2 MINUS 1 [My Day]

42 41 22
                                    

Arlando Jevin

"Totalnya 68 ribu, terimakasih silahkan datang lagi ya.." ucapnya ramah

"Eh, Vin. Udah ganti shift ni, ga liat jam lu?" Lelaki yang dipanggil Vin itupun menoleh ke arah sumber suara.

"Lu nya kelamaan, yaudah deh sekalian. Ga ada kerjaan juga" balasnya sembari menyusun beberapa rokok di etalase mini market

"Cus dah Sono, gue tau lu kerja juga di cafe kan? Thanks ya.. ni gue kasih susu deh biar kerjanya semangat"

Jevin pun mengambil susu yang diberi oleh rekannya itu lalu berjalan ke arah toilet untuk mengganti pakaian. Hari-hari yang di jalani oleh Jevin tidak jauh dari mini market, cafe lalu lapangan. Hidup berdua bersama sang nenek membuat Jevin tidak tenang jika ia hanya berdiam diri di rumah. Meskipun ia dikirimi uang tiap bulan dari bunda nya. Ya, itu alasan utama Jevin mengapa ia harus bekerja. Ia tidak ingin membuat sang bunda harus repot bekerja keras demi menghidupi nya, Jevin tidak tega jika bundanya yang seorang single parent bahkan rela bekerja di luar negeri tetap harus memenuhi kebutuhan nya.

Jevin bekerja paruh waktu mulai dari sekolah menengah pertamanya, hanya ia dan sang nenek yang mengetahui itu. Ia tidak ingin bundanya khawatir mengetahui ia bekerja paruh waktu. Hari-hari biasa ia hanya bekerja di cafe sampai pukul 10 malam lantaran ia harus sekolah di pagi harinya, tetapi jika weekend atau tanggal merah ia harus bekerja di minimarket lalu di cafe setelahnya. Bisa dikatakan hari-harinya sangat padat, tetapi ia masih bisa mengolahnya dengan baik bahkan masih bisa ikut berpartisipasi dalam beberapa perlombaan meskipun hanya setingkat daerah.

Jevin bercita-cita untuk menjadi seorang dokter.

"Eh bro langsung kebelakang aja ya" ucap rekan nya ketika ia baru memasuki Cafe.

"Jev, Kak Nessa Izin cuy. Mana izinnya baru ngomong tadi lagi, gimana dong?" Ucap rekannya -yang tadi ketika Jevin baru menyentuh gelas yang menumpuk

"Berdua doang emang bisa?" Tanya Habib- si rekan yang tidak ada habis nya untuk bertanya. Jevin yang sudah biasa dengan tingkah nya itupun kembali meletakkan gelas dan berjalan mendekati Habib

"Santai bang, jev di depan dulu aja. Ntr kalo rada lega biar Jev ke sini lagi. Abang jalan aja deh" ucap Jevin tersenyum lalu berjalan mendekati meja kasir ia tau kalau rekannya yang berdua itu Yap bang habib dan kak Nessa sering membuatnya kerepotan. Tapi justru itu yang ia suka, ia suka jika ia direpoti. Ia suka jika orang-orang membutuhkannya.

Kita berdoa aja jika Jevin mendapatkan jodoh yang jauh lebih baik dari dirinya sendiri.

"Kak aku pesen amerikano dingin, berapa ya? Bentar kak" ucap seorang gadis yang baru memasuki Cafe lalu memesan setelah melihat layar ponselnya "oh iya 2 aja deh kak, sekalian sama dessert yang ini deh gimana bacanya"

"Baik, amerikano 2 beserta dessertnya. Di tunggu ya kak, atas nama siapa?"

Di sela-sela aktivitas nya yang lancar Jevin yang hendak mencuci muka dikagetkan dengan beberapa pesan masuk di ponselnya yang hanya menampilkan nomor tanpa nama.

Dengan perasaan yang campur aduk setelah membaca pesan itupun Jevin yang hendak mencuci muka lagi-lagi dikagetkan dengan hidungnya yang tiba-tiba mengeluarkan darah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dengan perasaan yang campur aduk setelah membaca pesan itupun Jevin yang hendak mencuci muka lagi-lagi dikagetkan dengan hidungnya yang tiba-tiba mengeluarkan darah. Panas, pusing, perih ia rasakan sekaligus hingga ia terduduk lemas dilantai toilet

"Astagfirullah Jevin!!" Pekik Habib ketika melihat Jevin yang merintih sembari memegang kepalanya.

2 MINUS 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang