun masih lama lebih baik dicari dari sekarang kan?."

Tidak tega. Itu yang Juan rasakan, dadanya sesak setiap kali menatap mata sang anak yang tengah kelelahan itu.

"Mamah percayakan semuanya sama kamu, bibi sama mang Ece selalu ada disisi kam-

"Berapa lama mah?" Tanya Juan memotong ucapan sang ibu. Juan sudah terbiasa dengan sang mamah yang hanya beberapa saat aja ketika dirumah. Mamah yang posisi nya sebagai kepala keluarga, membuat Juan sangat sangat memahami betapa pentingnya pekerjaan bagi sang mamah. Pagi ketika bangun hanya ditemani makan, pulang dengan keadaan rumah yang kosong. Juan sudah terbiasa dengan hanya ia sendiri di rumah ini.

"Australi...

..Satu tahun" pecah.

Tangis Juanita pecah sejadi-jadinya. Kalimat yang ia pikir tak akan pernah terucap pun akhirnya keluar dari mulutnya malam ini.

"Mamah kenapa nangis hey," ucap Juan lalu mengusap air mata sang mamah dengan tangannya "Mamahkan Udah percaya ama Juan, Juan udah besar mah bisa sendiri.. bisa Vidio call juga... Kenapa nangis"

16 tahun ia habiskan berdua bersama sang anak, Juan menatap nanar melihat anak yang ia asuh itu ternyata sangat memahami nya. Lebih memahaminya dibanding dengan dirinya sendiri. Sampai-sampai ia harus berbohong akan hal ini

"Masih banyak ya bajunya? Sini Juan bantuin.. harusnya mama minta tolong aja ama Juan, kan Juan bisa izin dulu ga les hari ini" ucap Juan sembari melipatkan kain sang mamah.

Jauh dilubuk hatinya yang dalam Juan kecewa dengan keputusan yang mamah nya ambil. Hanya beberapa hari lagi ia akan masuk ke sekolah menengah atas, setidaknya ia ingin sekali sang mamah melihatnya memakai seragam putih abu. Menemainya sarapan pagi sebelum kerja, makan malam bersama... Itu semua ia tahan sedari dulu. Bahkan waktu pengambilan lapor ia hanya diwakili oleh Bi yumni, pembantu di rumah karna sang mamah sibuk bekerja.

"Mamah ga usah khawatirin Juan, mamah fokus aja kerjanya.. ntr kalo mamah capek istirahat, kalau ada waktu jangan lupa telpon Juan ya..." Juan pun menutup koper abu yang sedari tadi ia bereskan.

Juanita merasa bersalah kepada anaknya itu, ia tau selama ini tidak memiliki waktu untuk hanya sekedar menanyakan anaknya sudah makan atau belum, menanyakan bagaimana hari-harinya di sekolah, apa hobi baru nya...

Ia selalu mendapatkan sebuah pesan disela-sela meeting nya yang hanya berisi sang anak yang menanyakan apakah ia sudah makan atau belum, selalu mengingatkan untuk selalu minum air putih yang banyak agar tidak dehidrasi.

Juanita mengerti betapa peka nya Juan terhadap dirinya, tidak pernah membuatnya kecewa, selalu menurut apapun yang ia sampaikan. Entahlah ia harus bersyukur atau tidak, karna selama ini bukan ia yang merawat sang anak melainkan sebaliknya.

"Oiya Juan ke kamar dulu ya ma, mau mandi ehe beres futsal tadi" ucap Juan meninggalkan sang mamah yang hanya terduduk di lantai.

Bersama koper nya Juanita tertunduk menangis "Mah.. aku takut, aku takut ninggalin Juan sendiri gini. Aku jahat banget mah, aku jahat banget.. mamah pasti kecewa sama aku, tapi kalau ga sekarang.. kedepannya pasti lebih sulit untuk mereka berdua"

2-1

"Mamah jaga kesehatannya ya, Juan bakalan nanyain kabar mamah terus Lo.. sekali-kali pergi ke pantai atau kemana gitu mah biar ga stress karna kerjaan Mulu" pelukan itu erat sekali, pelukan hangat yang hanya beberapa kali ia rasakan.

Ditemani dengan Bi Yumni, Juan mengantarkan mama nya ke bandara.

TING-!

Melihat pesan yang dikirimkan sahabatnya itu Juan dengan berat hati izin meninggalkan sang mamah untuk pergi melihat pengumuman lomba yang ia ikuti beberapa Minggu yang lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Melihat pesan yang dikirimkan sahabatnya itu Juan dengan berat hati izin meninggalkan sang mamah untuk pergi melihat pengumuman lomba yang ia ikuti beberapa Minggu yang lalu

"Mamah-

"Gpp sayang, kamu udah mau ngizinin mamah pergi mamah udah bersyukur banget. Jangan telat makan ya" potong Juanita setelah melihat anaknya mendapatkan sebuah pesan masuk.

"Bi, saya nitip Juan. Maaf bi, maafin aku" ucap Juanita kepada bi Yumni, bi Yumni pun lantas memeluk

"Nyonya... Gpp, apapun yang nyonya ambil, insyaallah itu yang terbaik"

Setelah melambaikan tangan kepada keduanya, Juantia berjalan menuju keberangkatan

Jakarta-Malang.

2 MINUS 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang