22 - Harapan

1.6K 274 104
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Ibumu sudah tidak di Semampana lagi, Wan. Dia sudah di kota. Sudah... masuk penjara, 25 tahun katanya. Jadi, kamu tidak usah mengingat-ingatnya lagi, ya? Kamu aman dengan kami. Dia tidak akan menyakitimu lagi."

Sebuah penjelasan padat dan jelas telah menjawab pertanyaan Awan, lantas merajai benak sejak tadi siang. Pikirannya terpatri ke berita yang dibawa Wulan: ibunya sudah masuk penjara dengan hukuman yang terbilang lama.

"Hukumannya dijatuhkan begitu cepat oleh majelis hakim sebab dia tidak punya kuasa hukum dan tak ada orang dari Semampana yang mau membelanya sebagai saksi."

Penjelasan Wulan kembali terngiang, membuat Awan menelan ludah pelan. Apa... itu tidak apa-apa? Ibu tidak akan marah pada saya? Saya tidak bilang Ibu waktu ke sini. Apa... Ibu cari saya sekarang? Hati Awan bertanya, melintas begitu saja.

Pukul 8 malam. Tari menyeka air matanya selama membantu membereskan barang-barang Awan yang tak banyak. Hanya banyak di pakaian dalam saja.

"Apa setelah ini kamu akan melupakanku, Wan?" tanya Tari dengan nada sedih.

Awan diam saja, sibuk melamunkan banyak hal. Ia duduk di kursi roda, sementara Tari berdiri sambil berkemas-kemas.

Ritsleting tas travel jinjing yang sedari tadi ia kemasi, Tari tutup agak cepat. Lupa kalau bukan tas miliknya. Kalau rusak, bagaimana? Dasar. Lalu, ia melirik Awan yang tak menjawab, diam saja di kursi roda.

"Awan, kamu tidak dengar?"

Mendengar suara nyaring Tari yang sebal dan manja, Awan langsung sadar. "Y-ya, Kak—Suster?"

Tari ingin tertawa, tetapi gengsi. "Yang betul kalau memanggil!" rajuknya.

"Iya, Suster Tari, maaf. Tadi Suster bilang apa? Saya tadi sedang melamun." Awan tersenyum canggung.

Wajah sebal Tari yang lucu berubah serius. Awan tidak boleh banyak melamun. "Melamunkan apa?" Ia melepas tas, lalu menghadap Awan. "Tidak boleh banyak pikiran, Wan. Kan, sudah mau pulang," ujarnya, kembali profesional.

SUDAH BILANG IBU? ✔️Where stories live. Discover now