21. Akankah Berakhir?

781 137 20
                                    

Hampir tiap dua minggu sekali di akhir pekan, Ardhani selalu menyempatkan diri mengunjungi toko kue yang berbeda untuk membeli produk kue-kue kering dari sana. Hal itu ia lakukan sebagai bentuk survei produk pembanding, mulai dari rasa, harga, kualitas, hingga kreatifitas packaging. Jika tak sempat melakukannya bersama Sang Ibu, Ardhani tetap melakukannya sendiri sepulang kerja di hari Sabtu.

Seperti hari ini, saat Ardhani bersiap pulang setelah kerja selama setengah hari. Ia berencana untuk mengunjungi toko kue di pinggiran kota tanpa Ibunya.

"Ibu nggak ikut ya, Dhan. Diajak Binar sama Arman belanja perlengkapan bayi."

Senyum Ardhani terukir mengingat perkataan Ibunya pagi tadi. Beberapa bulan lagi, ia akan menjadi seorang Tante dari anak pertama Arman. Bisa ia bayangkan betapa menyenangkan suasana rumahnya beberapa bulan ke depan saat Arman membawa anaknya berkunjung sesekali.

Ponsel Ardhani bergetar. Nama Johan tertera di sana sedang menunggu jawaban.

"Tumben," gumam Ardhani sebelum mengangkat telepon. "Halo?"

"Udah pulang, Dhan?"

"Ini baru masuk mobil. Kenapa, Jo?"

Johan meng-oh ria di seberang sana. "Nggak kenapa-kenapa, sih. Mau ajak jalan."

Ardhani memandang mobil-mobil lain yang terparkir di depannya. Membayangkan bagaimana jika ia berada di posisi Johan dan menerima penolakan.

"Kalau kamu bisa aja sih, Dhan. Kalau nggak juga nggak apa-apa." Johan mengakhiri kalimatnya dengan kekehan ringan.

"Um... ini aku mau pergi, sih."

"Oh... ya ud-"

"Sendirian," potong Ardhani.

Johan hening sejenak. "Boleh kutemenin?" ucapnya kemudian.

"Agak jauh, Jo. Nggak apa-apa?"

Tawa Johan mengalun. "Share location aja, Dhan. Kita ketemu di sana."

"Oke."

"See you, Ardhani."

"Hm."

Telepon tertutup. Ardhani menghela napas dalam-dalam untuk menyiapkan diri bertemu Johan setelah ini.

Ya. Apapun yang terjadi nanti, paling tidak ia sudah mencoba untuk membuka hati.

***

Menghabiskan waktu berdua bersama Johan nyatanya cukup bisa memberikan angin segar kepada Ardhani. Tingkah laku Johan, candaan, hingga bagaimana laki-laki bertutur kata membuat Ardhani terhibur sekaligus sesekali ternganga. Dalam hidup Ardhani, Johan adalah laki-laki kedua setelah Aofar yang cukup ekspresif dalam mengungkapkan perasaan sekaligus memainkan mimik muka.

"Kamu mirip Abangku."

Johan tersenyum lebar. "Yang mana? Fotografer itu?"

Ardhani mengangguk.

"Siapa namanya? Ghofar?"

"Aofar."

"Ah, iya. Aofar."

Ardhani kembali meminum es kopinya, Johan pun melakukan hal yang sama. Kedua anak manusia itu tengah menikmati kopi di salah satu kedai yang berada tak jauh dari toko kue tujuan Ardhani.

"Mirip dari mananya? Wajah?" Johan kembali membuka obrolan.

"Nggak. Wajah kalian beda jauh."

"Lebih mempesona aku ya?"

Ardhani hampir menyemburkan es kopinya saat terkekeh.

Johan pun turut tertawa. "Mirip apanya?" tanyanya lagi.

SoulmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang